Oh Ayah Oh Ibu Maafkan Anakmu, Adab Mulia Seorang Anak Kepada Orang Tuanya! Jangan Lewatkan

adab terhadap orang tua.syahida.com

Ustadz Yulian Purnama 

TendaBesar.Com - Kajian - Seorang ayah menangis di kala anak-anaknya menginginkan sesuatu namun dia tidak mampu memenuhinya. Demikian juga seorang ibu mampu merawat hingga belasan anaknya, namun belasan anak tidak mampu merawat ayah dan ibunya ketika keduanya datang masa tua dengan jiwa ke kanak-kanakannya (pikun)

Seringkali anak tidak peka terhadap orang tua padahal orang tua sangat ingin  diperhatikan oleh anak-anaknya.

Seringkali seorang anak lebih mementingkan kebutuhan istri atau suaminya ketimbang kebutuhan orang tuanya, meskipun itu hanya berupa ingin ditengok anak-anaknya.

Seorang suami akan berjuang menyediakan rumah mewah buat istri dan anak-anaknya, namun pada saat yang sama membiarkan orang tuanya tinggak di gubuk yang sederhana.
Maka dari  itu kami ingin menyungguhkan kepada anda semua inilah beberapa , adab yang baik dan akhlak yang mulia kepada orang tua yang mestinya kita junjung tinggi untuk memuliakan mereka, antara lain:

1. Jangan memandang orang tua dengan pandangan yang tajam atau tidak menyenangkan.
Sebagai anak kadang sering kita merasa kesal kepada orang tua, sehingga akibat kekesalan itu, kita memandang orang tua dengan pandangan yang amat tajam, menyiratkan rasa kekesalan dan kebencian. 

Jangan lakukan itu sahabatku. Andai saja kita tahu betapa air mata ayah yang tertumpah karena menangis memikirkan kita dan berapa sakitnya seorang ibu di kala melahirkan anaknya. Sungguh takkan terbayarkan dengan sejumlah kekayaan sebanyak apapaun

2. Tidak meninggikan suara ketika berbicara dengan orang tua.

Meninggikan suara adalah pertanda bahwa kita sedang tidak suka kepada mereka orang tua kita. Namun ketahwilah sahabat sesungguhnya itu merupakan dosa yang amat besar dan dimurkai oleh Allah.
Dalil kedua sikap diatas dapat kita lihat pada hadits berikut ini. Dari Al Musawwir bin Makhramah radhiallahu’anhu mengenai bagaimana adab para Sahabat Nabi terhadap Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, disebutkan di dalamnya:

وإذا تكَلَّمَ خَفَضُوا أصواتَهم عندَه ، وما يُحِدُّون إليه النظرَ؛ تعظيمًا له

“Jika para shahabat berbicara dengan Rasulullah, mereka merendahkan suara mereka dan mereka tidak memandang tajam sebagai bentuk pengagungan terhadap Rasulullah”. [HR. Al Bukhari 2731]

Syaikh Musthafa Al ‘Adawi mengatakan: “Setiap adab di atas terdapat dalil yang menunjukkan bahwa adab-adab tersebut merupakan sikap penghormatan”.

Maka dari hadits ini merendahkan suara dan tidak memandang dengan tajam merupakan akhlak yang mulia dan sikap penghormatan yang tentu sangat layak untuk kita terapkan kepada orang tua. Karena merekalah orang yang paling layak mendapatkan perlakuan yang paling baik dari kita.

3. Tidak mendahului mereka dalam berkata-kata, apalagi menyela atau memotong ucapannya

Diantara adab yang mulia kepada orang tua adalah tidak mendahului mereka dalam berkata-kata dan mempersilakan serta membiarkan mereka berkata-kata terlebih dahulu hingga selesai. Lihatlah bagaimana Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu menerapkan adab ini. Beliau berkata:

كنَّا عندَ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليْهِ وسلَّمَ فأتيَ بِجُمَّارٍ، فقالَ: إنَّ منَ الشَّجرةِ شجَرةً، مثلُها كمَثلِ المسلِمِ ، فأردتُ أن أقولَ: هيَ النَّخلةُ، فإذا أنا أصغرُ القومِ، فسَكتُّ، فقالَ النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليْهِ وسلَّمَ: هيَ النَّخلةُ

“Kami pernah bersama Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam di Jummar, kemudian Nabi bersabda: ‘Ada sebuah pohon yang ia merupakan permisalan seorang Muslim’. Ibnu Umar berkata: ‘Sebetulnya aku ingin menjawab, pohon kurma. Namun karena ia yang paling muda di sini maka aku diam’. Lalu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pun memberi tahu jawabannya (kepada orang-orang): ‘ia adalah pohon kurma". [HR. Al Bukhari 82, Muslim 2811]

Ibnu Umar radhiallahu ’anhuma melakukan demikian karena adanya para sahabat lain yang lebih tua usianya walau bukan orang tuanya. Maka, tentu adab ini lebih layak lagi diterapkan kepada orang tua.

4. Tidak duduk di depan orang tua sedangkan mereka berdiri.

Dalilnya hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu ’anhu:

اشتكى رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فصلينا وراءَه وهو قاعدٌ, وأبو بكرٍ يُسْمِعُ الناسَ تكبيرَه, فالتفتَ إلينا فرآنا قيامًا فأشار إلينا فقعدنا, فصلينا بصلاتِه قعودًا. فلما سلَّمَ قال: إن كدتُم آنفًا لتفعلون فعلَ فارسَ والرومِ, يقومون على ملوكِهم وهم قعودٌ. فلا تفعلوا. ائتموا بأئمَّتِكم. إن صلى قائمًا فصلوا قيامًا وإن صلى قاعدًا فصلوا قعودًا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaduh (karena sakit), ketika itu kami shalat bermakmum di belakang beliau, sedangkan beliau dalam keadaan duduk, dan Abu Bakar memperdengarkan takbirnya kepada orang-orang. Lalu beliau menoleh kepada kami, maka beliau melihat kami shalat dalam keadaan berdiri. Lalu beliau memberi isyarat kepada kami untuk duduk, lalu kami shalat dengan mengikuti shalatnya dalam keadaan duduk. Ketika beliau mengucapkan salam, maka beliau bersabda, ‘kalian baru saja hampir melakukan perbuatan kaum Persia dan Romawi, mereka berdiri di hadapan raja mereka, sedangkan mereka dalam keadaan duduk, maka janganlah kalian melakukannya. Berimamlah dengan imam kalian. Jika dia shalat dalam keadaan berdiri, maka shalatlah kalian dalam keadaan berdiri, dan jika dia shalat dalam keadaan duduk, maka kalian shalatlah dalam keadaan duduk” [HR. Muslim, no. 413]

Para ulama mengatakan dilarangnya hal tersebut karena merupakan kebiasaan orang kafir Persia dan Romawi. Maka, hendaknya kita menyelisihi mereka.

5. Lebih mengutamakan orangtua daripada diri sendiri atau iitsaar dalam perkara duniawi.

Hendaknya kita tidak mengutamakan diri kita sendiri dari orangtua dalam perkara duniawi seperti makan, minum, dan perkara lainnya. Sebagaimana hadits dalam Shahihain mengenai kisah yang diceritakan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam mengenai tiga orang yang terjebak di dalam gua yang tertutup batu besar, kemudian mereka bertawassul kepada Allah dengan amalan-amalan mereka, salah satunya berkata:

“Ya Allah sesungguhnya saya memiliki orang tua yang sudah tua renta, dan saya juga memiliki istri dan anak perempuan yang aku beri mereka makan dari mengembala ternak. Ketika selesai menggembala, aku perahkan susu untuk mereka. Aku selalu dahulukan orang tuaku sebelum keluargaku. Lalu suatu hari ketika panen aku harus pergi jauh, dan aku tidak pulang kecuali sudah sangat sore, dan aku dapati orang tuaku sudah tidur. Lalu aku perahkan untuk mereka susu sebagaimana biasanya, lalu aku bawakan bejana berisi susu itu kepada mereka. Aku berdiri di sisi mereka, tapi aku enggan untuk membangunkan mereka. Dan aku pun enggan memberi susu pada anak perempuanku sebelum orang tuaku. Padahal anakku sudah meronta-ronta di kakiku karena kelaparan. Dan demikianlah terus keadaannya hingga terbit fajar. Ya Allah jika Engkau tahu aku melakukan hal itu demi mengharap wajahMu, maka bukalah celah bagi kami yang kami bisa melihat langit dari situ. Maka Allah pun membukakan sedikit celah yang membuat mereka bisa melihat langit darinya“.

Semoga bermanfaat.


Lebih baru Lebih lama

Iklan

Iklan

Formulir Kontak