KPK Dinilai Lambat Merespon Pelaporan Dugaan Suap di ORARI! Ini Buktinya!


TendaBesar.Com - Jakarta - Lambannya respon Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap penerimaan pengaduan masyarakat terhadap persoalan yang berindikasi adanya tindak pidana korupsi, kolusi, nepotisme, suap maupun gratifikasi, utamanya dugaan tindak pidana suap maupun gratifikasi yang pemicu terjadinya konfllik di internal ORARI, bahkan adanya dugaan melibatkan kader Partai yang dipimpin Surya Paloh tersebut, rupanya mendapatkan sorotan tajam dari berbagai kalangan Milenial. 

Di antara gerakan milenial yang sangat serius memantau konflik ORARI adalah Gerakan Banteng Milenial Anti Korupsi, Gerakan Manivestasi Rakyat Milenial, Laskar Milenial Muslimin Berantas Korupsi, dan Himpunan Milenial Radio Amatir Indonesia yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Penggemar Radio Amatir Indonesia (GR-PRAI). 

Mereka yang tergabung dalam GR-PRAI bukan hanya sekedar menyoroti kasus dugaan suap dan gratifikasi yang terjadi di ORARI tersebut, akan tetapi mereka juga mengadukan persoalan ini ke Komisi III DPR RI, yang merupakan mitra strategis  dan kerja Komisi Pemberantasan Korupsi RI.

Hal itu dibenarkan oleh Darul Muclis Koordinator Laskar Milineal Muslimin Berantas Korupsi yang menyampaikan bahwa adanya kelambanan KPK dalam merespon dugaan suap dan gratifikasi yang terjadi di ORARI oleh KPK.

“Ya, kami sangat merasakan bahwa kinerja KPK RI, dalam merespon pengaduan maupun aspirasi kami sangat lamban, tentang adanya kasus dugaan suap yang memicu terjadinya konflik di internal ORARI, sampai sekarang, tidak ada tindakan apapun dari KPK, karena itulah kami mengadukannya ke Komisi III DPR RI,” papar Muclis saat dihubungi awak media, Jumat, (28/1/2021) di Jakarta.

Muclis mengatakan bahwa pengaduan ke Komisi III DPR RI disampaikan melalui surat yang berisikan berbagai persoalan kasus dugaan korupsi, di antaranya adalah kasus dugaan suap untuk mark-up anggaran proyek Bakamla di APBN tahun 2016 silam, yang juga di duga melibatkan anggota Komisi XI DPR asal dari Partai NasDem, berinisial DIP, ia  diduga telah menerima uang Rp 90 miliar dari sejumlah proyek milik Badan Keamanan Laut (Bakamla). 

Dalam surat tersebut juga disampaikan pengaduan adanya permasalahan dugaan terjadinya suap politik yang juga diduga melibatkan kader Partai NasDem berinisial DIP pada saat penyelenggaraan Munas XI ORARI, sehingga memicu terjadinya konflik di internal ORARI. Tidak hanya itu, pada surat pengaduan ke Komisi III DPR RI, juga menyebutkan adanya dugaan gratifikasi terhadap Menkominfo Johnny Gerard Plate, karena kebijakannya mengeluarkan surat keputusan no.575 Tahun 2021 Tentang Pengukuhan Kepengurusan Pusat Organisasi Amatir Radio Indonesia periode 2021-2026. 

Dugaan gratifikasi itu dilakukan oleh seorang pengusaha Teknologi yang diduga akan menjadikan ORARI sebagai wadah untuk memasarkan produknya. Dugaan tindak pidana gratifikasi tersebut juga telah dilaporkan oleh para Milenial dari NTT.

“Dari tiga permasalahan tersebut, perlu kami informasikan bahwa permasalahan tersebut, sudah dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi beserta penyidik, dengan harapan agar Komisi Pemberantasan Korupsi segera merespon dan menindaklanjuti laporan tersebut, sampai sekarang, Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia dan juga Dewan Pengawas KPK nampaknya tidak merespon laporan maupun pengaduan,” kata Muclis kesal 

Sementara itu, di tempat terpisah, Ratih Paulina koordinator Himpunan Milenial Radio Amatir Indonesia, saat dihubungi wartawan, mengatakan bahwa tiga permasalahan kasus dugaan tindak pidana suap maupun gratifikasi yang juga diduga melibatkan kader Partai NasDem, merupakan satu rangkaian permasalahan yang tidak terpisahkan dan di duga telah menjadi biang keladi timbulnya kericuhan, keributan dan bahkan perpecahaan di tubuh ORARI. 

Dugaan adanya tindak pidana suap politik terhadap peserta Munas XI, hingga tercipta konflik di Munas XI ORARI dan terselenggaranya Munas XI ORARI Lanjutan di Bengkulu, mengindikasikan adanya back-up dana Milyaran Rupiah yang diduga diperoleh dari pihak yang sangat berkepentingan terhadap ORARI, untuk menjadikan ORARI sebagai alat bisnis pihak tersebut. 

“Nah, sekarang yang patut dipertanyakan dan patut dicurigai sumber dana penyelenggaraan Munas XI ORARI Lanjutan itu dari mana, ya? Jangan-jangan diperoleh dari sumber yang tidak halal, dan tidak diatur dalam AD/ART ORARI, ini yang mestinya di usut oleh KPK RI, karena itu, kami sangat berharap besar kepada Ketua Komisi III DPR RI beserta anggota dan jajarannya, agar segera merespon dan menindaklanjuti apa yang telah kami sampaikan baik ke KPK maupun ke Komisi III DPR RI,” pungkas Ratih 

(Slh/tb)
Lebih baru Lebih lama

Iklan

Iklan

Formulir Kontak