TendaBesar.Com - Jakarta - Hasil survey Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia menyebutkan bahwa 38.6 persen masyarakat Indonesia tidak setuju dengan tes polymerase chain reaction (PCR) sebagai syarat perjalanan.
Hal itu disampaikan oleh Peneliti Senior Indikator Politik Indonesia, Rizka Halida dalam siaran virtual, Ahad, (20/2/2022).
"Sebagian besar tidak setuju tes PCR dijadikan syarat dalam melakukan perjalanan," kata Rizka dalam paparannya.
Namun Rizka juga menyampaikan bahwa yang mendukung aturan tersebut juga sangat besar yakni 35,3% setuju PCR dijadikan sebagai syarat perjalanan. Meskipun demikian Rizka menyampaikan bahwa yang menolak jumlahnya tetap lebih besar.
"Penolakan terhadap tes PCR sebagai syarat perjalanan tetap mayoritas, tapi saat ini menurun sangat besar, dan sebaliknya, dukungannya meningkat cukup besar," papar Rizka.
Untuk diketahui bahwa survei tersebut dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia melalui survei online pada 15 Januari - 17 Februari 2022. Target populasi survei ini adalah warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas dan atau sudah menikah serta memiliki akses internet lewat smartphone. Jumlah mereka sekitar 69% dari total populasi nasional.
Dari jumlah populasi itu diperoleh sampel secara acak sebanyak 626 responden yang mengisi kuesioner secara online (computer assisted web interviewing). Dengan asumsi metode simple random sampling.
Survei tersebut memiliki toleransi kesalahan (margin of error--MoE) sekitar ±4.0% pada tingkat kepercayaan 95%. Proses survei dilakukan secara online, terdiri dari empat tahapan utama yakni random recruitment, pemberian kode akses yang unik, screening dan web interviewing.
Namun hasil survey ini dipertanyakan oleh masyarakat yang sering melakukan perjalanan ke luar kota.
Ahmad Kurniawan salah seorang warga Bogor yang hampir setiap minggu bolak-balik antar kota antar provinsi, mempertanyakan hasil survey indikator itu. Ia mengatakan bagaimana mungkin syarat yang memberatkan warga disetujui oleh mereka.
“Kalaupun ada yang menyetujui mungkin mereka orang yang tidak pernah keluar kota dan tidak pernah merasakan kesulitan orang yang bepergian ke luar kota dengan wajib PCR. Banyak masyarakat yang akhirnya gagal berangkat padahal sudah beli tiket karena mereka diwajibkan PCR”, kata kurniawan.
Kurniawan menyarankan kepada indicator politik sebaiknya adakan survey pada mereka yang terbiasa keluar masuk kota, baru hasil surveinya benar-benar akurat. Kalo survey model seperti ini sama saja indicator membangun opini bahwa PCR tidak masalah diwajibkan sebagai syarat perjalanan.
“Baiknya indicator lakukan surveinya pada kami-kami yang suka perjalanan antar kota antar provinsi biar hasil surveinya akurat. Kalo mereka yang tidak pernah lakukan perjalana antar kota antar provinsi ikut disurvei sama saja seperti beli kucing dalam karung”, pungkas kurniawan.
(saf/tb)