Oleh : Wowo KBM
TendaBesar.Com - Opini - Agak terkejut juga pagi ini ketika isi bahan bakar di SPBU dekat rumah. Petugas yang sudah akrab wajahnya sambil mengisi pertalite menyampaikan sesuatu.
“Pagi.. Sebentar lagi isi BBM di SPBU tidak bisa lagi tunai ya Om..” ucapnya sambil tersenyum manis seperti biasanya.
“Oh.. iya Mbak.” Jawabku tidak bertanya lebih lanjut.
Berita soal digitalisasi pembayaran SPBU sih sudah dari akhir tahun lalu sudah banyak di media. Tapi agak terkejut juga kalau benar-benar dilakukan dalam waktu dekat. Iseng kubuka lagi berita-berita soal ini.
Rata-rata isinya memang ini upaya Pertamina mendorong transaksi di SPBU menggunakan nontunai. Apakah melalui akun bank atau 'e-money' atau LinkAja, Ada juga yang menyebutkan pembayaran bisa via aplikasi pertamina dimana nanti top-up pembayaran bisa dilakukan di Alfa/Indomaret.
Hmmm.....
Yang terbayang kemudian adalah warga di sekitar kampung saya. Penjual cilok, pencari rumput, abang bakso keliling, mbah-mbah pengantar tahu dari pabrik ke pasar yang hampir tiap hari juga saya temui bareng-bareng mengisi BBM.
Nominal duit mungkin ada untuk sekedar top-up seliter dua liter. Tapi bagaimana teknisnya sementara saya tahu sebagian dari mereka bahkan tidak pegang smartphone. Apalagi kartu-kartu duit digital.
Sebelah rumah saya ada buruh sawah namanya Pak Juki. Beliau pergi cari rumput dengan motornya saya yakin gak bawa dompet, atau bahkan gak punya. Atau Mak-mak penjual peyek yang mondar-mandir pakai motor Honda 1982 yang biasanya nylempitin duit di BH. Apa iya kemudian mereka nylempitin Fartu Flazz di BH? Aduh...
Analisa goblok-goblokan saja. Seandainya pasar konsumen Pertamina di Indonesia ini ada 100.000.000 orang. Untuk punya sarana pembayaran digital satu orang harus bayar admin 2.500 rupiah. Artinya ada duit segar admin digital. 250.000.000.000 (250 Milyar Bro...!) Duit nganggur tuh.
Belum lagi biaya admin per-top-up yang dimakan agen-agen uang digital. Bisa ratusan milyar per hari.
Goblok-goblokan juga satu konsumen karena kebijakan ini lalu ngendap deposit 50 ribu rupiah. Artinya ada duit ngendon di rekening digital 5.000.000.000.000 (5 Trilyun).
Apakah itu yang mereka kejar?
Endapan dana masiv triliunan rupiah yang entah mau diputar di sektor apa. Apa jangan-jangan dipakai nyicil utang LN? Syukur-syukur bukan buat bancakan.
Bolehkah model-model kapitalisme yang digebyah langsung ke seluruh penjuru negeri semacam ini saya bilang sebagai pembangsatan jaman?
Bukankah lebih bijak kalau diterapkan bertahap di kota-kota besar dulu. Secara peradaban di kota akan lebih memungkinkan, bahkan memudahkan.
Di beberapa kota besar pun juga mungkin ada pilihan SPBU selain Pertamina. Lagipun toh selama ini sudah ada angka 20% pembayaran digital yang diberlakukan sebagai cara pembayaran opsional.
Mau bilang masih bisa pilih bensin eceran? Bagi sebagian besar orang menengah ke bawah bukan solusi. Karena harganya lebih mahal 1-3 ribu.
Karepmu-lah Dok, Hok.
Penjahat memang tidak peduli bagaimana namanya akan dicatat dalam sejarah.
Akankah pemerintah ini memiliki sedikit saja nurani dan empati terhadap rakyatnya, sehingga lahir kebijakan yang tidak membebani mereka?
Sumber : facebook
Ahmad Surbakti, Ahmad Hasbiallah, Donjuan Lepoot - Berita Inhu, Ginza Putra dan lainnya