TendaBesar.Com - Jakarta - Protes terhadap pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Idiologi Pancasila (HIP) terus meluas dan makin menunjukkan eskalasinya menngkat.
RUU yang disinyalir diprakarsai oleh Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan ditunjuknya wakil ketua baleg Rieke Diah Pitaloka kader PDIP sebagai ketua panja adalah sebagai penguta bukti, bawa memang RUU ini diinisiasi oleh PDIP.
Dugaan publik semakin terjawanb bahwa pengusung utama RUU-HIP adalah PDIP, setelah masyarakat mengetahui bahwa tujuan disusunnya RUU tersebut untuk memperkuat landasan hukum pembentukan Badan Pembina Idiologi Pancasila (BPIP) yang saat ini diketuai oleh Megawati.
RUU mulai menjadi polemik setelah masyarakat mengetahui bahwa dalam RUU tersebut tidak dicantmkannya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme atau Marxisme-Leninisme sebagai konsideran pada RUU tersebt.
Tak ayal masyarakat langsung memperotes keras. Berbagai kalangan menuduh ada upaya dari RUU tersebut untuk menghidupkan kembali paham komunis di negeri ini.
Diketahui tiga ormas terbesar di negeri ini yaitu Muhammadiyah, Nahdatul Ulama (NU) dan Majlis ulama indonesia (MUI) juga menolak keras rancangan undang-undang tersebut.
Lalu masyarakat mulai mengusut siapa otak di balik pembahasan RUU-HIP itu dan akhirnya dari alur mulainya dibahas RUU tersebut diduga bahwa pengusungnya adalah kader PDIP.
Merasa tertuduh sebagai inisiator utama RUU-HIP dan menuai protes keras di masyarakat, PDIP balik arah dan menyatakan akan mencoret Trisila dan Ekasila dalam RUU tersebut serta siap memasukkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 yang menjadi biang polemik.
Sekretaris Jendral PDIP, Hasto Kristiato, mengatakan bahwa kebijakan memasukkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 dan akan mencoret Trisila dan Ekasila diambil setelah PDIP mendengarkan seluruh aspirasi masyarakat.
"PDIP siap menghapus muatan psal 7 RUU-HIP terkait ciri pokok Pancasila sebagai Trisila yang kristalisasinya dalam Ekasila. Demikian halnya guna menegaskan larangan paham yang bertentangan dengan pancasila seperti marksisme-komunisme, kapitalisme-libralisme serta radikalisme-khilafahisme", kata Hasto, Ahad,(14/6/2020)
Sebelumnya diketahui bahwa MUI menyoroti beberapa hal dari pembahasan RUU-HIP antara lain; tidak masuknya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran PKI. MUI menilai hal itu sebagai bentuk pengabaian dari fakta sejarah memilukan yang pernah diperbuat PKI.
Barangkali salah satu yang menjadikan PDIP akhirnya keder dan berbalik arah mengikuti aspirasi masyarakat luas adalah makin meluasnya eskalasi penolakan masyarakat terhadap RUU tersebut.
Namun yang juga menjadi poin krusial buat umat islam adalah tentang paham khilafah yang juga disamakan oleh PDIP dengan paham komunis.
Artinya berbicara khilafah di negeri ini dapat dianggap sama dengan menyebarkan paham komunis dan dapat dikenakan pasal menyalahi dasar negara yakni Pancasila.(af/tendabesar)