Mengenali Hak-Hak Pekerja Yang Terdampak PHK


Hariris Sofyan Hardwin, S.H, M.H.
Biro Litigasi Bidang Polihukam, DPD Partai Gelora Kab. Bogor

TendaBesar.Com - Opini - Melihat dari segi perekonomian yang mengalami penurunan akibat mewabahnya virus covid-19 di Indonesia, banyak perusahaan atau pengusaha yang terdampak dari sisi pendapatan sehingga mengalami kerugian dan pada akhirnya harus memangkas pengeluaran. Salah satu cara pemangkasan pengeluaran adalah dengan mengurangi pembayaran gaji pegawai hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

PHK Sesuai ketentuan dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada pasal 156 ayat 1  menyatakan :

“Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.”

Namun perlu di cermati kembali hal-hal terkait PHK tersebut antara lain, apakah karyawan yang di PHK telah sesuai prosedur menurut ketentuan Perundang-Undangan?  Seperti misalnya dipaksa mengundurkan diri (union busting) atau lainnya. Lalu apabila dalam perusahaan terdapat serikat pekerja, apakakah perusahaan telah melakukan upaya perundingan dengan serikat pekerja apabila upaya PHK memang tidak bisa dihindarkan?

Jika memang betul telah sesuai prosedur yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan, maka untuk pekerja/karyawan yang di PHK wajib diberikan pesangon oleh pengusaha, dengan perhitungan sesuai Pasal 156 ayat 2,3 dan 4 UU No 13 Tahun 2003, di mana  pasal ini mengatur mengenai 3 komposisi pesangon yang dapat diterima karyawan yang di-PHK yakni :

1. Uang Pesangon
2. Uang Penggantian Hak
3. Uang Penghargaan Masa Kerja

Sesuai Pasal 156 ayat 2, uang pesangon yang dimaksud di sini adalah jumlah gaji pokok yang telah ditambah dengan tunjangan tetap, seperti  tunjangan jabatan, transportasi, makan, kesehatan dan tunjangan lainnya dan berikut  ini adalah rincian besarannya:

Masa kerja < 1 tahun = 1 bulan upah.
Masa kerja 1 tahun/lebih tapi masih kurang dari 2 tahun = 2 bulan upah.
 Masa kerja 2 tahun/lebih tapi masih kurang dari 3 tahun = 3 bulan upah.
Masa kerja 3 tahun/lebih tapi masih kurang dari 4 tahun = 4 bulan upah.
Masa kerja 4 tahun/lebih tapi masih kurang dari 5 tahun = 5 bulan upah.
Masa kerja 5 tahun/lebih tapi masih kurang dari 6 tahun = 6 bulan upah.
Masa kerja 6 tahun/lebih tapi masih kurang dari 7 tahun = 7 bulan upah.
Masa kerja 7 tahun/lebih tapi masih kurang dari 8 tahun = 8 bulan upah.
Masa kerja 8 tahun/lebih = 9 bulan upah.

Namun, selain menerima Uang Pesangon, pekerja/karyawan juga di mungkinkan pula untuk mendapatkan Uang Penggantian Hak (UPH) sebagaimana diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 156 Ayat (4). Berikut ini uang pengganti hak yang semestinya diterima oleh mantan karyawan berdasarkan peraturan tersebut:

1. Biaya transportasi pekerja termasuk keluarga ke tempat di mana mantan karyawan tersebut diterima bekerja. Uang yang dimaksud biasanya diberikan saat pekerja ditugaskan ke daerah lain yang jauh dan sulit dijangkau. Perusahaan harus memberikan uang ganti transportasi tersebut.

2. Cuti tahunan yang belum sempat diambil dan belum gugur.

3. Biaya penggantian perumahan, pengobatan, perawatan yang sudah ditetapkan, yakni sebesar 15% dari uang pesangon atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) jika memenuhi syarat.
4. Hal lainnya yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama saat pertama kali karyawan bergabung dengan perusahaan terkait.

Selain itu Pekerja atau Karyawan dimungkinkan untuk mendapatkan Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) yang mengacu pada UU Ketenagakerjaan Pasal 156 Ayat (3) dengan besaran perhitungannya sebagai berikut:

Masa kerja 3 tahun/lebih tapi kurang dari 6 tahun = 2 bulan upah.
Masa kerja 6 tahun/lebih tapi kurang dari 9 tahun = 3 bulan upah.
Masa kerja 9 tahun/lebih tapi kurang dari 12 tahun = 4 bulan upah.
Masa kerja 12 tahun/lebih tapi kurang dari 15 tahun = 5 bulan upah.
Masa kerja 15 tahun/lebih tapi kurang dari 18 tahun = 6 bulan upah.
Masa kerja 18 tahun/lebih tapi kurang dari 21 tahun = 7 bulan upah.
Masa kerja 21 tahun/lebih tapi kurang dari 24 tahun = 8 bulan upah.
Masa kerja 24 tahun atau lebih = 10 bulan upah.

Berdasarkan ketentuan tersebut, karyawan yang di PHK dengan alasan-alasan perusahaan merugi terus-menerus atau perusahaan pailit, maka karyawan tersebut berhak mendapatkan pesangon 1 PMTK atau 1 kali sesuai perhitungan ketentuan Pasal 156 di atas.

Juga terdapat aturan dalam UU No 13 tahun 2003 mengenai perhitungan uang pesangon antara lain :

- Pasal 163 ayat 2 : PHK karena alasan perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pengusaha tidak bersedia mempekerjakan pekerja/buruh. Dengan perhitungan (Pesangon 2 x ketentuan Pasal 156 ayat (2), UPMK 1 x ketentuan Pasal 156 ayat (3), uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4))

- Pasal 164 ayat 3 : (PHK dengan alasan perusahaan melakukan efisiensi. Dengan perhitungan : Pesangon 2 x ketentuan Pasal 156 ayat (2), UPMK 1 x ketentuan Pasal 156 ayat (3), uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4))

- Pasal 166 : PHK karena pekerja/buruh meninggal dunia, ahli warisnya berhak atas 2 PM TK.

Namun demikian perlu diketahui dalam kondisi perekonomian yang sedang merosot, pekerja perlu mewaspadai adanya perilaku nakal oknum perusahaan yang  berniat untuk mengakhiri hubungan kerja tanpa harus membayar pesangon, diantara cara yang sering dilakukan adalah:

1. Pekerja di paksa mengundurkan diri, bentuk PHK seperti ini adalah yang sering terjadi. Biasanya perusahaan memaksa pekerjanya untuk membuat atau menandatangani surat pengunduran diri (surat resign). Padahal si pekerja tidak ada niat sekalipun untuk mengundurkan diri. Hal ini merupakan cara oknum perusahaan untuk mangkir dari kewajiban tindakan PHK sepihak, yang dimana perusahaan harus membayar uang pesangon dan hak-hak lainnya kepada pekerja terkena PHK.

2.  Cara PHK yang nge-tren dan paling sering terjadi adalah PHK menjelang Hari Lebaran. Diduga perusahaan sengaja menghindari kewajiban membayar Tunjangan Hari Raya (THR) dengan siasat menghabisi kontrak kerja karyawannya yang berakhir pada sebelum bulan Ramadhan atau bahkan menjelang Hari Lebaran, seperti yang menimpa kawan-kawan buruh yang harus menerima kado pahit PHK menjelang hari raya Idul Fitri.

3. PHK atas alasan efisiensi. Perusahan kerap kali mengubah status hubungan kerja pekerja/buruh yang semula merupakan karyawan tetap dengan mengganti statusnya menjadi karyawan kontrak atau outsourcing, yang dimana dikontrak berdasarkan waktu tertentu dengan sifat musiman atau sementara. Jika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK),  tentunya pekerja/buruh dengan status kontrak dan outsourcing posisinya lebih lemah dibandingkan ketika ia berada di posisi pekerja tetap, karena jika mengundurkan diri sebelum kontrak berakhir, ia harus membayar pinalti sebagai ganti rugi sebesar jumlah upahnya setiap bulan sampai pada batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

4. PHK dengan alasan relokasi atau pemindahan tempat usaha yang dapat berakibat buruk pada pekerjanya, yaitu ketika perusahaan berpindah tempat ataupun berpindah tangan kepemilikan, status pekerja cenderung tidak jelas. Jika terjadi hal seperti ini, biasanya perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja dengan karyawan yang ada di tempat usaha semula, dan mencari karyawan lagi di tempat yang baru. Motifnya pun serupa, perusahaan meminta pekerjanya untuk mengajukan pengunduran diri. Namun, jika dilakukan PHK sepihak dan dibayarkan uang pesangon seringkali jumlahnya pun tidak sesuai dengan perhitungan yang seharusnya didapatkan pekerja/buruh. Maka seringkali ada istilah pengusaha kabur, nasib buruh tak jelas. Seharusnya apabila terjadi pemindahan perusahaan atau pengalihan kepemilikan perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja Bersama tersebut.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pekerja yang mengundurkan diri secara sukarela tidak  mendapatkan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja. Ia hanya mendapatkan uang penggantian hak.

Tidak dapat dipungkuri, PHK dapat terjadi kapan saja terlebih dengan kondisi perkonomian yang semakin menurun akibat virus covid-19, kepada siapa saja, bahkan tanpa mengenal jabatan sekalipun. Maka penting bagi para pekerja/karyawan, untuk mengetahui hak-hak yang sudah selayaknya mereka dapatkan, sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.

Demikian sekilas tentang hak-hak Pekerja atau Karyawan yang di PHK oleh perusahaan atau pengusaha. Semoga bermanfaat

Lebih baru Lebih lama

Iklan

Iklan

Formulir Kontak