TendaBesar.Com - Jakarta - Diketahui bahwa presidential threshold (PT) yang tinggi mengangkangi kesempatan anak-anak bangsa yang memiliki potensi besar menjadi kandidat presiden terhambat. Hal itu disuarakan oleh Partai Gelombarg Rakyat (Gelora) Indonesia, partai baru yang mengangkat tagline “Menjadikan Indonesia Menjadi Kekuatan Ke lima Besar Dunia” itu.
Fahri Hamzah (FH) dalam acara Ngopi Bareng Gelora 'Ngobrol Politik soal Republik' di Bogor, Kamis 2 Desember 2021 petang mengatakan sumber potensi kepemimpinan dengan berbagai keberagaman, harus bisa digali, terutama dari daerah.
"Untuk itu, aturan presidential threshold 20 persen harus dihapuskan karena menghambat putra-putri daerah maju menjadi calon presiden. Putra putri bangsa ini harusnya difasilitasi untuk tampil ke kancah nasional sebagai Presiden Republik Indonesia mendatang," kata Fahri, seperti dilansir tendabesar.com (2/12/2021)
Jauh hari sebelumnya, tepatnya tiga bulan lalu, Refli Harun di kanal YouTube-nya “Refli Harun” menyerukan kepada masyarakat untuk menolak presidential thereshold. Refli mengunggah pendapatnya di kanal yutube miliknya dengan judul SAYA REFLY HARUN, SAYA TOLAK PRESIDENTIAL THRESHOLD! AYO BERGABUNG!!
Kali ini partai oposisi yang konsisten “Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga menyerukan hal yang sama. PKS menyerukan agar presidential threshold itu dibuat se rendah-rendahnya. PKS tidak menggunakan diksi nol persen tapi menggunakan kata rendah. “presidential threshold rendah”
Hal itu disampaikan Ketua Departemen Politik DPP, PKS Nabil Ahmad Fauzi. Nabil tidak sependapat bila presidential threshold (PT) tinggi semerta memperkuat sistem presidensial.
Hal itu dia sampaikan berdasarkan bukti pilpres 2014 dan 2019. Menurut Nabil, Pilpres 2014 dan 2019 membuktikan bahwa pemerintahan yang berkuasa tetap membangun koalisi semakin besar pascapilpres. Tidak cukup pada pra pilpres tapi pasca pilpres malah membangun koalisi lebih besar, lebih gemuk.
"Kami melihat ada paradoks antara tujuan PT yang tinggi untuk memperkuat sistem presidensial dengan realitas politiknya. Pilpres 2014 dan 2019 membuktikan bahwa pemerintahan yang menang dan berkuasa tetap saja membangun koalisi yang semakin besar pasca Pilpres," papar Nabil melalui pesan tertulisnya kepada awak media, Kamis (16/12/2021), seperti dikutip merdeka.com
Nabil menganggap PT 0 persen atau maksimal 10 persen itu sama saja tidak mempengaruhi kualitas system presidential di negeri ini. Pemenang pilpres akan tetap membangun koalisi yang lebih besar dari koalisi ketika Pilpres. Hal itu dipengaruhi adanya perbedaan kebutuhan mendasar antara koalisi untuk memenangkan pilpres dengan koalisi untuk menjalankan pemerintahan.
"Oleh karena itu PKS lebih melihat bahwa PT yang rendah jauh lebih utama bagi berfungsinya peran parpol sebagai wadah kaderisasi kepemimpinan nasional serta mencegah parpol hanya sekedar menjadi perahu politik semata," beber Nabil.
Nabil menyatakan bahwa PKS tidak sependapat presidential threshold di atas 10 persen sebab partainya ingin banyak tokoh nasional berkualitas yang ikut berlaga pada Pilpres 2024.
"Problemnya adalah banyak hambatan untuk membuka pintu kepemimpinan nasional tersebut, yang salah satunya adalah penerapan angka Presidential Treshold (PT) yang terlalu tinggi di Indonesia," pungkas Nabil.