Trending

Di Bawah Naungan Keluarga Para Nabi



Oleh: 
Mudzakkir Khalil Khayyath
Pemerhati Pendidikan


TendaBesar.Com - Opini - Berbicara tentang guru keluarga, berarti kita sedang berbicara tentang orang tua. Dalam hal ini adalah ayah. Karena ayahlah peminpin dan guru utama bagi sebuah keluarga. Bahkan, lebih jauh dari itu, berbicara tentang calon menantu atau menantu sekali pun, berarti pula kita sedang berbicara tentang siapa anak kita dan siapa kita selaku ayah. Kecewa atau bangga terhadap anak, berarti kita sedang kecewa atau bangga terhadap diri kita sebagai orang tua. Demikian halnya, kecewa atau bangga terhadap menantu, berarti pula kita sebagai orang tua sedang kecewa atau bangga terhadap anak kita dan diri kita selaku orang tua. Pepatah mengatakan, “Buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya.”

Berangkat dari itu semua penulis berupaya menghadirkan tulisan ini. Ke depannya, tulisan ini hendak fokus pada kajian ayat 37 surat Ibrahim sebagai di antara landasan kurikulum nabi Ibrahim di dalam mendidik keturunannya. Selanjutnya, penulis juga berupaya konsen dalam upaya menghadirkan fenomena-fenomena keluarga dan keturunan nabi Ibrahim sebagai sample dan efek positif dari landasan kurikulum di atas. Semoga upaya ini diridhai oleh Allah ta’ala sekaligus sebagai hadiah untuk kelahiran putra penulis yang ketiga; Muhammad Zhahir An-Nadwi. Semoga !

Di bawah naungan surat Ibrahim ayat 37

Ketika Al-Qur’an berkisah tentang generasi Ulul Albab, Al-Qur’an membeberkan resepnya. Keberhasilan generasi tersebut menggeret diri, nenek moyangnya, pasangan-pasangannya dan seluruh keluarganya ke dalam surga karena pengaruh orang tua mereka yang mendahului mereka berjalan di atas paragraf sejarah keshalihan (baca: Qs. 13, Ar-Ra’:19-24).

Tentang orang tua yang khawatir terhadap masa depan iman dan finansial anak keturunanya, Al-Qur’an berpesan kepada orang tua agar bertaqwa dan berlaku jujur sebagai solusinya (Qs. 4, An-Nisa’:9).

Di dalam Al-Qur’an, Allah ta’ala menampilkan isi doa nabi Ibrahim;

“Wahai Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Wahai Tuhanku, (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Qs. 14, Ibrahim : 37)

Jika ayat di atas dikaji dengan kajian kependidikan, maka dapat ditemukan bahwa nabi Ibrahim as. mendidik anak keturunan beliau dengan empat langkah. Pertama, Do’a (Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur). Kedua, Tidak dimanja (Sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman). Ketiga, Lingkungan yang baik (Sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati). Keempat, Shalat (Wahai Tuhanku, (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan shalat).

Fenomena keluarga Ibrahim as.

Di dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 88 ayat yang dimulai dengan kalimat “Yaa ayyuhalladziina aamanuu.” Salah satunya adalah ayat 208 pada surat Al-Baqarah yang memerintahkan agar orang Islam berislam secara sempurna (kaffah). Dimana di dalam Islam, salah satu syarat seorang muslim terkena beban perintah dan larangan adalah baligh (dewasa). Baligh bagi laki-laki dan perempaun bisa dilihat dari munculnya salah satu dari tiga hal. Pertama, jika sudah berusia 15 tahun. Kedua, jika telah keluar sperma (Ihtilam) setelah usia 9 tahun. Ketiga, haidh (menstruasi) bagi wanita setelah berusia 9 tahun.

Jika kita patok wanita dikatakan telah dewasa setelah haid (usia 9 tahun) dan laki-laki disebut dewasa karena telah berusia 15 tahun; maka ketika diukur dengan usia sekolah, wanita baru duduk di kelas 3 atau 4 SD dan laki-laki sedang duduk di kelas 3 SMP atau kelas 1 SMA. Pertanyaannya adalah, sekolah mana di dunia saat ini yang mampu mencetak anak didiknya yang perempuan siap berislam secara sempurna pada saat ia duduk di kelas 3 atau 4 SD dan anak didiknya yang laki-laki pada saat ia kelas 3 SMP atau kelas 1 SMA telah siap berislam dengan sempurna?

Sepertinya, terlalu berat jika visi dan misi Islam kaffah tersebut kita bebankan ke K-13. Namun demikian, di dalam sebuah tesis tentang Nabi Ibrahim yang dikeluarkan oleh Universitas Imam Muhammad bin Su’ud Riyadh dipaparkan bahwa nabi Ibrahim dibakar oleh Namrud saat beliau berusia 17 tahun. Kelas 2 SMA jika kita konversi ke usia sekolah pada saat sekarang. Beliau dibakar karena keberpihakannya kepada Allah ta’ala dan sikap berlepas dirinya terhadap sesembahan raja Namrud dan kaumnya. Sebuah keberpihakan yang mendapatkan simpati dari Allah swt.

Pertama, larangan membunuh semut dan kodok yang terdapat di berbagai hadits nabawiyah (HR. Abu Daud No. 5267 dan 5269, Ibnu Majah No. 3224, Ahmad dan Al-Albani menshahihkannya) sebagai wujud keberpihakan Allah terhadap semut dan kodok karena mereka berdua telah lebih dahulu berpihak kepada nabi Ibrahim saat dibakar. Namun demikian, harus penulis sampaikan bahwa berbagai literatur yang sering penulis temukan terkait keberpihakan semut dan kodok tersebut sulit ditemukan sumber terpercayanya. Harapan penulis, jika manifestasi keberpihakan semut dan kodok yang berupaya memadamkan kobaran api yang membakar nabi Ibrahim tersebut benar, maka sikap heroik semut dan kodok di atas bisa menjadi sebuah sikap yang secara diametral menjadi antithesis dari sikap cicak yang justeru berpihak kepada Namrudz durjana.

Kedua, Perintah membunuhk cicak sebagai wujud keberpihakan Allah terhadap nabi Ibrahim, dan karena cicak telah berpartisipasi dan berpihak kepada raja Namrud dalam upaya berperanserta meniup api ketika nabi Ibrahim dibakar. “Dari Ummi Syarik ra. bahwasanya Rasulullah saw. memerintahkan untuk membunuh cicak. Beliau bersabda, “Dahulu cicak ikut membantu meniup api (untuk membakar) Ibrahim as.” (HR. Bukhari No. 3359). Bahkan, ada doorprize bagi siapa saja yang bisa membunuh cicak dengan konvensasi 100 kebaikan. Dalam riwayat lain 70 kebaikan. Demikian papar Imam Nawawi dalam Syarahnya terhadap kitab Shahih Muslim, 14/210-211.

Ketiga, Perintah Allah kepada api supaya dingin dan menjadi penyelamat bagi Nabi Ibrahim juga merupakan manifestasi keberpihakan Allah terhadap bapak para nabi tersebut. “Kami berfirman, “Wahai api jadilah kamu dingin dan penyelamat bagi Ibrahim.” Demikian tegas Allah dalam firman-Nya dalam surat Al-Anbiya’ ayat 69.

Nabi Ibrahim as. bukanlah nabi dan rasul yang pertama. Akan tetapi, beliau digelari sebagai bapaknya para nabi. Hal ini disebabkan karena banyaknya keturunan beliau menjadi nabi. Misalnya, jika silsilah nabi Isa as. ditelusuri maka akan bertemu dengan nabi Ibrahim melalui jalur nabi Ishaq as, dan silsilah nabi Muhammad as. jika ditelusuri maka akan tembus juga ke beliau melalui jalur nabi Ismail as. Apalagi jika silsilah nabi Ya’qub dan Nabi Yusuf as. ditelusuri, maka akan bersambung juga ke beliau.

Setelah sekian lama tidak mempunyai keturunan, Allah ta’ala mengaruniakan Ismail kepada Nabi Ibrahim. Setelah Ismail lahir, nabi Ibrahim meninggalkan Ismail dan ibunya Hajar di dekat Ka’bah yang tandus tanpa ada makanan dan air minum. Ketika Ibrahim meninggalkan mereka berdua, Hajar berlari sambil bertanya tentang kemana nabi Ibrahim hendak meninggalkan mereka berdua. Karena tidak juga mendapatkan jawaban, maka Hajar berkata, “Apakah Allah yang memerintahkanmu ?” Barulah Ibrahim berkata, “Iya.” Setelah mendengar jawaban suaminya, Hajar berujar, “Jika demikian, pasti Dia tidak akan menyia-nyiakan kita.”

Setelah sekian lama meninggalkan Ismail dan Hajar, nabi Ibrahim bertolak menuju Makkah dari Palestina. Setelah berjumpa Ismail, sebagaimana di dalam Al-Qur’an, Ibrahim bertanya;

“Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu.” (Qs.37, Ash-Shaffat : 102)

Karena telah mengalami proses pendidikan dari ayahnya, Ismail yang saat itu berusia tujuh tahun lebih menjawab;

“Wahai ayahku tersayang! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu. In sya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang bersabar.” (Qs. 37, Ash-Shaffat : 102)

Selanjutnya, pada fenomena berikutnya; salah satu cara mengetahui kwalitas seseorang adalah dengan memperhatikan wasiat akhir hayatnya. Cucu nabi Ibrahim (nabi Ya’qub) berwasiat saat ajal menjemputnya di hadapan ke 12 putra-putrinya dengan ungkapan;

“Apa yang akan kalian sembah sepeninggalku nanti?” (Qs. 2, Al-Baqarah: 133)

Keduabelas putra-putri beliau (diantaranya ada putri beliau yang menikah dengan nabi Musa dan putra beliau nabi Yusuf as) menjawab;

“Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu yaitu Ibrahim, Ismail dan Ishaq (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan kami hanya berserah diri kepada-Nya.” (Qs. 2, Al-Baqarah: 133)

Pada ayat ke 133 tersebut terdapat kecocokan antara pertanyaan seorang bapak (Ya’qub) dengan jawaban anak-anak beliau. Seorang bapak yang shalih mengarus-utamakan masa depan ibadah anak keturunannya, dan hal ini tentunya membutuhkan waktu. Hasilnya, bisa dilihat dari jawaban putra-putri nabi Ya’qub di atas. Diantara putra beliau tersebut terdapat nabi Yusuf. Seorang nabi yang lebih memilih mendekam di sel tahanan (lihat; Qs. Yusuf[12]: 33) ketimbang meringkuk dalam dekapan Zulaikha (Qs. Yusuf[12]: 23-29 & 51). Padahal, sebagaimana ungkapan imam Nawawi; nabi Yusuf pernah mengatakan, “Penjara adalah kuburan orang-orang hidup.”

Terkait ketahanan iman nabi Yusuf saat diuber-uber Zulaikha, Al-Qur’an berbagi resep;

“Dan Yusuf pun akan jatuh cinta kepadanya (Zulaikha) sekiranya ia tidak melihat bukti-bukti kekuasaan Tuhannya. Demikianlah Kami selamatkan Yusuf dari perbuatan busuk dan keji.” (Qs. 12, Yusuf: 24)

Menurut Ibnu Jarir At-Thabari, yang dimaksud dengan bukti-bukti kekuasaan Tuhannya pada ayat di atas adalah bayangan ayahanda nabi Yusuf, yaitu Ya’qub. Betapa bayangan orang tua yang shalih (dengan izin Allah) mampu menjaga putranya dari bertindak keji. Bahkan, Allah selamatkan nabi Yusuf sebagaimana Dia selamatkan bayi Musa (kelak menjadi menantu nabi Ya’qub as.) dari pembunuhan Fir’aun. Allah palingkan tangan Musa dari hendak memegang permata menuju bara api. Memegang bara api sebagai cara Allah selamatkan Musa. Walau pada akhirnya nabi Musa menanggung resiko cadel karena menelan bara api. Sungguh indah rencana Allah, walau kebanyakan manusia tidak mengetahuinya (QS. 12, Yusuf:21, 40 & 68).

Pada fenomena klimaksnya; do’a, tidak dimanja, lingkungan yang baik dan shalat yang beliau tekankan kepada anak keturunannya mampu memproduksi jumlah angka ziarah penduduk dunia terhadap kota Makkah. Hasil produksi lainnya adalah banyaknya jumlah buah-buahan di Makkah, padahal kebanyakannya tidak memiliki pohon di kota tersebut. Terhadap fenomena-fenomena demikian, Allah berkata tentang nabi Ibrahim;

“Dan Kami abadikan untuk Ibrahim pujian yang baik di kalangan orang-orang yang datang kemudian.” (Qs. 37, Ash-Shaffat: 108)

Di dalam tafsir Al-Muyassar dijelaskan, “Dan Kami abadikan untuk Ibrahim pujian yang baik di tengah-tengah umat sepeninggalnya.” Hal ini sebagai jawaban atas do’a yang pernah Ibrahim as. panjatkan;

“Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian.” (Qs. 26,  Asy-Syu’ara’: 84)

Di dalam kitab tafsir yang sama dijelaskan, “Dan jadikanlah untukku pujian yang baik dan tutur kata yang indah pada generasi-generasi sepeninggalku sampai hari kiamat.” Tidak hanya sampai di sini. Bahkan do’a tersebut berefek positif pada keturunan beliau, sehingga Allah berfirman;

“Dan Kami jadikan mereka (Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub as.) buah tutur yang baik dan mulia.” (Qs. 19, Maryam 50)
Di dalam tafsir Al-Muyassar dijelaskan, “Dan jadikanlah untuk mereka tutur kata yang baik dan pujian yang indah serta kekal selamanya di tengah-tengah manusia.”

Karena fenomena-fenomena keberhasilan nabi Ibrahim dalam mendidik keturunanya inilah Allah memerintahkan kepada generasi selanjutnya untuk mengikuti millah (ideologi) Ibrahim. Bahkan, Allah menyeru untuk hal ini dalam 8 ayat di dalam Al-Qur’an. Ikutilah ideologi Ibrahim (Qs. Ali Imran[3]: 95 dan Qs. An-Nahl[16]: 123). Sebab Allah juga memerintahkan agar Nabi Muhammad mengikuti beliau (Qs. An-Nahl[16]: 123). Sebelumnya, nabi Yusuf pun telah memproklamirkan diri mengikuti ideologi nabi Ibrahim (Qs. Yusuf [12]: 38). Bahkan, Allah menegaskan bahwa pembenci ideologi Ibrahim adalah orang bodoh (Qs. Al-Baqarah[2]: 130). Karena hidayah itu ada dengan mengikuti ideologi Ibrahim (Qs. Al-Baqarah[2]: 135), pengikut ideologi Ibrahim adalah ideologi terbaik (Qs. An-Nisa[4]: 125), ideologi Ibrahim itu adalah ideologi yang menuju ke jalan yang lurus yang menyampaikan ke surga (Qs. Al-An’am[6]: 161) dan ideologi Ibrahim adalah ideologi yang toleran (samh) (Qs. Al-Hajj[22: 78).

Lebih baru Lebih lama

Iklan

Iklan

Formulir Kontak