Oleh: Hendro Asmoro Yuwono
TendaBesar.Com - Opini - Musim penghujan mampu menyebab musibah banjir dan longsor. Tetapi hujan mampu juga memberikan berkah kehidupan. Bagi petani di daerah pegunungan sangat menggatungkan air dari tadah hujan. Sedangkan musibah hujan bisa menyebabkan mala-petaka banjir. Apa mungkin mampu mengatakan bahwa ada Hujan Badai di Musim Kemarau.
Permasalahannya kita sangat berharap agar hujan diturunkan menjadi rahmat dan bukan adzab. Namun tidak semua harapan bisa menjadikan realita. Hujan yang diharapkan menjadi Rahmat. Ternyata justru menjadikan tentara Allah. Yang sudah siap menghukum menjadikan azab bagi yang durhaka.
Hujan dimisalkan sebagai dua sisi coin mata uang. Satu sisi bisa menguntungkan hamba Nya. Dan di sisi yang lain bisa merugikan siapa saja. Tentunya masih mengingatkan peristiwa yang pernah terjadi di zaman Nabi Nuh ‘Aaihis Salam. Bagaimana Allah membalas Keangkuhan Umat Nuh dengan hujan dan air yang berlimpah.
فَفَتَحْنَا أَبْوَابَ السَّمَاء بِمَاء مُّنْهَمِرٍ { } وَفَجَّرْنَا الْأَرْضَ عُيُونًا فَالْتَقَى الْمَاء عَلَى أَمْرٍ قَدْ قُدِرَ
“Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air. Maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan”. (QS. Al Qamar: 11-12).
Kondisi di saat itulah, tidak ada yang bisa menyelamatkan diri. Selain yang diberikan rahmat oleh Allah.
Tetapi saat ini bila direalisasikan dalam kehidupan. Adalah gambaran seperti banjir TKA didatangkan dari Tiongkok. Sumber Alam dan mineral ditambangkan oleh pihak aseng. Belum lagi banyak lagi anak-anak bangsa yang dirumahkan bahkan di-PHK akibat Covid-19.
Disisi lain beban hidup dihadapkan dengan berbagai regulasi kenaikan: Listrik, BPJS dan Gas Elpiji. Kemudian tak disangka regulasi impor mematikan keberadan petani. Adalah dapat diungkapkan seperti: Beras, Garam Sayur-mayur. Inilah hujan badai diindikasikan baru melanda di negeri +62
Sekelompok orang dikatakan duduk sebagai anggota DPR. Adalah untuk berupaya melakukan penggalian Falsafah kehidupan. Dimana kelompok tersebut dikatakan orang yang terpandang sebagai wakil rakyat. Atas kekuasaan mau memaksakan kehendak. Untuk mengupayakan pemerasan Pancasila menjadi Trisila. Atau pun Trisila diperas lagi menjadikan Ekasila (Gotong-royong).
Dan perlu untuk diketahui bahwa faham pemerasan tersebut pernah dilakukan oleh partai terlarang (PKI). Hal ini secara resmi sudah dituangkan dalam TAP no XXV/MPRS/1966 (Jas-Merah). Dan upaya tersebut mampu menghasilkan Prolegnas RUU-HIP. Perlu digaris bawahi landasan hukum yang digunakan tidak berdasar pada Tap 25/MPRS/1966 dan Dekrit Presiden 1959. Maka dengan fatwa MUI Pusat diteruskan ke 34 Propinsi. Adalah dalam satu bahasa untuk melakukan penolakan RUU-HIP.
Penolakan Prolegnas RUU-HIP bisa disebutkan sebagai “Hujan Badai di Musim Kemarau”. Dan mampu menumbuhkan dengan subur pejuang penolakan prolegnas RUU-HIP di negeri +62 ini. Bila dijaman Nabi Nuh menceriterakan hujan dan sumber air. Dimana perahu Nabi Nuh mampu menyelamatkan umatnya beserta pasangan binatang. Hal ini dikisahkan dalan firman Alloh sebagai berikut:
وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَب مَّعَنَا وَلاَ تَكُن مَّعَ الْكَافِرِينَ { } قَالَ سَآوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاء قَالَ لاَ عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللّهِ إِلاَّ مَن رَّحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ
“Dan Nuh memanggilkan anaknya. Sedang anak itu dikatakan berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir. Anaknya menjawab: “Aku akan mencarikan perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab, Selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang”. Dan gelombang menjadikan penghalang antara keduanya. Maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Hud: 42-43)
Pemaknaan tafsir QS Hud: ayat 42-43 diartikan dalam kehidupan negeri +62 ini. Adalah realitas apa yang bisa menyebabkan timbulnya Banjir?. (Banjir Penolakan RUU-HIP).
Dalam hal ini air adalah dimisalkan sebagai kemauan dan kemampuan rakyat negeri +62. Kemudian fatwa MUI diumpamakan sebagai perahu atau kapal nabi Nuh. Dimana perahu adalah membutuhkan air untuk berjalan. Untuk sebuah perahu dikatakan bisa melaju sesuai arah tujuan. Bila dinahkodanya dikatakan sebagai ahli Mesin dan Navigasi.
Oleh karena itu Ulama dapat disebutkan sebagai ahli Navigasi. Dan Umaro ditetapkan sebagai ahli mekanik. Sehingga keduanya merupakan nahkoda perahu tersebut. Agar supaya mampu menyadarkan anak bangsa negeri +62 naik ke perahu penyelamat. Serta mampu untuk membangunkan negeri +62 menuju Baldatun Toyibathun Warofur Ghofur.
Tetapi baru satu nahkoda yang mengemudikan perahu, yaitu ulama. Dan kemanakah Umaronya tidak segera menggabungkan diri pada perahu penyelamat. Apakah misi dan visi Distroyer Force menjadikan abu-abu. Bila demikian ada ayat yang sering didengungkan ketika terjadi musibah. Adalah firman Allah dijelaskan dalam surat Ar-Rum:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di daratan dan di lautan, disebabkan perbuatan tangan-tangan manusia. Supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari perbuatan yang mereka lakukan, supaya mereka kembali.” (QS. Ar-Rum: 41).
Pemaknaan dalam satu hal yang telah menjadikan Mindset. Dan hampir semua orang negeri +62 mengaitkan ayat ini. Dengan sikap karakter menafsirkan oleh ‘perbuatan tangan-tangan manusia’. Hanya terbatas pada sikap karakter diperankan manusia yang tidak ramah terhadap lingkungan di negeri +62 antara lain:
Pertama slogan yang dapat disimpulkan adalah mengenai musibah. Bahwa banjir bencana negeri +62 disebabkan oleh sikap penguasanya. Adalah konsekwensi ketidak-disiplinan penguasa dalam mengelolakan ketatanegaraan negeri +62. Adalah penuh dengan memperlihatkan segi pecitraan.
Dan kapatable dalam pengelolaan negara amat disangsikan sebagai seorang negarawan. Sehingga karakter kebohongan selalu diberikan didepan mata yang bertumpuk-tumpuk. Dan selaku akar rumput adalah mampu merasakan sebagai embrio ketidak-puasan
Kedua di saat banjir musibah kepercayaan dikatakan baru mulai melanda.
Maka rame-rame orang menyalahkan legitimasi hasil saat pemilihan orang nomer satu +62. Dimana realitas hasil kejujuran akan memberikan marwah keberkahan. Sebab konsep effek kejujuran yang kurang diperhatikan oleh penguasa. Maka pola untuk me-eksploitasi alam kebaikan yang tidak bisa dikendalikan terhadap lingkungan keburukan. Hal ini yang mampu menyebabkan banjir mosi ketidak kepercayaan terhadap Umaro negeri +62
Ketiga tahukah bahwa yang dinyatakan Sebab Utama Banjir atau bencana alam lainnya. Tidak hanya dikatakan dalam bentuk lahiriyah sebagaimana anggapan di atas. Ada sebab terpenting yang ternyata belum dipahami kebanyakan orang. Sebab itu adalah Perbuatan Makar mengusahakan pemerasan terhadap Pancasila.
Dimana pola perbuatan makar merupakan kedurhakaan terhadap negeri +62 tercinta, Pemerasan Pancasila merupakan sebab utama dan terbesar serta tak terampuni. Dimana Allah menyatukan akar rumput +62 untuk menentang RUU-HIP. Sebab RUU-HIP adalah diindikasikan sebagai pencabutan Ketetapan no 25/MPRS/1966. Sehingga ada upaya untuk menghidupkan kembali faham PKI.
Keempat banjir penolakan RUU-HIP menjadikan ujian dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bagaimana sikap seorang sebagai Ulama dan Umaro yang diberikan amanah di negeri +62. Apakah Visi – Misi Iman dan tawakal serta Istqomah digunakan untuk arah kebijakan. Ataukah hanya mengubarkan angkara murkaan dengan menyalahkan sesama umat Islam atau pun pendahulunya?.
Strategi belah bambu diterapkan untuk memecah kosentrasi umat. Ada ulama dimasukan ke Istana +62 menjadi kamuflase. Sehingga ilmu keulamaan digadaikan oleh jabatan dan kedudukan. Tindakan justru memojokan umat bukan sebagai penyejuk. Inilah yang menyebabkan riak-riak sumber kebencian umat. Dimana ulama Su’ digunakan sebagai corong pecitraan atas kegagalan dan keburukan yang terjadi.
Kelima contoh yang diberikan Nabi Nuh AS terhadap anaknya. Dapat diimplementasikan terhadap anak bangsa pada ajakan pemimpin nya. Untuk konsep penyelamatan Bangsa dan Negara yang dibutuhkan adalah rasa persatuan. Kesadaran sebagai anak bangsa dijadikan sebagai tolok ukur rasa Kebangsaan. Disilah banjir ghiroh yang menyatakan penolakan terhadap RUU-HIP di seuntaro negeri +62. Perahu dapat dikatakan bisa berjalan adalah diatas Air.
Dimana perahu diindetikan dengan ulama. Sedangkan air dapat disebutkan sebagai pergerakan rakyat semesta negeri +62. Dan perahu mampu berjalan bila diserahkan pada nahkoda yang piawai. Nahkoda yang layak diberikan tugas di negeri +62 adalah: Polri, TNI, BIN, Lemhanas dan Hankam. Pada kemana gerangan institusi tersebut, tidak mensegerakan untuk ambil kemudi sebagai nahkoda?.
Keenam musibah saat banjir pergolakan membekukan RUU-HIP dipasca pademik wabah Covid-19. Adalah pertanda peringatan yang diberikan oleh Rabb Nya. Bahwa disamping banjir wabah virus diberikan pula musibah cobaan yang lain. Yaitu gangguan ditimpakan terhadap kedaulatan Bangsa Ini. Maka kejadian ini akan membukakan para pemimpin Yang berjiwa Patriot Sejati Ataukah sebagai Pengkianatan Bangsa.
Ketujuh lapisan akar rumput sedang dihadapkan suatu pilihan. Yaitu dari pada hidup ditindas, lebih baik mati sahid dalam menjalankan perjuangan negeri +62 ini. Dengan catatan sebelum RUU-HIP untuk dijadikan sebagai Undang-Undang. Bilamana hal ini terjadi, faham Komunisme dengan mudah untuk dibangkitkan kembali.
Ini yang menjadikan pokok permasalahan untuk melakukan perlawanan terhadap penggagas RUU-HIP. Dan pantauan hasil Prolegnas sudah diserahkan ke penguasa negeri +62 oleh Dewan. Sehingga bola panas dikatakan berada ditangan penguasa negeri +62.
Tetapi beranikah orang nomer satu untuk menghentikan Prolegnas RUU-HIP ini?. Walaupun status dikatakan nomer satu di negeri +62. Tetapi peran yang dimainkan hanya sebatas sebagai petugas. Disi lain mayoritas akar rumput tetap memintakan untuk pencabutan RUU-HIP. Agar supaya dihentikan secara permanen.
Kedelapan gejolak di lapisan akar rumput telah ditayangkan kembali sejak 3 Juli 2020. Dalam hal ini adalah menayangkan mengenai soal keputusan dari MA-RI No: 44P/HUM/2019 Tertanggal 28 Oktober 2019. Secara viral ditayangkan melalui link: https://youtu.be/KM4rJ6F3Wng Kemudian Keputusan MA-RI dijelaskan sebagai berikut:
Butir 1: Menyatakan ketentuan Pasal 3 ayat (7) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia No 5 tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi dan Penetapan Calon dalam Pemilihan Umum, bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum;
Butir 2: Menyatakan ketentuan Pasal 3 ayat (7) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia No 5 tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi dan Penetapan Calon dalam Pemilihan Umum, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Kedua butir keputusan MA-RI sudah jelas menerangkan bahwa pasangan penguasa yang sudah dilantik di negeri +62. Adalah BATAL disebabkan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Tetapi ganjalan kenapa baru sekarang diinformasikan pada publik. Bila diperlihatkan kronologis gugatan peraturan KPU no 05/2019 tentang penetapan calon presiden :
1. 14 Mei 2019 Rahmawati mendaftarkan gugatan ke MA.
2. 21 Mei (tengah malam) KPU memutuskan/ mengumumkan Jokowi sebagai pemenang pemilu.
3. 20 Okt 2019 Jokowi - Ma'ruf Amin dilantik jadi Presiden-Wakil Presiden 2019-2024.
4. 28 Okt 2019 keluar putusan atas gugatan Rahmawati dan kawan kawan
5. 03 Juli 2020 putusan MA tersebut baru dipublikasikan ( tenggang 9 bulan di pendam) yang membatalkan penetapan pemenang Pilpres.
Waktu 9 bulan boleh dikatakan tidak lama. Tetapi selama itu berapa penderitaan ditimpakan akar rumput di negeri +62 ini. Antara lain ada beberapa produk undang-undang adalah bersifat menyengsarakan akar rumput. Dimana produk undang-undang yang dapat disebutkan antara lain: Onibuslaw, Minerba, UU no 1/2020 (penanganan Covid-19).
Kemunculan gugatan hasil dari MA adalah untuk mengalihkan kasus RUU-HIP. Sehingga umat dapat diharapkan tidak terkonsentrasi pada kasus RUU-HIP. Dengan demikian pertimbangan umat melupakan kasus utama yaitu RUU-HIP. Kecermatan dan keteguhan dalam menyuarakan penolakan, Apakah akan terhenti ataukah menjadikan menambah lingkaran pusaran?.
Kesembilan beberapa kasus musibah disebutkan muncul untuk mengawali masa Normally New. Adalah pratanda peringatan diberikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bahwa RUU-HIP merupakan prolegnas untuk penghancur pandangan hidup NKRI (Pancasila).
Walaupun dimunculkan keputusan dari MA-RI No 44P/HUM/2019 tertanggal 28 Oktober 2019. Tak pengaruh tetap fokus untuk menyuarakan pada gerakan umat “Ganyang Komunis Gaya Baru”. Dengan tuntutan yang dibawakan antara lain adalah:
1. Cabut dan bekukan RUU-HIP dari prolegnas.
2. Adili dan penjarakan penggagas atau inisiator dari RUU-HIP merupakan tindakan makar.
3. Bubarkan partai Merah yang diindikasikan sebagai semayam kader-kader Komunis Gaya Baru.
Kesepuluh adalah kondisi asmilasi diindikasikan untuk hubungan warga keturunan. Dwi kewarganegaraan banyak menjadikan kesenjangan sosial. Dan rasa kebangsaan Negeri +62 dirasakan sangat kecil.
Sebab karakter hidup di Negeri +62 dikatakan sebagai perantau. Apalagi ditambahkan banjir TKA dari tiongkok. Hal ini menandakan bahwa Komunis Gaya Baru makin subur.
Pemaknaan kesepuluh itu dikatakan kajian mengenai Hujan Badai di Musim Kemarau. Semoga saja Rabbal’alamin memberikan Ridho dan Barokah serta Hidayah maupun Inayah Nya. Nabi Nuh diberikan mukzizat banjir dan perahu. Agar mampu menylamatkan umatnya dari murka Alloh Subhanahu Wa Ta’ala.
MUI memberikan peluit umat untuk bersatu. Dalam menyuarakan pencabutan prolegnas RUU-HIP. Sebab Komunis Gaya baru dipastikan akan hidup kembali. Dan rapatkan barisan untuk menyelematkan negeri +62 ini
Aamiin Ya Rabbal’allamin