Kisah Motivasi "Sahabat Surat Miskin" Part - 15


Oleh: Elbar

"Sebening Embun Pagi"


TendaBesar.Com - KISAH - Esok harinya seluruh siswa melakukan aktivitasnya, belajar seperti biasa. Pada hari itu wakil kepala sekolah bagian kesiswaan secara khusus memberikan pengumuman kepada kelas IX. Isi pengumuman itu tentang kabar bahwa pada bulan Mei 2007 ini, akan dilakukan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) secara serentah diseluruh Indonesia. Meskipun tanggal pelaksanaannya belum ditentukan namun seluruh siswa dihimbau untuk mempersiapkan diri dari jauh hari. Memang jika dihitung waktu pelaksanaan EBTANAS masih 60 hari alias dua bulan lagi, namun semakin jauh mempersiapkan diri semakin baik dan semakin siap menghadapinya, himbau bapak wakasek kesiswaan itu. 

Di waktu istirahat seperti biasa Mahmud tidak lupa mengunjungi tempat paporitnya “ perpustakaan”. Surat yang tadi malam ditulisnya pun telah ia siapkan untuk disampaikan kepada si perimadona sekolah “Hameeda Bilqies”. Di saat Mahmud sedang merangkum pelajaran Al Qur’an-Hadits yang akan dibahas pada jam ke-2 nanti, Maisaroh dan Hameeda Bilqies mengucap salam…

“Assalamu’alaikum…terdengar kompak…”

“wa’alaikum salam…jawab Mahmud…sembari tersenyum. 

“Sedang apa akhi tanya Hameeda Bilqies basa-basi…”

Alhamdulillah sedang merangkum pelajaran Al Qur’an-Hadits jawab Mahmud sembari tersipu”.

“Subhanallah lanjut Hameeda Bilqies… 

Dalam hatinya ia makin ta’ajjub dengan kesungguhan akhi yang satu ini. 

“Kalau ukhti sendri..? Mahmud balik bertanya…”

“ini Maisaroh minta ditemanin nyari buku novel “Dibawah Lindungan Ka’bah” jawab Hameeda Bilqies agak gugup…

“oo begitu lanjut Mahmud sambil manggut-manggut…kalau gak salah novelnya ada di sebelah ujung, kolom ke-2, kebetulan beberapa hari yang lalu saya yang pinjam lanjut Mahmud sedikit panjang lebar”. 

“Mahmud suka baca novel juga…?” Hameeda bertanya… 

“Al Hamduillah buat refresing..”  jawab Mahmud sembari tersenyum…

Hameeda terdiam sejenak sembari mengamati buku-buku yang ada..

“Emm… oya ukhti terimakasih atas perhatiannya, suratnya sudah saya baca dan sekali lagi terimakasih  sudah menaruh perhatian sama orang kere kayak saya ini. saya juga minta  maaf baru bisa membalasnya hari ini…” sambung Mahmud sembari memberikan secarik amplop unik yang sangat indah kepada Hameeda Bilqies…

Pada  saat Mahmud memberikan surat itu tatapan matanya yang tajam beradu dengan tatapan mata Hameeda Bilqies yang lembut… Mahmud makin terkesima dengan bidadari cantik yang ada di depannya itu…

“ya Allah seandainya hamba tidak takut pada murka-Mu, maka pasti hamba akan tenggelam dalam cinta palsu yang tidak Kau ridhai gumamnya…”

Gemetar tangannya dan secepatnya ia menundukkan pandangannya seraya beristighfar…”astaghfirullah”. Sementara Hameeda Bilqies juga merasakan hal yang sama, tidak biasanya gemuruh jantungnya berdetak sedemikian cepat…

“Ya Allah dia benar-benar sosok yang shalih dan rendah hati, lindungi dan pelihara dia Ya Allah…” kata Hameeda Bilqies  dalam hati…

“Terimakasih akhi atas balasannya, aku minta maaf jika telah merepotkan antum dengan surat itu, aku merasa bahwa apapun yang menjadi keputusan antum insya Allah yang terbaik untuk saya…”lalu meluncurlah butiran bening dari kedua kelopak matanya dan sekali lagi terimakasih atas semuanya ucap Hameeda Bilqies dengan nada bergetar.

Mahmud masih menundukkan pandangannya, haru dia melihat Hameeda Bilqies yang meneteskan air mata, namun ia tidak boleh mengubah keputusannya, pacaran itu haram dan tidak diridhai oleh Allah… apalah artinya tetesan air mata jika harus tercebur dalam dunia kemaksiatan yang menghacurkan masa depan gumamnya… lalu ia berucap…

“Aku juga minta maaf jika banyak membuat ukhti bersedih katanya parau, jujur aku sampaikan bahwa aku sangat terhormat mendapatkan perhatian dari ukhti, namun aku tidak ingin perasaan cinta ini ternoda oleh perbuatan yang dimurkai Allah “berpacaran” karena berpacaran biasanya menjadi pembenaran seseorang berbuat maksiat  dan melanggar aturan Allah, tidak sedikit dari mereka yang memperturutkan hawa nafsunnya tenggelam dalam perbuatan nista perzinahan karena seolah pacaran itu telah menghalalkan mereka dalam berbuat zina tersebut, na’uzubillah..” lanjut Mahmud  mengingatkan. Saya tidak ingin atas dasar kita saling mencintai, kemudian terlibat pacaran, kita juga tenggelam  perbuatan hina, dosa besar yang selalu membuat jiwa seseorang tersiksa dalam penyesalan, kita menggadaikan iman  yang selama ini kita pupuk sehingga tumbuh subur namun harus mati diserang hama pacaran. Aku berharap sekiranya Allah kelak mempertemukan kita, Ia menyatukan kita dalam cinta yang diridhai-Nya dan semoga kejadian yang terjadi antara kita selama ini  bisa menjadi ibroh yang berharga bagi kita dan semoga kelak Allah memberikan yang terbaik  untuk kita semua…”

Hameeda Bilqies terdiam seribu bahasa, ia paham apa yang dijabarkan oleh pemuda sahabat surat miskin itu. Ya Mahmud tidak menolak cintanya,  namun dengan bijak sosok bersahaja itu mengingatkan betapa bahayanya jika seseorang terjerumus dalam perbuatan yang paling dekat dengan zina tersebut… 

“ya Allah terimakasih engkau telah mempertemukan hamba dengan orang yang benar-benar memiliki visi hidup yang kokoh, sekiranya bukan dia yang saya cintai, mungkin hamba telah terjerumus dalam murka dan amarah-Mu gumam Hameeda Bilqies dalam hatinya…”

Setelah itu Hameeda Bilqies dan Maisaroh pamit keluar perpustakaan.

“afwan akhi kami pamit kata Maisaroh…

“mari akhi…” kata Hameeda Bilqies sebagai penghormatan layaknya seseorang berpisah untuk melanjutkan masing masing aktifitasnya..

“Assalamu’alaikum..” ucap mereka sembari berlalu keluar pintu..

“wa’alaikumussalam..”  jawab Mahmud singkat sembari terus menlanjutkan rangkumannya hingga bel masuk kelas berbunyi. 
Kini dia merasakan ketenangan, dia mulai berusaha menata hatinya dan melepaskannya dari belenbggu perasaan cinta yang semu dan menipu itu. Ia berusaha tabah meskipun terlintas dalam benaknya betapa Hameeda Bilqies akan sangat kecewa dengan keputusannya, tapi biarlah… meskipun sedikit nyesak terasa di dada, namun ia selamat dari jaring syetan yang menggoda. 

Malam itu begitu redup,  cahaya rembulan terhalang oleh awan yang sedang bermain di permukaan langit, Hameeda Bilqies baru saja selesai melaksanakan sholat isya. Ia lalu bermunajad dengan khusu’ mengenai perasaannya selama ini.

“ya Allah anugrahkan kami jiwa yang tenang, jiwa yang lapang, jiwa yang siap menerima ujian-Mu seberat yang engkau ujikan kepada hamba-Mu yang beriman. Jadikan hamba insan yang mampu bersabar, sebagaimana sabarnya Nabi Ayyub As, jadikan hamba insan pemberani sebagai mana pemberaninya nabi Ibrohim As, jadikan hamba insan yang pandai bersyukur sebagaimana pandai bersyukurnya Nabi Sulaiman As dan jadikan hamba tangguh dalam menjalani hidup sebagaimana tangguhnya Rosulullah Muhammad SAW”.

Seusai bermunajad kepada  Rabb-nya, Hameeda Bilqies mengambil amplop cantik  yang tadi siang diberikan Mahmud kepadanya, gemetar tangannya, berdebar jantungnya. bismillahirrohmanirrohim… ia mulai membukanya… dan pelan-pelan membacanya:


Pondok Rindu,  29 Juni 1993

Kepada  ukhti :
Hameeda Bilqies yang baik hati

Assalamu’alikum Wr. Wb. 
Semoga ukhti dan keluarga senantiasa dalam lindungan Allah Rabb yang maha rahman dan penuh cinta.
Alangkah indahnya hari-hari yang telah bersama, terlewatkan dengan sejuta rasa. Bak mawar yang semakin mekar dan semerbak wanginya. Nikmat Allah yang telah ia limpahkan tak terhitung jumlahnya. Cukuplah keindahan hakiki berasal dari-Nya dan kebahagiaan abadi bermuara pada-Nya.

Inilah kalimat pertama yang dibacanya, selanjutnya ia kembali meliat paragrap berikutnya:

Hameeda Bilqies yang baik hati…
Alangkah harunya hati ini setelah membaca suratmu, ada senang dan gembira yang hadir senantiasa menyapa. Ada bahagia yang mulai bersemayam dalam jiwa, ada suka yang mulai tumbuh dan berbunga dalam sukma, serasa hidup ini penuh dengan bunga keindahan, serasa udara yang terhirup makin segar dan menyehatkan, angin yang berhembus membawa kesejukan dan keberkahan, belum lagi embun dan kabut yang hadir menyapa bumi menambah nyamannya hari-hari yang terlewatkan. Jujur aku katakan kalau diri ini benar-benar merasa sangat bahagia.

Pada kalimat ini Hameeda Bilqies tersenyum, ia juga merasakan kebahagiaan yang amat sangat, mampu membuat sosok bersahaja itu bahagia adalah harapannya yang paling utama, sosok yang hidupnya penuh perjuangan, dan tak pernak kenal lelah dalam meniti hidupnya yang berjalan di tepi jurang. Ya memang demikian Mahmud menjalani hidupnya, penuh ujian dan cobaan… lalu Hameeda Bilqies kembali melanjutkan ke paragraph berikutnya

Namun… izinkan kiranya diri ini berkata jujur pada ukhti, perasaan ini tidak bisa dibohongi, setiap insan pasti dihinggapi perasaan suka dan cinta, suka dengan lawan jenisnya, cinta dengan kedua orang tuanya, senang terhadap harta benda dan banyak lagi selera setiap orang, tergantung pada kecendrungan cintanya. Sebagai manusia yang dhaif di hadapan-Nya saya juga merasakan hal yang sama. Sejak perta bertemu ukhti di perpustakaan waktu itu, aku menaruh simpati pada ukhti, kelembutan sikap, keluhuran budi serta halusnya bahasa ukhti membuat siapapun laki-laki ingin dekat dan mendapatkan perhatian khusus dari anti, demikian halnya diriku. Namun jujur aku katakan aku tidak percaya diri jika harus menjalin cinta-asmara dengan ukhti. Status sosial kita yang jauh  berbeda bagai langit dan bumi, aku orang tiada berpunya, sementara ukhti adalah orang berada menjadi dinding pemisah yang susah untuk disatukan. bisa saja hati kita menyatu dalam satu rasa, cinta dan kasih sayang, namun belum tentu raga bisa bersama dalam ikatan pernikahan. Sebab kita masih remaja dan perjalan serta perjuangan kita masih panjang.

Hameeda Bilqies mulai meneteskan air mata, ternyata dia juga merasakan cinta yang sama gumamnya, tapi dia bener-benar rendah hati, hanya karena status sosial dia tidak berani dekat denganku…ya Allah kenapa dia lahir dalam keadaan kekurangan sementara saya lahir dalam kondisi berkecukupan..? Hameeda Bilqies seolah tidak terima jika orang yang dicintainya itu dalam keadaan menderita, sementara dia bergelimang fasilitas, penuh tawa dan bahagia… semakin deras air matanya dan semakin kuat hentakan tangisnya… Astagfirullah ampuni hamba yang lancang ini ya Allah.. ampuni hamba yang tidak tau diri ini ya Allah… ampuni hamba yang telah berperasangka ini ya Goffaar, iapun melanjutkan ke paragraph berikutnya…

Ukhti Hameeda Bilqies yang baik hati…
Sebenarnya ada perkara yang jauh lebih besar dari hanya sekedar setatus sosial antara kita, yakni perkara halal dan haram. Allah telah melarang hambanya menjalin ikatan cinta yang tidak diridhai-Nya. berpacaran adalah perkara serius di hadapan Allah SWT, ia bukan perkara biasa, sebab orang yang berpacaran pada hakekatnya telah melakukan tandingan cinta terhadap Dia yang semestinya mereka cintai sepenuh hati sang pemilik cinta, yakni Allah SWT. Dan jika kita telaah lebih jauh, sungguh berpacaran adalah penyebab paling utama seseorang terjerumus dalam perbuatan bejad  perzinahan, dan bukankah perzinahan itu perbuatan keji dan termasuk perbuatan dosa besar..?
  
Hameeda Bilqies kembali terhempas dalam kasurnya, “ya Robb betapa besar kandungan kalimat ini, sungguh ucapan ini tidak akan keluar dari mulut para pendosa seperti hamba, ampuni hamba ya Allah..ampuni hamba ya Rabb”,

Kembali air matanya tumpah bercucuran deras bagai butiran hujan yang membentuk kristal-kristal indah sebagai bukti bahwa keimanan masih melekat dalam jiwanya...”ya Ghaffaar… ampuni hamba yang penuh dosa ini…” lirhnya

Kemudian ia lanjutkan ke paragraph berikutnya..

Hameeda Bilqies yang baik hati..
Meskipun secara manusiawi aku merasakan cinta itu dalam hati, munafik diri ini jika mengatakan aku tidak menyukai ukhti, namun aku memilih mencintai ukhti karena Allah, bukan karena yang lain. Jadi mohon maaf , aku tidak sanggup menjadikan pertemanan kita  menjadi lebih jauh lagi, aku takut jika dengan alasan cinta  kita jadikan  pembenaran dalam berbuat maksiat dan durhaka, aku khawatir dalam perjalanan, kita tergoda oleh bujuk rayu syetan laknatullah alaihim, akhirnya kita tenggelam dalam perbuatan nista, zina yang menjijikkan. Namun aku juga tidak mampu menghapus rasa suka ini dari hatiku, sekali lagi jujur aku katakana aku suka sama ukhti, tapi biarkan perasaan cinta ini mengalir sesuai kehendak Tuhannya tanpa harus tertipu oleh zhahirnya penampilan. Jika sekiranya Allah meridhai.. Dia akan mempertemukan kita di dunia ini dalam cinta yang abadi. Namun jikapun sebaliknya, yakinlah bahwa itulah yang terbaik untuk kita berdua.

Allahu Akbar..Diulang-nya paragrap terakhir ini berkali-kali, rasa takut kepada Allah  mulai membuncah dalam jiwanya.

“benar jika aku membiarkan cinta ini liar dan tenggalam dalam pacaran, maka sungguh betapa besar murka Allah di akhirat kelak, dan seandainya terjadi perzinahan bukankah wanita yang akan menanggung akibatnya, menanggung malu yang berkepanjangan dan penyesalan yang tiada berkesudahan?”

Pertanyaan itu terus menghantui fikirannya, Subhanallah walhamdulillah walaa ilaha illallah wallohu akbar

“terimakasih Ya Allah engkau telah membimbing hamba lewat Mahmud yang bersahaja itu. Hamba ingin lebih dekat kepada-Mu, bimbing hamba agar tumbuh menjadi wanita shalihah yang kelak akan menyerahkan semua miliknya untuk suami tercinta yang Engkau ridhai. Ya Allah bersihkan karat-karat cinta yang kini masih melekat agar hati ini bersih dan suci, sejernih air putih dan sebening embun pagi… Amiiin…” do'anya dalam hati..

Ibunya yang tidak sengaja mendengar isakan tangis anaknya, memberanikan diri masuk ke kamar buah hatinya itu.

“Assalamu’alaikum…endok kamu kenapa?, tanya wanita paruh baya itu…”

Hameeda Bilqies terkejut… sembari mengusap air matanya…

“gaak..gak ada apa-apa ummi…”

“Loh  gak ada apa-apa kok nangis", sambil mendekat dan memeluk anaknya wanita itu melanjutkan pertanyaannya… "kamu ada masalah..? bisa berbagi dengan ummi siapa tau ummi bisa bantu…?”

Hameeda Bilqies terdiam… air matanya seolah sulit dibendung dan ibunya dengan sabar menunggu jawaban anak kesayangannya itu… setelah mulai tenang, Hameeda Bilqies mulai memberanikan diri bercerita masalah yang dihadapi…

“ummi maafkan Meeda ya, selama ini Meeda telah berbohong sama ummi…”

“berbohong soal apa naak? ibunya makin gak ngerti...

“tapi janji ummi gak akan marah dan gak ngasih tau ayah…”

“ya ummi janji, ibunya meyakinkan…”

Lalu Hameeda Bilqies menceritakan pengalamannya… bertemu dengan anak bersahaja yang hidupnya penuh perjuangan itu… dengan kata yang tersusun rapi dan bagai cerita yang berseri Hameeda Bilqies terus mengisahkan hari-harinya mengenang Mahmud yang shalih itu. Hameeda Bilqies memulai…

“dia itu anak yang kurang beruntung ummi, dia sekolah dengan bermodalkan surat miskin, dia mendapatkan keringanan biaya dari sekolah, dia anak yang cerdas, tidak banyak bermain, senantiasa menjadikan buku menjadi sahabatnya, dia benar-benar beda dari kebanyakan siswa. Meeda suka padanya, karakternya yang baik, kecerdasannya yang luar biasa dan hidupnya yang sederhana membuat Meeda benar-benar ingin dekat dengannya ummi”

“lalu apa yang membuat kamu menangis…tanya umminya…” 

“Ya ummi lanjut Hameeda Bilqies… Mahmud tidak mau berpacaran, soalnya dia takut kepada Allah”

“Masya Allah, ummi juga kagum pada anak yang seperti itu. Kalau kamu sudah siap menikah kelak, kamu cari suami yang seperti itu, insya Allah kamu pasti bahagia. Atau jangan-jangan kamu entar ketemu Mahmud sebagai suamimu” ibunya menghibur

“Ya  ummi… Amin, semoga ketemu Dia, tapi Meeda sebenarnya menangis bukan karena Mahmud menolak cinta Meeda, namun Meeda  menagis kerena Meeda  terharu dan bahagia,  kini Meeda  mulai paham islam yang sebenarnya, Mahmud telah mengajar dan meng-inspirasi Meeda,  betapa islam itu indah dan mudah, berpacaran itu mudharatnya sangat besar, tidak memiliki kemaslahatan walau hanya sedikit… pacaran itu bagian dari cara syetan menjerumuskan manusia terutama para remaja, agar meninggalkan perintah agamanya… menjauhi pedoman hidupnya yang mulia Al qur’an dan sunnah Rosul-Nya.., pacaran juga perbuatan yang paling dekat dengan Zina, bahkan zina mata dan zina prasaan senantiasa meliputi mereka yang tenggelam dalam pergaulan bebas tersebut. Islam itu bertujuan menyelamatkan manusia dari dekadensi moral yang membahayakan, menyelamatkan manusia dari kehancuran prilaku dan ketidak sopanan, islam mengajak manusia menjadi insan yang bermartabat, jiwa yang merdeka dari jajahan hawa nafsu yang menipu, benar begitu kan ummi..?”
  
“Masya Allah…kini anak ummi seperti ustazah yang suka ceramah di TV, ummi bangga sama kamu naak..ummi sama ayah juga dulu tidak pernah pacaran..melainkan dijodohkan oleh kakek kamu…tapi Alhamdulillah langgeng sampai sekarang”

“terus prasaan kamu sekarang sama Mahmud gimana…ibunya kembali bertanya…”

“ya ummi… meskipun secara manusiawi Meeda  masih menaruh perhatian sama Mahmud, namun Meeda  akan berusaha membersihkan lumpur-lumpur cinta palsu ini agar air cinta yang sesungguhnya yakni cinta pada Dia Sang Maha Pemilik cinta Allah Azza wajalla, menjadi semakin jernih dan bening, se-jernih air putih dan se-bening embun pagi, mohon do’anya ummi agar Meeda  tabah dan tegar…pinta Hameeda Bilqies pada ibunya…”

“Insya Allah  ummi pasti mendo’akan kamu naak jawab ibunya…”

Tak lama Hameeda Bilqies tertidur di pangkuan ibunya melepaskan segala pernak-pernik hatinya yang kini sudah mulai bersih  kembali…

to be continue...




Lebih baru Lebih lama

Iklan

Iklan

Formulir Kontak