TendaBesar.Com - Jakarta - Polemik BPJS kesehatan belumlah usai, program unggulan pemerintah yang tadinya diperuntukkan untuk mengatasi masalah kesehatan rakyat justru menjadi bumerang.
Dalam kurun waktu 4 tahun terakhir BPJS meninggalkan masalah yang sangat krusial. Dalam masalah pelayanan kepada pasien oleh rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS seringkali dikeluhkan, usut punya usut penyebabnya adalah pemerintah menunggak bayaran triliunan kepada rumah sakit-rumah sakit yang menerima BPJS.
Wajar rumah sakit menolak pasien BPJS. Bagaimana mereka memenuhi cost oprational mereka apabila BPJS menunggak terus-menerus kepada rumah sakit.
Disinilah rumah sakit menjadi dilema. Antara mendahulukan sifat kemanusiaan dengan memikirkan biaya operasional. Sebab tidak mungkin rumah sakit menunggak biaya pegawai dan karyawannya.
Belumlah usai masalah BPJS kini pemerintah kembali menggunakan momen ketidak berdayaan masyarakat dengan mengeluarkan peraturan pemerintah (PP) nomor 25 tahun 2020 tentang tabungan perumahan rakyat (Tapera).
Pemerintah beralasan, bahwa Tapera adalah amanat undang-undang Nomor 4 Tahun 2016 yang diperuntukkan bagi Masyarakat Berpenghasilan rendah (MBR), namun hal ini sangat kontra produktif dengan apa yang sedang dialami rakyat saat ini.
Peraturan Pemerintah tentang Tapera yang ditandatangani oleh presiden Jokowi Pada 20 Mei 2020 tersebut menjadi landasan beroprasinya Badan Pengelola Tabungan Rakyat (BP Tapera)
Diketahui kebijakan Tapera adalah program penyediaan perumahan rakyat dengan model gotong rorong sesuai konstitusi. Artinya dalam proses penyedian perumahan, bakal ada rakyat yang mendapatkan rumah lebih dahulu ada pula yang belakangan.
Hal inilah yang menjadi kritik dan sorotan tajam masyarakat. Program Tapera tak ubahnya seperti bisbis Multi Level Marketing (MLM) dimana terdapat duplikasi manfaat di dalamnya.
Juru bicara Presiden, Fajdroel Rachman mengatakan bahwa Tapera adalah bentuk komitmen pemerintah memebrikan jaminan kepada rakyat berpenghasilan rendah supaya biasa memiliki rumah. Sebab selama ini masyarakat berpenghasilan rendah dihadapkan oleh berbagai persyaratan yang rumit.
"Kebijakan tersebut merupakan manipestasi komitmen Presiden Jokowi terhadap kebutuhan dasar rakyat Indonesia, yaitu kebutuhan papan", kata Fajdroel.
Berbeda dengan Fajdroel, anggota komisi V DPR Irwan Pecho, mengatakan bahwa kebijakan pemerintah mengenai tabungan Tapera itu diambil karena penanganan ekonomi yang gagal. Negara terancam bangkrut, akhirnya masyarakat yang dikorbankan.
"Ini kenapa tiba-tiba pemerintah megeluarkan kebijakan PP pemotongan gaji 3% untuk iuran Tapera bagi PNS, ASN, TNI, Polri dan nantinya termasuk pekrja swasta. Ini kan nyari dunit nih, pemerintah nyari duit nih, enggak ada uangnya", papar Irwan, selasa (9/6/2020)
Politisi Partai Demokrat tersebut menilai program pro rakyat terkait dengan perumahan rakyat di jaman SBY sudah dilakukan.
Oleh karennya ia menyesalkan jika pemerintah saat ini mengambil dari rakyat.
"Program penyediaan rumah layak huni yang nyaman itu tanggung jawab pemerintah, itu sudah dilakukan termasuk zaman SBY. Program pro rakyat itu sudah ada, jadi kalo untuk rakyat, jangan mengambil uang rakyat, apapun itu namanya, tabungan atau apalah, jangan begitulah, ini uang haji dipake, uang itu dipake", tutupnya kesal.
Entahlah apa yang dipikirkan oleh pemerintah saat ini, hampir semua persoalan, ujung-ujung penyelesaiannya dibebankan kepada rakyat. Rakyat sudah cukup menderita, kini dibuat lebih menderita. Kapan pemimpin sekelas Umar Bin Abdul Aziz hadir di negeri ini? Kita tunggu saatnya bakal tiba. (erf/tendabesar)