Oleh: Nasrudin Joha
Tulisan ini barangkali perlu menjadi perhatian para kiyai, para ulama, para asatiz yang agar rakyat indonesia tidak terus menerus dalam pengkotakan kelompok tertentu. Selamat membaca..
Aneh, sudah ada hadits haji itu di Arafah, rukyat yang dipake rukyat Amir Mekkah, eh ini maksain rukyat sendiri. Akhirnya harinya beda. Saat jamaah haji Wukuf, belum puasa Arafah. Saat jamaah haji berkorban (Idul Adha) malah puasa Arafah. Ini puasa Arafah atau puasa nusantara ?
Kalau mau merujuk dalil ya ambil dalil yang kuat, jangan pake ego akhirnya beribadah menyelisihi Sunnah. Kalo jamaah haji telah Idul Adha, hari Nahar, terus ada yang maksain puasa, apa ini bukan puasa yang diharamkan ? Puasa di hari Nahar ? Puasa saat Idul Adha ?
Janganlah ikatan kebangsaan dijadikan dasar untuk membuat ujaran berbeda. Sekali lagi, haji itu ya di Arafah bukan di nusantara. Saat jamaah haji wukuf di Arafah, kaum muslimin yang lain puasa Arafah. Saat jamaah haji menyembelih korban, Berhari raya, ya seluruh kaum muslimin juga berkorban. Jangan bikin aturan sendiri dan sekehendak hati, bisa kualat.
Itu akibat kita disekat-sekat dengan negara bangsa, semua merasa punya otoritas, semua mengeluarkan fatwa, tidak ada lagi kesatuan pendapat bagi kaum muslimin. Padahal, yang namanya Imam itu harusnya satu, pemimpin itu satu, ditaati seluruh kaum muslimin.
Nah, penguasa-penguasa kecil itu membuat sekat-sekat, membuat fatwa sendiri yang menyelisihi kesatuan pendapat kaum muslimin. Ini akan membuat umat terpecah dan tidak khusuk beribadah.
Coba Anda bayangkan, sudah ada Kumandang takbir, Kumandang Idul Adha, eh Anda yang masih bersibuk dan berlapar ria puasa arofah. Padahal, jamaah haji sudah tidak lagi wukuf di arofah. Apa Anda mau puasa wukuf di nusantara ?
Saya khawatir, niat tulus ikhlas puasa arofah untuk mendekatkan diri kepada Allah justru berbuntut maksiat, karena kaifiyahnya menyelisihi Sunnah. Kalau menyelisihi Sunnah masak masih mau terus ditaati ?
Kalau nanti yang di ikuti masuk jurang, masih mau konsisten ikut jurang ? Makanya, yang diikuti itu petuahnya yang sesuai Sunnah, bukan orangnya, bukan Ketokohannya, bukan kiyainya, bukan jabatannya.
Sekarang saya Persilahkan Anda memilih, mau ikut wukuf Arofah atau wukuf nusantara ? Mau haji mengikuti ketentuan Amir Mekkah atau Amir nusantara ? Mau puasa arofah atau puasa Nusantara ? Mau Idul Adha atau Idul nusantara ?
Wahai orang yang beriman, orang yang berakal, kelak Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban atas kesadaran akal yang diberikan. Karena itu, jadikanlah agama sebagai pedoman dan akal sebagai sarana untuk memahami. Jangan menjadi pentaklid buta.
Kelak di akherat ketika yaumul hisab, tidak ada alasan. Tidak ada pembenaran beragama mengikuti nenek moyang, tidak ada pembenaran beragama mengikuti kesepakatan wukuf nusantara. Perhatikanlah peringatan ini.
Mumpung belum terlambat, segera bertaubatlah. Puasalah ketika jamaah haji wukuf di arofah. Berhari rayalah, ketika jamaah haji ber Idul Adha. Tak usah pedulikan ujaran yang menyelisihi Sunnah, kelak diakherat argumen yang menyelisihi Sunnah itu tidak bernilai dihadapan Allah SWT.