TendaBesar.Com - Jakarta - Ketergantungan pada mata uang dolar Amerika diakui atau tidak telah membuat nilai tukar rupiah menjadi lemah. Sejak pemerintahan mendiang Soeharto dolar telah mencapai angka Rp2.5000 per USD.
Pada saat terjadi kepemimpinan tahun 1998 yang menyebabkan presiden Soeharto lengser, dolar sempat menyentuh angka Rp 17.000. Namu kepiawaian Mendiang Presiden Habibie dolar mampu ditekan hingga Rp 7000.
Sejak mendiang presiden Habibie lengser karena laporan pertanggung jawabannya tidak diterima MPR, tampuk pimpinan digantikan oleh mendiang Gusdur, sejak itu pula dolar hampir tidak pernah menyentuh angka di bawah Rp 8000 bahkan nyaris bertengger di angka Rp 9000 ke atas.
Hari ini, Senin 20 Juli 2020 nilai tukar rupiah kembali melemah 82 poin dilevel Rp14.785 dari penutupan sebelumnya dilevel Rp14.703 per USD. Pelemahan tersebut diduga dipicu oleh kekhawatiran terhadap pandemi covid-19.
"Bertambahnya pandemi covid-19 di Indonesia menjadi beban tersendiri bagi Pemerintah sehingga ada ketakutan perekonomian yang sedang tumbuh akan kembali stagnan," ujar Direktur TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim, Senin, (20/7/2020)
Ibrahim mengatakan bahwa pasar sedang mengamati data pertumbuhan ekonomi kuartal II yang sebentar lagi akan dirilis dan diprediksi bakal terjadi kontraksi.
"Ini menambah kekhawatiran tersendiri bagi pasar sehingga ketakutan Indonesia akan terkena resesi seolah-olah di depan mata walaupun ini baru sebatas prediksi," tutur Ibrahim.
Terjadinya resesi pada ekonomi singapura menjadi kehawatiran tersendiri bagi pemerintah Indonesia. Seri Mulyani menunjukkan kehawatirannya sebab bisa saja resesi ekonomi Singapura akan berimbas ke perekonomian Indonesia karena negara tersebut tercatat sebagai salah satu pemasok dana atau investor terbesar menurut data dari BKPM.
Di sisi lain Bank Indonesia telah berusaha sekuat tenaga dan semaksimal mungkin untuk membuat mata uang Rupiah menjadi stabil dengan berbagai cara di antaranya menurunkan suku bunga, menggelontorkan stimulus bahkan melakukan intervensi di pasar valas, obligasi dan SUN di perdagangan DNDF.
"Semua usaha yang dilakukan Bank Indonesia belum membuahkan hasil karena hembusan angin dari ekternal begitu kencang", kata Ibrahim.
Namun demikian Ibrahim mengajak masyarakat untuk mengapresiasi langkah-langkah yang dilakukan Bank Indonesia dalam usaha menstabilkan mata uang rupiah.
"Namun kita perlu mengapresiasi Bank Indonesia yang sudah sekuat tenaga, mempertahankan dan menstabilkan mata uang Rupiah," tutupnya. (saf/tendabesar)