Mengenal Gadai Syar'ah Dan Prakteknya Di Lembaga Penggadaian Syari'ah


Oleh: Furqonul Haq, M.E.I
Dosen UIN Sunan Kalijaga
Alumni Megister Ekonomi Syari'ah Univ. Ibn Khaldun  Bogor

TendaBesar.Com - Opini - Sebelum membahas tentang pengertian pegadaian syariah, alangkah baiknya jika dibahas tentang pengertian gadai dan pegadaian terlebih dahulu. 

Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang yang berhutang atau oleh orang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si yang berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya-biaya apa saja yang harus didahulukan. 
 
Gadai dalam tata bahasa Arab dikenal dengan istilah rahn. Secara istilah, rahn yaitu menjadikan suatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan utang atau sebagai jaminan utang, dengan adanya benda yang menjadi tanggungan itu maka sebagian atau bahkan seluruh utang dapat dilunasi.  

Rahn adalah suatu produk jasa gadai yang belandaskan pada prinsip-prinsip syariah, dimana nasabah hanya dibebani terhadap biaya adminstrasi dan biaya dalam jasa simpan tersebut dan pemeliharaan barang jaminan (ijarah).
 
Pegadaian adalah lembaga keuangan milik pemerintah dalam kegiatannya untuk menjalankan suatu usaha dengan prinsip gadai atau suatu badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.  

Pegadaian Syariah adalah suatu lembaga keuangan non bank (LKNB) yang menyediakan fasilitas pembiayaan dengan jaminan barang-barang tertentu, yang dalam menjalankan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Pegadaian Syariah yang hadir di Indonesia adalah suatu Unit Layanan Gadai Syariah yang menginduk kepada Perum Pegadaian.

Sejarah Pegadaian Syariah

Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000  yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. 

Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003  tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. 

Berkat Rahmat Allah SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah  sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah. 

Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian.

ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian Syariah pertama kali berdiri  di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah ( ULGS) Cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003. 

Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta di tahun yang sama hingga September 2003. Masih di tahun yang sama pula, 4 Kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi menjadi Pegadaian Syariah. Hingga sekarang hampir di seluruh kota besar di Indonesia terdapat Pegadaian Syariah.

Ketentuan Hukum Gadai Syariah

Transaksi gadai menurut syariah haruslah memenuhi rukun dan syarat tertentu, yaitu:
 
Rukun gadai: 

Adanya ijab dan kabul; adanya pihak yang berakad (‘aqid), yaitu pihak yang menggadaikan (rahn) dan yang menerima gadai (murtahin); adanya jaminan (marhun) berupa barang atau harta; adanya utang (marhun bih).

Syarat sah gadai:
 
-Rahn dan murtahin dengan syarat-syarat: kemampuan, juga berarti kelayakan seseorang untuk melakukan transaksi pemilikan. setiap orang yang sah melakukan jual beli, sah melakukan gadai.
-Sighat dengan syarat tidak boleh terkait dengan masa yang akan datang dan syarat-syarat tertentu.
-Utang (marhun bih) dengan syarat harus merupakan hak yang wajib diberikan atau diserahkan kepada pemiliknya, memungkinkan permanfaaatannya, bila sesuatu yang menjadi utang itu tidak bisa dimanfaatkan maka tidak sah, utang harus dikuantifikasi atau dapat dihitung jumlahnya, bila tidak dapat diukur atau tidak dikuantifikasi maka rahn itu tidak sah. 
-Barang (marhun) dengan syarat harus bisa diperjualbelikan, harus berupa harta yang bernilai, marhun harus bisa dimanfaatkan secara syariah, harus diketahui keadaan fisiknya, harus dimiliki oleh  rahn.

Catatan:

-Orang yang bertransaksi gadai harus ahli tabarru’ (bukan anak kecil, orang gila, orang yang tidak mampu mengelola hartanya, dan bukan orang yang terpaksa.

-Bila barang yang digadaikan berada di tangan orang yang menerima gadaian, maka statusnya sebagai barang titipan. Pihak penerima titipan dapat membebabankan biaya kepada penitip sebagai biaya titipan. 

Di samping itu, menurut fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 bahwa gadai syariah harus memenuhi ketentuan umum sebagai berikut:

Pertama: Hukum

“Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan hutang dalam bentuk rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai mana ditetapkan.

Kedua: Ketentuan Umum

1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang) sampai semua hutang Rahin (yang menyerahkan barang/yang menggadaikan barang) dilunasi.

2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya, marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.

3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin, namun dapat dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin.

4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

5. Penjualan Marhun

a.Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk segera melunasi hutangnya.
b.Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.
c.Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar, serta biaya penjualan.
d.Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban Rahin.

Ketiga: Ketentuan Penutup

1.Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

2.Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Sedangkan gadai emas syariah, Fatwa DSN MUI No. 26/DSN-MUI/III/2002 bahwa gadai syariah harus memenuhi ketentuan umum sebagai berikut:

1. Rahnemas dibolehkan berdasarkan prinsip rahn.
2.Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhun) ditanggung oleh penggadai (Rahin).
3.Ongkos sebagaimana dimaksud ayat 2 besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan.
4.Biaya penyimpanan barang (marhun) dilakukan berdasarkan akad Ijarah.

Landasan Syariah Pegadaian Syariah

Landasan al Qur’an surat 2, Albaqoroh:283 

Artinya:

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang*(oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 283).

*Barang tanggungan (borg) itu diadakan bila satu sama lain tidak percaya mempercayai.

Pada ayat di atas terdapat lafadz farihaanun maqbuudhatun yang berarti “maka (ada) barang tanggungan yang dipegang”. Ayat ini menjelaskan pelaksanaan pemberian barang tanggungan/jaminan atas transaksi yang tidak tunai. Barang jaminan sangat berkaitan erat dengan rahn, sehingga ayat ini mutlak menjadi dalil tentang kebolehan pelaksanaan rahn (gadai syariah).

Sedangkan dalil lain mengenai kebolehan pelaksanaan gadai adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Nasa’i, dan Ibnu Majah dari Anas RA, ia berkata, “Rasulullah SAW menggadaikan baju besi kepada seorang yahudi di Madinah dan beliau mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau.” Hadits di atas menunjukkan bahwa gadai boleh dilaksanakan asal sesuai dengan prinsip syariah.

Akad Rahn Di Pegadaian Syariah

Sesuai dengan landasan konsep rahn, pada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan di atas dua akad transaksi syariah, yaitu:
 
1.Akad Rahn

Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian Syariah menahan barang bergerak sebagai jamainan atas uang nasabah.

2.Akad Ijarah

Akad Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian Syariah untuk menarik sewa atas penyimapanan barang milik nasabah yang telah melakukan akad.

Perbedaan Gadai Syariah (Rahn) dan Gadai Biasa

Perbedaan gadai syariah dan gadai dapat dilihat pada tabel berikut:

Gadai Syariah Gadai

• Dilakukan secara sukarela atas dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan.
•Berlaku pada seluruh benda/harta, baik benda/harta yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
•Tidak ada istilah bunga uang.
•Dilaksanakan melalui suatu lembaga, yang di Indonesia disebut Perum Pegadaian.


Gadai Biasa

•Disamping berprinsip tolong menolong, juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal yang ditetapkan.
•Berlaku hanya pada benda atau harta yang bergerak.
•Mengenal istilah bunga uang.
•Dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga.


Mekanisme Produk Gadai Syariah di Pegadaian Syariah
 
1.Produk Gadai (Ar-Rahn)

Untuk mengajukan permohonan permintaan gadai Ar-Rahn, calon nasabah harus terlebih dahulu memenuhi ketentuan berikut :

a.Membawa fotokopi KTP atau identitas lainnya (SIM, Paspor, dan lain-lain)
b.Mengisi formulir permintaan rahn
c.Menyerahkan barang jaminan (marhun) bergerak, seperti :

.Perhiasan emas, berlian.
.Kendaraan bermotor
.Barang-barang elektronik.

Selanjutnya, prosedur pemberian pinjaman (marhun bih) dilakukan melalui tahapan berikut :

a.Nasabah mengisi formulir permintaan rahn
b.Nasabah menyerahkan formulir permintaan yang difotokopi; identitas serta barang jaminan ke loket.
c.Petugas pegadaian menaksir (marhun) agunan yang diserahkan.
d.Besarnya pinjaman/marhun bih adalah sebesar 90% dari taksiran marhun.
e.Apabila disepakati besarnya pinjaman, nasabah menandatangani akad dan menerima uang pinjaman.


Produk ARRUM

ARRUM merupaka singkatan dari Ar-Rahn untuk Usaha Mikro Kecil yang merupakan pembiayaan bagi para pengusaha mikro kecil untuk pengembangan usaha dengan berprinsip syariah. Produk ini memiliki beberapa keunggulan, yaitu:

a.Persyaratan yang mudah, proses yang cepat (± 3 hari), serta biaya-biaya yang kompetitif dan murah.
b.Jangka waktu pembiayaan yang fleksibel, mulai dari 12 bulan, 18 bulan, 24 bulan, hingga 36 bulan.
c.Jaminan berupa kendaraaan BPKB kendaraan bermotor (mobil/motor) sehingga fisik kendaraan tetap berada di tangan nasabah untuk kebutuhan operasional usaha.
d.Nilai pembiayaan dapat mencapai hingga 70% dari nilai taksiran agunan.
e.Pelunasan dilakukan secara angsuran tiap bulan dengan jumlah tetap.
f.Pelunasan dapat dilakukan sekaligus sewaktu-waktu dengan pemberian diskon ijarah.
g.Didukung oleh staf yang berpengalaman, ramah, dan santun dalam memberi pelayanan.

Untuk memperoleh pembiayaan melalui produk ARRUM ini, calon nasabah harus memenuhi beberapa persyaratan:

a.Calon nasabah merupakan pengusaha mikro kecil di mana usahanya telah berjalan minimal 1 tahun.
b.Memiliki kendaraan bermotor (mobil/motor) sebagai agunan pembiayaan.
c.Calon nasabah harus melampirkan :

•Fotokopi KTP dan kartu keluarga.
•Fotokopi KTP suami/isteri.
•Fotokopi surat nikah.
•Fotokopi dokumen usaha yang sah (bagi pengusaha informal cukup menyerahkan surat keterangan usaha dari kelurahan atau dinas terkait).
•Asli BPKB kendaraan bermotor.
•Fotokopi rekening koran/tabungan (jika ada).
•Fotokopi pembayaran listrik atau telepon.
•Fotokopi pembayaran PBB.
•Fotokopi laporan keuangan usaha.

d.Memenuhi kriteria kelayakan usaha.

Apabila persyaratan di atas telah terpenuhi, maka proses memperoleh pembiayaan ARRUM selanjutnya dapat dilakukan dengan :

a.  Mengisi formulir aplikasi pembiayaan ARRUM.

b.Melampirkan dokumen-dokumen usaha, agunan, serta dokumen   pendukung lainnya yang terkait.
c.Petugas pegadaian memeriksa keabsahan dokumen-dokumen yang dialmpirkan.
d.Petugas pegadaian melakukan survei analisis kelayakan usaha serta menaksir agunan.
e.Penandatanganan akad pembiayaan.
f.Pencairan pembiayaan.

Produk Amanah

Amanah merupakan skema penberian pembiayaan kepada masyarakat yang berpenghasilan tetap guna memiliki motor atau mobil. Pembiayaan ini diberikan dalam jangka waktu tertentu yang pengembaliannya dilakukan secara angsuran. Produk ini memiliki beberapa keunggulan, yaitu:

a.Pembiayaan melalui skema syariah.
b.Persyaratan yang mudah.
c.Biaya kompetitif dan murah.
d.Kendaraan idaman dapat langsung digunakan.
e.Jaminannya BPKB.
f.Pembiayaan mulai dari Rp. 5 juta.
g.Jangka waktu pembiayaan yang fleksibel, mulai dari 12 bulan, 24 bulan, hingga 36 bulan.

Untuk memperoleh pembiayaan melalui produk Amanah ini, calon nasabah harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a.Calon nasabah adalah pegawai tetap pada suatu instansi/perusahaan dengan masa kerja minimal 2 tahun.
b.Mampunyai tempat tinggal tetap
c.Sanggup membayar uang muka yang ditetapkan berdasarkan jangka waktu pembiayaan dan biaya administrasi.
d.Calon nasabah mengajukan pembiayaan melalui bendaharawan gaji pada instansi/perusahaan tempatnya bekerja.

Untuk memperoleh pembiayaan melalui produk Amanah ini, calon nasabah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a.Copy kartu tanda pengenal di perusahaan yang bersangkutan.
b.Copy KTP (suami/istri jika sudah berkeluarga).
c.Copy kartu keluarga (KK).
d.Copy Surat Keputusan pengangkatan sebagai pegawai tetap (dilegalisir).
e.Asli daftar/slip gaji selama 2 bulan terakhir.
f.Surat rekomendasi atasan langsung.
g.Suarat kuasa pemotongan gaji/penghasilan.
h.Surat pernyataan kesediaan memotong gaji (oleh bendaharawan).
i.Copy pembayaran PBB terakhir (jika ada).
j.Mengisi dan menandatangani form pegadaian aplikasi Amanah. 

Opini Tentang Praktek Rahn Di Pegadaian Syariah

Sudah menjadi rahasia umum jika pelaksanaan syariah di setiap lembaga keuangan syariah di Indonesia belum secara menyeluruh. Hal ini juga terjadi pada praktek rahn di Pegadaian Syariah. 

Secara normatif pegadaian syariah sudah mengacu kepada aturan syariah, misalnya pegadaian syariah telah mengikuti aturan yang telah ditetapkan DSN dan karena memiliki DPS. 

Tetapi secara praktis, masih ada hal-hal yang bertentangan dengan aturan syariah. Misalnya, ketika seorang nasabah tidak dapat melunasi pembiayaan ketika jatuh tempo maka pegadaian syariah mengenakan denda terhadap nasabah tersebut. 

Hal ini memang boleh dilakukan apabila nasabah memang sengaja tidak mau membayar hutangnya ketika jatuh tempo, tapi yang menjadi permasalahan adalah ketika nasabah memang sungguh-sungguh tidak memiliki dana untuk melunasi hutangnya. Seharusnya pegadaian syariah memberikan perpanjangan waktu kepada nasabah untuk melunasi hutangnya karena hal itu adalah anjuran syariat, sehingga apabila hal itu dilaksanakan oleh pegadaian syariah maka motto “mengatasi masalah tanpa masalah” dapat murni terpenuhi.  

Lebih baru Lebih lama

Iklan

Iklan

Formulir Kontak