Kisah Motivasi "Sahabat Surat Miskin" Part - 16


Oleh: Elbar

"Persiapan Mendaki Keberhasilan"


TendaBesar.Com - KISAH - Ujian EBTANAS tinggal hitungan hari, Mahmud benar-benar menyiapkannya dengan penuh perbekalan. Semua soal dari kelas satu hingga kelas tiga dia kumpulkan, kemudian dia membuat kelompok belajar khusus untuk merevew ingatannya mengenai pelajaran kelas satu, dua dan tiga. Maklum selama belajar di madrasah tidak jarang para siswa khusunya santri yang tinggal di pondok pesantren meninggalkan pelajaran sekolah karena harus membantu tuan guru mengurus sawah. Tak karuan banyak pelajaran umum yang terlewatkan. Namun Mahmud tidak kehabisan akal untuk mensiasati ketinggalan tersebut, ya salah satunya dengan membuat kelopok belajar. 

Salah satu kakak kelasnya bernama Ahmad Hanafi memiliki saudara yang sekolah di SMP 1 gunung sari, dan konon adiknya tersebut salah satu siswa yang tergolong cerdas di sekolahnya. Dia masuk siswa 3 besar prolehan hasil belajar di sekolah bergengsi itu. Mahmud memiliki inisiatif yang cemerlang, ketinggalan pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia dan pelajaran lainnya selama belajar di Tsanawiyah bukan berarti harus diratapi dengan penyesalan, tapi harus dihadapi dengan optimis dan perjuangan.

Tidak perlu menyalahkan lembaga, kepala sekolah, guru atau siapapun yang bertanggung jawab di sekolah tersebut, yang pasti EBTANAS makin dekat dan persiapan harus maksimal. Mahmud mencoba melakukan kontak dengan gadis itu, namanya Zahra Bilbina. Mahmud bersilaturrohim ke rumah Ahmad Hanafi dan berkenalan dengan gadis berparas ayu itu.

Keakraban mulai terjalin meskipun baru pertama bertemu, Mahmud dengan rendah hati minta diajarkan untuk menyelesaikan soal-soal yang ia rasakan agak sulit memecahkannya. Zahra Bilbina tidak sendiri, ia  mengundang teman-temannya yang juga sangat menonjol di sekolahnya di antaranya Sheiza Ayu peringkat pertama dan Shaila Ghifa peringkat ke-3, sementara Zahra Bilbina sendiri peringkat ke-2, wah ini berkah bagi Mahmud. Bisa berdiskusi dengan tema-teman baru yang sangat cerdas itu.

Diskusi pertama berjalan dengan lancar dan banyak sekali soal-soal yang tadinya Mahmud rasakan sulit jadi mudah ia pecahkan. Di sela-sela diskusi hari ke-2, Bilbina, Sheiza dan Ghifa serta Mahmud terlibat percakapan mengenai sekolah mereka. Bilbina menanyakan mengapa Mahmud begitu antusias belajar bareng seperti ini. ia memulai kalimatnya

“Mahmud… di sekolah kamu proses belajar-mengajarnya gimana”?

Mahmud menjawab dengan apa adanya “Alhamdulillah, lancar dan seperti biasa layaknya di sekolah lain, cuman sekolah kami lebih fokus pada pelajaran agama ketimbang pelajaran umum. Saya meminta bantuan kalian mengajarkan saya karena saya merasa sangat ketinggalan dengan pelajaran Matematika dan IPA. Saya sangat bersyukur karena teman-teman mau meluangkan waktu untuk mengajar saya”

Lalu Sheiza penasaran “emang kenapa Mahmud merasa ketinggalan dengan pelajaran matematika dan IPA celetuknya?”

“Ya karena terus terang kami belajar matematika selama kurang lebih tiga tahun ini kurang sekali, materinya tidak tuntas, bisa dibayangkan sama teman-teman apa yang bisa dilakukan jika pertemuan tatap muka tidak sering dan pelajaran tidak tuntas. Alasannya guru matematika kami sibuk dengan urusan luar, kalaupun sempat datang mengajar kami namun pelajaran itu tidak sesuai dengan apa yang keluar di soal-soal ujian, cukup sedih kami sebagai siswa, tapi kami tetap semangat Alhamdulillah.. Bilbina, Sheiza dan Ghifa manggut-manggut.

“emm…kalau pelajaran IPA … kenapa Mahmud merasa masih kurang”?

“Yaa.. karena saya merasakan pelajaran yang disampaikan ke kami tidak sesuai dengan kurikulum yang semestinya, sehingga di waktu ujian kami merasa kesulitan menyelesaikan soal”.

“Ooo gitu..” Ghifa terheran heran…

“Kalau pelajaran agama gimana?” kembali Bilbina nyeletuk…

“Alhamdulillah, kalau pelajaran agama sih, di samping guru-guru kami rajin, mereka menerangkan juga dengan sangat cakap, gampang bagi kami untuk mengerti, sehingga cukuplah kalau ilmu agama…” demikian Mahmud menerangkan…

“Kalau disekolah kalian gimana? Mahmud menggali pengalaman mengenai proses belajar di SMP 1 yang menjadi debutan itu… entahlah betapa anak-anak sangat kerangjingan ingin masuk kesekolah tersebut…

“Sheiza… sebenarnya sama aja katanya memulai, cuman memang di sekolah kami guru-guru kami sangat disiplin sehingga jarang ada guru yang absen kecuali dengan alasan yang sangat urgen semisal sakit, melahirkan dan lainnya”
Masya Allah indah ya kalau tidak ada waktu yang terbuang…”sambung Mahmud memuji

“eh..ngobrolnya udah dulu ni masih banyak soal yang belum kita selesaikan.. celetuk Ghifa…”

Ok… “kita mulai lagi sambung Bilbina…”

Kemudian mereka mulai tenggelam dalam pembahasan rumus matematika dari yang gampang hingga soal yang paling terasa berat. Atas kecakapan Sheiza, Bilbina dan Ghifa semua soal yang dikerjakan menemukan jawaban terang. Tak terasa diskusi itu berjalan sudah hampir seminggu. soal yang telah selesai dibahas sudah seambreg jumlahnya dari soal kelas satu hingga kelas tiga.

Bilbina, Sheiza dan Ghifa sangat senang dengan adanya diskusi tersebut. sebelumnya mereka tidak pernah mengadakan belajar bareng, kalaupun mereka orang-orang yang otaknya brilian namun ternyata belajar bareng itu memberikan manfaat yang amat besar bagi kembalinya memori mereka terkait dengan pelajaran matematika dan IPA. Mereka tidak pernah berfikir menyimpan dan mengoleksi soal-soal dari kelas satu sampai kelas tiga seperti yang Mahmud lakukan. Merekapun berterima kasih atas inisiatif Mahmud yang telah memperakarsai belajar bareng itu.

Sementara Mahmud tidak pernah merasa malu atas ketidak mampuannya menyelesaikan soal-soal yang dibahas, Mahmud juga tidak risih bertanya kepada tiga dara cantik yang cerdas itu. Mahmud terus menggali dan mengikuti penjelasan Bilbina Sheiza dan Ghifa mengenai cara penyelesaian setiap soal yang ia rasakan berat karena belum pernah diajarkan di sekolahnya. Ya begitulah Mahmud, semangat belajarnya patut ditiru, kegigihannya dalam mencari ilmu telah terbukti sejak pertama kali masuk sekolah dasar. Ia anak yang pantang menyerah dalam segala urusan, ia yakin dan percaya bahwa setiap masalah pasti ada solusinya. Itulah yang mendorong dirinya untuk terus melakukan sesuatu dengan totalitas.

Menghadapi EBTANAS adalah perkara serius yang juga harus dihadapi dengan persiapan serius. ibarat orang mau mendaki gunung, maka segala perlengkapan harus disiapkan. Tidak ada kata santai apalagi berleha leha. Maka cara yang paling ringan dengan cost yang sangat murah, idalah mengajak teman yang cerdas untuk berbagi ilmu bersama kita, bukan masuk bimbel dengan biaya mahal dan justru akhirnya melakukan pemborosan. Bukankah disekeliling kita banyak orang cerdas yang ingin berbagi ilmu namun ia tidak tau kemana ia harus berbagi, nah itulah yang dilakukan oleh Mahmud. Ia berusaha melakukan trobosan yang orang lain tidak melakukannya dan apabila seseorang telah berjuang dengan usaha maksimal, maka Allah akan memberikan jalan keluar, insya Allah.. benar begitu kawan…?

Setelah satu minggu belajar bersama, semua soal habis dilahap dan Mahmud anak yang memiliki daya tangkap sangat cepat. Sekali mendapatkan penjelasan, ia dengan cepat menangkap dan paham. Bilbina, Sheiza dan Ghifa mengakui dan sangat mengagumi anak genius tersebut.

Di hari terakhir belajar bersama mereka, Mahmud mengucapkan terimakasih atas bantuan ketiganya dalam membimbing dan mengajarkan ilmu kepadanya. Semua itu ia lakukan atas dasar cinta kepada Allah dan ingin membahagiakan orang tuanya. 
“saya ucapkan terimakasih banyak atas bantuan kalian semua, saya tidak mampu membalas kecuali dengan do’a semoga kalian diberikan kemudahan dalam setiap urusan kalian karena kalian telah memudahkan saudara kalian yang bernama Mahmud ini dalam menyelesaikan masalahnya. Jika tidak ada kalian saya tidak tau apa yang harus saya lakukan untuk mengatasi krisis pengetahuan pada diri saya kata Mahmud penuh rendah hati
  
“Kami juga mengucapkan terimakasih kepada saudara Mahmud yang telah mengajak kami belajar bareng di kesempatan satu minggu ini” sahut Bilbina

“Ya kami bertiga mengucapkan selamat menempuh EBTANAS Mahmud, semoga dipermudah oleh Allah…” Ghifa mendo’akan 
“Insya Allah jawab Mahmud sembari memberi pesan jangan lupa senantiasa tahajjud dan berdo’a semoga Allah memudahkan kita dalam ujian nasional ini”

“Amiiin…” Bilbina, Sheiza dan Ghifa mengamini.. 

Hari itu mereka berpisah untuk menyiapkan diri baik secara mental maupun fisik karena ketenangan sangat penting untuk menghadapi EBTANAS. Kekuatan iman, penyerahan diri kepada Allah sangat dibuthkan karena EBTANAS menentukan kelulusan. Banyak orang yang gagal dalam ujian, karena imannya tidak kuat, dia berusaha bunuh diri dengan minum racun tikus, gantung diri, atau melakukan hal konyol lainnya. Karena itu dalam menghadapi ujian nasional ini selayaknya seluruh siswa di samping mempersiapkan diri secara intlektual, mereka juga mempersiapkan secara fisik,  mental dan spiritual agar ketika menghadapi kegagalan mereka tidak melakukan hal-hal yang tidak baik. 

Lebih baru Lebih lama

Iklan

Iklan

Formulir Kontak