Trending

Kisah Motivasi "Sahabat Surat Miskin" Part - 5



Oleh: Elbar

"Bunga Itu Kian Mekar"

TendaBesar.Com - Kisah - Pagi itu tepatnya hari Ahad, pukul 09.00 pagi, Mahmud dan keluarganya  tiba di Pondok Pesantren Riyadhusshibyan Lendangre. Hatinya berbunga-bunga, diliputi kebahagiaan yang susah untuk diungkapkan. Ya Dia benar-benar bahagia  karena  ayah, ibu, adik, kakak, paman, bibi, beberapa tetangganya ikut mengantarnya. Ya Allah gumamnya ... sebesar inikah harapan mereka  terhadapku?  Apakah kelak  aku mampu memenuhi harapan mereka.. ya Allah... tuntunlah hamba kejalan yang Engkau ridhai..gumamnya.

Aktifitas di pondok berjalan seperti biasa. Beberapa santri terlihat sedang mencuci pakaian, ada juga yang sedang memasak nasi, ada yang di teras podok sedang menghafal Al Qur’an atau membaca buku, memuroja’ah pelajaran kitab kuningnya, ada juga yang sedang praktek muhadatsah bahasa ‘Arab dengan temannya. Sebagian mereka  ada yang menyambut kedatangan Mahmud sembari berkenalan. Dalam waktu yang cukup singkat Mahmud sudah menghafal beberapa nama teman barunya antara lain: Soepratman Ghazi , Sunaseh Ghobi , Muzakkir Syauqie, Kak Syafi’i Moena, Kak Juharistani Koeba,  Kak Sholeh Bouqa, Badri Al Farizi, dan lainnya. 

Pengurus pondok pun menunjukkan kamar Mahmud, yaitu kamar nomor satu yang bersamaan dengan para pengurus pondok dikarenakan kamar yang lain sudah penuh. Kamar tersebut di huni oleh  kak Syafi’i, kak Juharistani dan kak Sholeh.  Kamar itu tidak terlalu besar, ukurannya sekitar 3X4 meter, sementara kamar yang lain  lebih besar yakni 4X6 meter dan diisi masing masing 11 sampai 12  orang santri. Mahmud berkeliling di sekitar pondok pesantren, melihat suasana kamar temannya yang lain. Ya memang begitulah pondok sederhana itu berdiri dengan kondisi yang terlihat makin lusuh dimakan usia, cat temboknya sudah luntur dan atapnya sudah banyak yang bocor, namun demikian santri tetap semangat dan senantiasa ceria dalam kesehariannya. 

Setelah lama berbincang dengan tuan guru dan para santri keluarga Mahmud pun kembali pulang kerumah mereka. Inak Rukiyah, ibunya Mahmud menghampiri anaknya seraya berpesan.

“anakku! Mek pacu-pacu berajah lek tene aok (anakku rajinlah belajar di sini), semoga Allah senantiase beri kemudahan di setiap  perajahanmu. ”

“Insya Allah jawab Mahmud singkat”

Demikian ibunda Mahmud  berpesan kepada anaknya seraya buliran bening menyertai pesannya. Ya itu mungkin tangisan sedih berpisah dengan anaknya atau mungkin tangisan haru karena Mahmud akhirnya berkesempatan mengenyam pendidikan tingkat lanjutan pertama. Kakak, bibi, bahkan  ayahnya juga ikut larut dalam kesedihan itu.

“Kami pulang dulu ya naak" kata ibunya melanjutkan, insya Allah jika ada umur bulan depan kami kesini mengantarkan kebutuhanmu” 

“iya bu jawab Mahmud seraya berpesan; ayah dan ibu jangan pikirkan keberadaan Mahmud di sini, kalau misalkan tidak ada yang bapak  dan ibu bawakan ke pondok, jangan dipaksakan apalagi sampai berhutang. Mahmud yakin Allah pasti menolong hamba-Nya yang memiliki kesungguhan”

Keluarga Mahmud berlalu sambil melambaikan tangan.. Mahmud membalas lambaian tangan mereka dengan lambaian penuh cinta dan keharuan.

“Ya Allah izinkan hamba bisa berjumpa kembali dengan keluarga hamba di lain kesempatan gumamnya”

Sedih nian Mahmud berpisah dengan keluarganya namun di balik itu semua, ia sangat bahagia, impiannya bisa melanjutkan sekolah menjadi kenyataan, ya.. dia bahagia bak bunga yang makin mekar.

to be continue..

Lebih baru Lebih lama

Iklan

Iklan

Formulir Kontak