TendaBesar.Com - Jakarta - Dalam rapat kerja Kementrian Hukum dan HAM RI (Kemenkumham) dengan Komisi III DPR RI, yang dihadiri oleh Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna H. Laoly, dan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej, dan para Dirjen di lingkungan Kemenkumham, di gedung Parleman, Jakarta, Rabu (2/2/2022).
Adapun dalam Raker tersebut membahas evaluasi kinerja dan capaian Kemenkumham Tahun 2021 dengan pagu anggaran, pandangan umum fraksi, membahas jadwal dan rencana kerja, penyerahan Daftar Inventarisir Masalah (DIM), dan pembentukan Panja RUU tentang Hukum Acara Perdata.
Usai Menkumham memaparkan berbagai capaian kerja di Tahun 2021, selanjutnya Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh sebagai pimpinan sidang rapat kerja tersebut mempersilahkan para anggota Komisi III DPR RI menyampaikan tanggapan paparan yang disampaikan Menkumham, nampaknya mendapatkan berbagai respon dari anggota Komisi III DPR RI, salah satu di antaranya soal pemberian Surat pengesahan kepada kepengurusan ORARI Pusat hasil Munas XI ORARI lanjutan di Bengkulu, yang diungkap Trimedya Panjaitan, SH., MH., Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan.
Trimedya menyampaikan bahwa dirinya mendapat informasi tentang pemilihan Ketua ORARI yang terjadi pada penyelenggaraan Munas XI ORARI di Ballroom Lt.1 Hotel JS Luwansa.& Covention Center di kawasan Kuningan Jakarta Selatan, yang saat itu terjadi deadlock, kemudian dilanjutkan dengan menggelar Munas XI ORARI lanjutan di Bengkulu, yang melanggar AD/ART ORARI. Terkait masalah itu mereka sudah bersurat ke Menteri hukum dan HAM, tapi tidak diindahkan, dan sudah mendaftarkan gugatan, juga tidak dihiraukan.
“Saya tidak tahu pak Menteri seperti apa mekanisme pengeluaran surat pengesahan sebuah organisasi, nah masalah ini, padahal saya sudah telpon pak Dirjen AHU, saya pertanyakan dan juga menginformasikan masalah tersebut kepada beliau, serta saya katakan bahwa sepanjang ada gugatan, secara hukum tolong tunggu dulu sampai adanya keputusan hukum yang tetap, jangan dikeluarkan surat pengesahan itu" papar Trimedya, saat rapat dengan Kementerian Hukum dan HAM, Rabu (2/2/2022)
Ia juga merasa heran dan menduga adanya kekuatan hebat di Kemenkumham sehingga masalah kepengurusan ORARI yang sedang polemik pun tetap bisa mendapatkan SK Kemenkumham dengan mudah tanpa mengindahkan kisruh yang sedang terjadi.
"Tapi ternyata, saya sangat heran sebenarnya ada kekuatan luarbiasa apa yang mempengaruhinya sehingga pada tanggal 28 Januari 2022 Dirjen AHU mengeluarkan Surat Pengesahan tersebut, pada hari minggu saya WA ke beliau tidak dijawab, saya telpon juga tidak dijawab, padahal ketika saya menjapri pak Mentri selalu cepat dijawab, sedangkan saya WA Dirjennya menginap sampai tiga hari, makanya di kesempatan ini saya pertanyakan langsung ke pak Dirjen AHU, ” sambung Trimedya
Lebih lanjut politisi PDIP itu mengingatkan agar Kemenkumham memberikan penjelasan secara transparan kepada masyarakat, perihal mekanisme maupun prosedur dikeluarkan surat pengesahan, terutama pada organisasi yang sedang mengalami kekisruhan atau dualism kepemimpinan.
Sayangnya dalam kesempatan rapat kerja ini, Dirjen AHU Cahyo Rahadian Muzhar, S.H., LL.M. yang hadir ikut rapat kerja tersebut, tidak memberikan penjelasan apapun terhadap persoalan yang di ungkapkan oleh Trimedya Panjaitan politisi PDI-Perjuangan tersebut, hingga berakhirnya rapat kerja tersebut.
Sementara itu, sehari usai rapat kerja dengan komisi III DPR RI, Trimedya mengatakan bahwa mestinya pihak Kemenkumham tidak mengabaikan pengaduan dari masyarakat, yang sedang berproses dalam sengketa pengadilan, melakukan gugatan terhadap suatu produk yang tidak sesuai dengan aturan yang ada di AD/ART organisasinya, maka sebaiknya bertindaklah dengan bijaksana, netral, obyektif dan akuntabel.
Politisi senior PDIP itu juga menjelaskan bahwa dalam PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN BADAN HUKUM PERKUMPULAN, terdapat peran notaris, tapi ia juga berharap agar sebaiknya pihak Kemenkumham terutama Dirjen AHU, tidak hanya mendapatkan informasi sepihak, melainkan juga cross cek ke pihak lain, apakah permohonan pengesahan tersebut aman-aman saja, atau terjadi gugatan dari pihak lain, jika terjadi gugatan, maka SK kemenkumham harus ditunda dulu sampai proses gugatannya usai.
“Ya, mestinya Kemenkumham khususnya Dirjen AHU jangan terburu-buru mengeluarkan Surat Keputusan pengesahan kepada suatu organisasi, yang mengalami konflik dan terjadi gugatan di lembaga peradilan, sebelum adanya keputusan hukum yang tetap dari lembaga peradilan, saya sangat berharap hal ini tidak hanya terjadi pada ORARI saja, tapi semua organisasi yang sedang mengalami konflik kepengurusan, kemudian berperkara di pengadilan, maka sebaiknya tunggu sampai ada keputusan hukum yang tetap dari lembaga Pengadilan,” pungkas Trimedya kamis, 3/2/2022 saat dihubungi awak media.
(ts/tb)