Oleh: Shobri, M.E.I
TendaBesar.Com - Opini - Empat belas (14) abad yang silam Allah memperingatkan manusia agar berhati-hati dengan anaknya. Sebagai makhluk Allah yang dititipkan amanah maka sejatinya manusia memperhatikan segala bentuk arahan Allah dalam melakukan pengasuhan terhadap anak keturunannya. Allah memperingatkan dalam firman-Nya dalam Q.S. 64, At Taghabun: 14
Artinya: Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S.64, At Taghabun: 14)
Pada ayat ini Allah menyebut istri dan anak-anakmu sebagai musuh bagimu, adalah warning kepada para ayah yang bertanggung jawab penuh terhadap baik buruk keluarganya. Mufassir mengatakan yang dimaksud dengan musuh adalah “kadang-kadang isteri atau anak dapat menjerumuskan suami atau ayahnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan agama”.
Pada ayat yang lain Allah juga menyebut harta dan anak-anak sebagai ujian bagi seseorang. Allah berfirman dalam Q.S. 8, Al Anfal: 28 yang berbunyi:
Artinya: Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (Q.S. 8, Al Anfal: 28)
Potongan ayat ini mengisyaratkan kepada manusia bahwa harta dan anak adalah titipan yang harus dijaga. Keduanya merupakan ujian bagi pemiliknya dan apakah dia pemilik tersebut mampu memelihara dengan baik sesuai dengan kehendak sang pemberi amanah atau sebaliknya.
Adapun pada artikel ini pembahasan akan lebih fokus pada keberadaan anak sebagai ujian bagi orang tuanya sekaligus mnegoreksi kesalahan-kesalahan orang tua dalam pola asuh putra-putrinya. Rasulullah menyampaikan bahwa setiap anak lahir dalam keadaan fitrah, suci, bersih dan bertauhid kepada Allah. Namun terkadang pola asuh orang tua yang membuat anaknya menjadi sosok yang jauh dari tuntunan syari’ah yang dikehendaki oleh Allah subhanahu wata’ala.
Rasulullah bersabda yang berbunyi;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ: " كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Artinya; dari Abu Hurairoh RA, Ia berkata Rasulullah bersabda” setiap anak lahir dalam keadaan fithrah, namun kedua orang tuanyalah yang menyebabkan dia tumbuh menjadi Yahudi, Nasroni ataupun Majusi” (H.R. Bukhari)
Ayat dan hadits di atas sekali lagi adalah bentuk warning dari Allah dan Rasulnya agar para orang tua benar-benar berhati-hati dalam mengasuh anak mereka, sebab jika pola asuh yang dilakukan salah maka anakpun akan tumbuh dengan cara yang salah pula.
Ada beberapa koreksi yang perlu disampaikan kepada orang tua berkaitan dengan pola asuh terhadap putra-putri mereka antara lain;
Pertama, Mengabaikan Pendidikan Agama.
Para misionaris barat telah bekerja keras memisahkan antara ilmu pengetahuan dan agama, mereka berhasil menanamkan dogma bahwa ilmu agama berbeda dengan sains. Ilmu agama dan penerapannya bersifat private, sementara sains dan penerapannya bersifat sosial. Kini model pendidikan sekuler telah menjadi kiblat negeri ini dalam sistem pendidikannya dan telah berdampak besar pada pola asuh keluarga yang juga makin skuler. Ini adalah bencana umat yang amat dahsyat.
Para misionaris menaruh racun yang sangat ganas dalam madu yang mereka sungguhkan, dimana mereka melakukan propaganda dengan mengatakan bahwa dalam politik, ekonomi, budaya, psikologi dan ilmu keduniaan lainnya tidak boleh ada campur tangan agama di dalamnya, sebab akan menghambat kemajuan berfikir, mengekang kebebasan berekspresi, dan dapat menyebabkan clash social.
Dogma ini cukup berhasil dan tidak sedikit kaum muslimin yang terprovokasi dengan racun semacam ini, akibatnya banyak orang tua yang lebih takut anaknya tidak lulus pelajaran matematika dari pada tidak bisa membaca Al Qur’an. Tak terhitung jumlah orang tua yang lebih khawatir anaknya tidak lulus ujian nasional ketimbang khawatir anaknya tidak bisa shalat lima waktu. Padahal jika kita melihat segudang hadits yang disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, sungguh sangat merugi seseorang yang mengaku beriman dan melewatkan satu saja shalat dalam hidupnya.
Di antara hadits tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, yang berbunyi;
عن نَوْفلِ بن معاويةَ، قال: سمعتُ رسول الله يقول: " مَن فاتَتْهُ الصلاةُ، فكأَنما وُتِرَ أَهْلَه ومالَه
Artinya; dari Naufal Bin Mu’awiyah ia berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda “ Barang siapa yang terlewatkan olehnya satu shalat saja (dalam riwayat yang lain shalat asar) maka sejatinya ia telah kehilangan seluruh keluarga dan hartanya” (H.R. Ahmad)
Berdasarkan hadits ini semestinya para orang tua jauh lebih khawatir jika anak-anak mereka tidak mampu menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai hamba kepada Rabbnya yakni shalat lima waktu.
Diakui atau tidak setiap orang tua apabila ditanya keinginan mereka terhadap anak-anak mereka, jawabannya pasti menginginkan anak yang baik, dan berakhlak mulia, bahkan bisa jadi yang terucap baik secara sadar atau tidak dari lidah-lidah mereka adalah do’a agar anak mereka menjadi anak yang shalih dan shalihah.
Tapi di sisi lain mereka tidak berusaha dengan maksimal agar anak mereka benar-benar menjadi anak yang baik, berbudi pekerti mulai serta shalih-shalihah. Buktinya mereka membiarkan anak mereka besar dengan bimbingan lingkungan, tidak peduli anak mereka paham agama atau tidak yang penting setelah besar anaknya bisa bekerja cari uang dan menghidupi keluarga. Tidak perlu diketahui jenis pekerjaannya halal atau haram, yang penting ketika pulang ada harta yang digenggam.
Abainya orang tua terhadap pendidikan agama makin terasa akibanya, dengan lahirnya berbagai dekadensi moral yang menyeruak, perzinahan, pencabulan, pemerkosaan, tawuran, narkoba, pembunuhan dan berbagai penyakit masyarakat lainnya makin hari makin ramai menghiasi pemberitaan media. Jika tahun 80-an Roma Irama pernah menyebut dunia ini makin edan, maka saat ini dunia sudah tidak lagi mampu dikategorikan apakah makin edan, makin saraf atau sudah gila kelas kakap.
Akibat rusaknya moral sebagian besar masyarakat saat ini, maka muncullah berbagai penyakit berat yang tergolong aneh dan makin memperkuat bahwa betapa sistem pendidikan skuler yang mengesampingkan peran agama dalam setiap tindakan, telah mengundang murka Allah Azza Wajalla. Mari kita renungi hadits berikut ini:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، قَالَ: أَقْبَلَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ فَقَالَ: " يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ، خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ، وَأَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ، لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ، حَتَّى يُعْلِنُوا، بِهَا إِلَّا فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ، الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمُ الَّذِينَ مَضَوْا، وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ، إِلَّا أُخِذُوا بِالسِّنِينَ، وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ، وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ، وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ، وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللَّهِ، وَعَهْدَ رَسُولِهِ إِلَّا سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ، فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ، وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ "
Artinya: “Wahai kaum muhajirin, ada 5 hal yang jika kalian terjatuh ke dalamnya dan aku berlindung kepada Allah agar kalian tidak menjumpainya yaitu:
- Tidaklah marak perzinahan di suatu kaum, dilakukan secara terang terangan kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka wabah penyakit yang aneh-aneh dan belum pernah menjangkiti kaum-kaum sebelumnya
- Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan dalam jual beli kecuali akan ditimpakan kepada mereka panceklik, kerasnya kehidupan dan dipimpin oleh penguasa zalim
- Tidaklah mereka menahan zakat harta mereka kecuali akan terjadi kemarau panjang dan sekiranya tidak ada hewan-hewan, maka tidak akan pernah diturunkan hujan untuk mereka.
- Tidaklah mereka melanggar perjanjian mereka dengan Allah dan Rosul-Nya kecuali Allah akan menjadikan musuh mereka kalangan orang kafir berkuasa atas mereka, lalu musuh tersebut mengambil apa yang mereka miliki
- Selama pemimpin mereka tidak bertahkim (berhukum) dengan hukum Allah (kitabullah) dan tidak mengambil syari’at islam sebagai landasan, maka Allah akan menjadikan permusuhan di antara mereka. (H.R. Ibnu Majah)
Korelasi hadits di atas dengan kondisi saat ini sangat kentara. Maraknya perzinahan baik dari kalangan dewasa, remaja bahkan anak yang tergolong bau kencur sekalipun sejalan lurus dengan timbulnya berbagai penyakit aneh yang semakin hari semakin nyata dan tidak terdeteksi obatnya.
Maraknya para pedagang yang mengurangi timbangan telah memberikan sumbangsih terhadap timbulnya panceklik berkepanjangan. Mungkin secara akal, logika manusia tidak mampu menagkap korelasi antara mengurangi timbangan dengan pancekliknya bahan makanan, namun kini hampir semua situasi dan kondisi ini telah terbukti di depan mata kita semua.
Terjadinya pengkhianatan masal dari umat manusia kepada Allah terkait dengan janji yang telah diucapkan saat berada dalam Rahim ibu yakni senantiasa berpegang teguh pada hukum Allah, taat pada perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya telah memunculkan berbagai tragedi kemmanusian dimana yang kuat memangsa yang lemah dan yang lemah dinistakan yang berkuasa. Terjadinya berbagai huru hara, perang antar negara, terjadinya perang saudara, tauran antar masa, dan berbagai tragedi pilu lainnya, seakan akal manusia telah mati sehingga menganggap sesama manusia bak musuh yang harus musnah tak tersisa.
Pertanyaannya apakah mala petaka ini disebabkan penomena alam belaka? Sejatinya sebagai orang yang berakal dan berfikir, wajib kita meyakini bahwa hadirnya penyakit penyakit aneh, timbulnya berbagai huru hara, semua itu disebabkan murka Allah SWT.
Kedua, Karena Alasan Cinta Orang Tua Memenuhi Segala Permintaan Anaknya.
Setiap orang tua pasti menyayangi anak-anaknya itu sunnatullah, sifat naluriah yang disebut cinta gharizhah dan tidak bisa dipungkiri. Tapi jika rasa sayang itu ditunjukkan dengan mengabulkan setiap keinginan anak, maka hal itu justru akan menjerumuskan anak di kemudian hari. Anak yang setiap keinginannya dipenuhi tanpa adanya usaha akan terbiasa dengan hidup mewah, berpoya dan pemborosan. Akibatnya hilang sifat zuhudnya, enyah sifat Qonaahnya, lenyap empatinya dan ini berbahaya bagi perkembangan anak kedepannya.
Kesalahan yang juga sering dilakukan oleh orang tua pada anaknya adalah enggan memberi teguran, peringan atau nasihat pada anaknya yang melakukan kemungkaran atau kesalahan. Alasan klasiknya “aah dia kan sudah besar sudah, sudah tau mana yang baik dan mana yang buruk, sudah bisa bertangung jawab atas setiap perbuatannya. Inilah kesalahan fatal yang dilakukan oleh kebanyakan orang tua.
Ibnul Qoyyim Al Jauzi rohimakumullah pernah berkata “ betapa banyak orang tua yang menyengsarakan anaknya di dunia dan diakhirat dengan tidak memperhatikan mereka, tidak mencegah mereka, bahkan menolong mereka untuk memuaskan nafsu syahwat mereka”. Suatu hari Rosulullah shallahu’alaihi wasallam pernah menasehati Ibnu Umar yang masih kecil dengan sabdanya;
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ بِمَنْكِبِي، فَقَالَ: " كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ، أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ
Artinya; Dari Abdulloh Ibnu Umar ia berkata Rosulullah pernah menasehatiku dengan bersabda “ jadilah kamu di dunia ini asing atau seperti orang dalam perjalanan..” (H.R. Bukhori)
Ketiga; Membiasakan Kepada Anak Tradisi-Tradisi Jahiliyah, dalam arti melakukan adat atau kebiasaan kebiasan yang bukan bersumber dari agama islam dan juga tidak sesuai dengan tuntunan syari’ah islam.
Adapun adat kebiasaan yang sering kali orang tua lakukan adalah perayaan hari lahir (ulang tahun), perayaan hari jadi pernikahan juga perayaan-perayaan lain yang tidak sesuai dengan tuntnan islam. Mungkin perayaan-perayaan seperti ini dianggap spele, tapi ketahwilah bahwa hal ini adalah rudal yang ditembakkan oleh para misionaris melalui perang pemikiran yang disebut ghozwul fikri.
Mereka para misionaris mempropagandakan bahwa perayaan-perayaan seperti ini adalah hal biasa yang tidak berdampak apa-apa, bahkan disisipkan jika itu adalah perbuatan baik yang bisa mendapatkan pahala karena berbagi dengan teman, tetangga dan lingkungan sekitar.
Perlu diketahwi bahwa perayaan-perayaan seperti itu erat kaitannya dengan persoalan aqidah. Perayaan ini biasanya dilakukan oleh orang-orang kafir dan kini ditiru oleh sebagian besar kaum muslim. Padahal hal semacam ini bertentangan dengan prinsip islam yang melarang melakukan tasyabbuh, sebagaimana hadits Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ "
Artinya; Dari Ibnu Umar ia berkata Rosulullah bersabda “ barangsiapa yang menyerupai perbuatan suatu kaum maka dia termasuk kaum tersebut” (H.R. Abu Dawud)
Kebiasaan lain dari tradisi jahiliyah adalah membiarkan putra-putri mereka berpacaran, bergaul bebas dengan lawan jenis yang bukan mahromnya, bahkan ada orang tua yang malu jika anaknya tidak punya pacar, takut tidak laku dan berbagai alasan yang menggelikan. Ketahwilah wahai ayah bunda jika anda sayang sama anak-anak remaja anda maka cegahlah mereka berpacaran, karena perbuatan itu perbuatan keji yang dimurkai oleh Allah. Perbuatan itu adalah jalan paling mulus menuju zina dan seks bebas.
Perintah untuk tidak berkhalwat (berdua-duaan) antara seorang pria dan wanita yang bukan mahramnya selama ini dipatuhi oleh seorang mukmin sebagai ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Namun jarang dari kita yang mengetahui alasan ilmiah di balik perintah itu. Kenapa hal tersebut dilarang dan dianggap berbahaya oleh syariat Islam?
Sebuah penelitian yang dipublis baru-baru ini membuktikan akan bahaya berkhalwat tersebut. Para peneliti di Universitas Valencia menegaskan bahwa seorang laki-laki yang berkhalwat dengan seorang wanita, menjadi daya tarik yang akan menyebabkan kenaikan sekresi hormon kortisol. Kortisol adalah hormon yang bertanggung jawab atas terjadinya penyakit stres dalam tubuh. Dalam penelitian itu dikatakan “meskipun subjek penelitian hanya sekedanr berpikir tentang wanita yang sendirian denganya dilakukan hanya dalam sebuah simulasi penelitian, tetap saja hal tersebut tidak mampu mencegah tubuh dari sekresi hormon tersebut. Cukuplah anda duduk selama lima menit dengan seorang wanita, maka anda akan memiliki proporsi tinggi dalam peningkatan hormon kortisol tersebut,” inilah temuan studi ilmiah baru-baru ini yang dimuat pada Daily Telegraph!
Ilmuwan tersebut mengatakan bahwa hormon kortisol sangat penting bagi tubuh dan berguna untuk kinerja tubuh secara keseluruhan, tetapi dengan syarat mampu meningkatkan proporsi yang rendah. Jika hormone tersebut meningkat dalam tubuh dan berulang terus, maka yang demikian dapat menyebabkan penyakit serius seperti penyakit jantung dan tekanan darah tinggi yang berakibat pada diabetes atau penyakit lainnya yang dapat meningkatkan nafsu seksual.
Hasil penelitian tersebut berkata bahwa stres yang tinggi hanya terjadi ketika seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita asing (bukan mahramnya), dan stres tersebut akan terus meningkat pada saat wanitanya memiliki daya tarik lebih besar. Namun berbeda ketika seorang pria bersama dengan wanita yang merupakan saudaranya atau saudara dekatnya atau ibunya, maka efek dari hormon kortisol trsebut tidak akan terjadi. Seperti halnya ketika pria duduk dengan seorang pria aneh atau peria gila, maka hormon ini tidak naik
Para peneliti mengatakan bahwa pria ketika ada perempuan asing di sisinya, dirinya akan membayangkan dan berkhayal bagaimana membangun hubungan dengan perempuan tersebut dan inilah yang dapat menghantarkan pengaruh jahat seperti keinginan untuk berhubungan secara paksa (melakukan pemerkosaan) jika tidak didukung dengan control yang kuat (iman)
Bahkan dalam penelitian lain, para ilmuwan menekankan bahwa jika situasi ini (berkhayal membangun hubungan) diulang, akan dapat menyebabkan penyakit kronis dan masalah psikologis seperti depresi.
Rasululla pernah memperingatkan
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فلا يخلون بامرأة ليست معها ذو محرم منها فإن ثالثهما الشيطان
Artinya: “Barangsiapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaknya tidak berkhalwat dengan perempuan bukan mahram karena pihak ketiga adalah setan”. (H.R. Ahmad)
Hadits ini menegaskan diharamkannya berkhalwat bagi seorang pria dengan wanita asing atau bukan mahramnya. karena itu Nabi saw melalui syariat ini menginginkan umatnya terhindar berbagai penyakit sosial dan fisik.
Karena itu ayah bunda jangan biarkan anak-anak kita berprilaku tak layaknya seperti hewan, pergi berduaan tanpa batas bak suami istri yang telah halal. Di samping dosanya sangat besar, juga ada ancaman penyakit yang mengancam. Tidakkah ayah bunda cemburu melihat mereka pulang tengah malam, berduaan layaknya suami istri, cupika-cupiki jadi kebiasaan bahkan peluk cium tidak malu mereka lakukan. Na’uzubillah tsummana’u zubillah…
Oleh karena melalui tulisan ini saya mengajak kepada para orang tua, mari koreksi cara pola asuh anak kita agar ia tumbuh menjadi anak yang baik,kuat bermartabat dan bertaqwa kepada Allah Rabb semesta alam dengan cara mengedepankan pelajaran agama dalam hidup mereka, tidak membiasan mereka hidup boros dan berpoya serta tidak membiasakan tradisi-tradisi jahiliyah yang dipropagandakan oleh para misionaris laknatullah…
Wallahu’alam…
Semoha bermanfaat.
*NB.-
- Penulis adalah alumni Pasca Sarjana Univ. Ibn Khaldun Bogor, Jurusan Ekonomi Syari’ah, konsentasi Perbankan Syari’ah.
- Praktisi Pendidikan di Islamic Center At Taufiq Bogor