Menyesal Pada Saat Sakaratul Maut! Ini Penyebabnya, Jangan Sia-siakan!

Ilustrasi Sya'ban sahabat Rosululloh penghuni Syurga

TendaBesar.Com - Kajian - Sebuah kisah inspirasi dari seorang sahabat Nabi besar Muhammad SAW, bernama Sya’ban RA. Ia adalah seorang sahabat yang tidak menonjol dibandingkan sahabat-sahabat  yang  lain.

Ada suatu kebiasaan unik dari beliau yaitu setiap masuk masjid sebelum sholat berjamaah dimulai dia selalu beritikaf di pojok depan masjid.

Dia mengambil posisi di pojok bukan karena supaya mudah bersandaran atau tidur, namun karena tidak mau mengganggu orang lain dan tak mau terganggu oleh orang lain dalam beribadah.

Kebiasaan ini sudah dipahami oleh sahabat bahkan oleh Rasulullah SAW, bahwa Sya’ban RA selalu berada di posisi tersebut  termasuk saat sholat berjamaah.

Suatu pagi saat sholat subuh berjamaah akan dimulai RasululLah SAW mendapati bahwa Sya’ban RA tidak berada di posisinya seperti biasa. Nabi pun bertanya kepada jemaah yang  hadir apakah ada yang  melihat Sya’ban RA.

Namun tak seorangpun jamaah yang  melihat Sya’ban RA. Sholat subuhpun ditunda sejenak untuk menunggu kehadiran Sya’ban RA. Namun yang  ditunggu belum juga datang. Khawatir sholat subuh kesiangan, Nabi memutuskan untuk segera melaksanakan sholat subuh berjamaah.

Selesai sholat subuh, Nabi bertanya apa ada yang  mengetahui kabar dari Sya’ban RA. Namun tak ada seorang pun yang menjawab. Nabi bertanya lagi apa ada yang  mengetahui di mana rumah Sya’ban RA.

Kali ini seorang sahabat mengangkat tangan dan mengatakan bahwa dia mengetahui persis di mana rumah Sya’ban RA.
Nabi yang khawatir terjadi sesuatu dengan  Sya’ban RA dan beliau meminta diantarkan ke rumahnya. 

Perjalanan dengan jalan kaki cukup lama ditempuh oleh Nabi dan rombongan sebelum sampai ke rumah yang  dimaksud.
Rombongan Nabi sampai ke sana saat waktu afdol untuk sholat dhuha (kira2 3 jam perjalanan). Pada saat sampai di depan rumah tersebut Nabi mengucapkan salam. Dan keluarlah seorang wanita sambil membalas salam tersebut . 

“Benarkah ini rumah Sya’ban?” Nabi bertanya.

“Ya benar, saya istrinya” jawab wanita tersebut . 

“Bolehkah kami menemui Sya’ban, yang  tadi tidak hadir saat sholat subuh di masjid?”

Dengan berlinangan air mata istri Sya’ban RA menjawab:

“Beliau telah meninggal tadi pagi" kata Istrinya

InnaliLahi wainna ilaihirojiun… Maa sya Allah, satu-satunya penyebab dia tidak sholat subuh berjamaah adalah karena ajal sudah menjemputnya.

Beberapa saat kemudian istri Sya’ban bertanya kepada Rasul

“ Ya Rasul ada sesuatu yang  jadi tanda tanya bagi kami semua, yaitu menjelang kematiannya dia berteriak tiga kali dengan  masing-masing teriakan disertai satu kalimat.Kami semua tidak paham apa maksudnya." tutur istri Sya'ban

“Apa saja kalimat yang  diucapkannya?” tanya Rasul.

Di masing2 teriakannya dia berucap kalimat:

“ Aduuuh kenapa tidak lebih jauh……”

“ Aduuuh kenapa tidak yang  baru……"

“ Aduuuh kenapa tidak semua……”

Nabi pun melantukan ayat yang  terdapat dalam surat Qaaf (50) ayat 22 :

“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.“

Saat Sya’ban dalam  keadaan sakratul maut, perjalanan hidupnya ditayangkan ulang oleh Allah. Bukan cuma itu, semua ganjaran dari perbuatannya diperlihatkan oleh Allah.

Apa yang dilihat oleh Sya’ban (dan orang yang  sakratul maut) tidak bisa disaksikan oleh yang  lain. Dalam pandangannya yang tajam itu Sya’ban melihat suatu adegan di mana kesehariannya dia pergi pulang ke masjid untuk sholat
berjamaah lima waktu.

Perjalanan sekitar 3 jam jalan kaki sudah tentu bukanlah jarak yang  dekat. Dalam tayangan itu pula Sya’ban RA diperlihatkan pahala yang  diperolehnya dari langkah-langkahnya ke Masjid.

Dia melihat seperti apa bentuk surga ganjarannya. Saat melihat itu dia berucap:

“ Aduuuh kenapa tidak lebih jauh……”

Timbul penyesalan dalam diri Sya’ban , mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi supaya pahala yang  didapatkan lebih banyak dan sorga yang  didapatkan lebih indah.

Dalam penggalan berikutnya Sya’ban melihat saat ia akan berangkat sholat berjamaah di musim dingin. Saat ia membuka pintu berhembuslah angin dingin yang menusuk tulang.

Dia masuk kembali ke rumahnya dan mengambil satu baju lagi untuk dipakainya. Jadi dia memakai dua buah baju. Sya’ban sengaja memakai pakaian yang  bagus (baru) di dalam dan yang  jelek (butut) di luar.

Pikirnya jika kena debu, sudah tentu yang  kena hanyalah baju yang  luar. Sampai di masjid dia bisa membuka baju luar dan solat dengan  baju yang  lebih bagus.

Dalam perjalanan ke masjid dia menemukan seseorang yang  terbaring kedinginan dalam kondisi mengenaskan.

Sya’ban pun iba, lalu segera membuka baju yang  paling luar dan dipakaikan kepada orang tersebut  dan memapahnya untuk  bersama2 ke masjid melakukan sholat berjamaah.

Orang itupun terselamatkan dari mati kedinginan dan bahkan sempat melakukan sholat berjamaah.

Sya’ban pun kemudian melihat indahnya sorga yang  hadiahkan Allah sebagai balasan memakaikan baju bututnya kepada orang tersebut . Kemudian dia berteriak lagi:

“Aduuuh kenapa tidak yang baru.."

Timbul lagi penyesalan di benak Sya’ban. Jika dengan  baju butut saja bisa mengantarkannya mendapat pahala yang  begitu besar, sudah tentu ia akan mendapat yang  lebih besar lagi seandainya ia memakaikan baju yang  baru.

Berikutnya Sya’ban melihat lagi suatu adegan saat dia hendak sarapan dengan  roti yang  dimakan dengan  cara mencelupkan dulu ke segelas susu.

Ketika baru saja hendak memulai sarapan, muncullah pengemis di depan pintu yang  meminta diberi sedikit roti karena sudah lebih 3 hari perutnya tidak diisi makanan.

Melihat hal tersebut , Sya’ban merasa iba. Ia kemudian membagi dua roti itu sama besar, demikian pula segelas susu itu pun dibagi dua.

Kemudian mereka makan bersama2 roti itu yang  sebelumnya dicelupkan susu, dengan  porsi yang  sama. Allah kemudian memperlihatkan ganjaran dari perbuatan Sya’ban RA dengan  surga yang  indah. Demi melihat itu diapun berteriak lagi:

“ Aduuuh kenapa tidak semua……”

Sya’ban kembali menyesal. Seandainya dia memberikan semua roti itu kepada pengemis tersebut tentulah dia akan mendapat surga yang  lebih indah.

Masyaallah, Sya’ban bukan menyesali perbuatannya, tapi menyesali mengapa tidak optimal.Sesungguhnya semua kita nanti pada saat sakratul maut akan menyesal tentu dengan kadar yang berbeda, bahkan ada yang  meminta untuk ditunda matinya karena pada saat itu barulah terlihat dengan jelas konsekwensi dari semua perbuatannya di dunia.

Mereka meminta untuk ditunda sesaat karena ingin bersedekah. Namun kematian akan datang pada waktunya, tidak dapat dimajukan dan tidak dapat dimundurkan.

Sering sekali kita mendengar ungkapan hadits berikut:

“Sholat Isya berjamaah pahalanya sama dengan sholat separuh malam.”

“Sholat Subuh berjamaah pahalanya sama dengan sholat sepanjang malam.”

“Dua rakaat sebelum Shubuh lebih baik dari pada dunia dan isinya.”

Namun lihatlah... masjid tetap saja lengang. Seolah kita tidak percaya kepada janji Allah. Mengapa demikian? Karena apa yang  dijanjikan Allah itu tidak terlihat oleh mata kita pada situasi normal. Mata kita tertutupi oleh suatu hijab.

Karena tidak terlihat, maka yang berperan adalah iman dan keyakinan bahwa janji Allah tidak pernah meleset. Allah akan membuka hijab itu pada saatnya. Saat ketika nafas sudah sampai di tenggorokan.
 
Sya’ban RA telah menginspirasi kita bagaimana seharusnya menyikapi janji Allah tersebut . Dia ternyata tetap menyesal sebagaimana halnya kitapun juga akan menyesal. Namun penyesalannya bukanlah karena tidak menjalankan perintah Allah SWT. 

Penyesalannya karena tidak melakukan kebaikan dengan n optimal. Semoga kita selalu bisa mengoptimalkan kebaikan² di setiap kesempatan.

Wallohu'alam... 

Lebih baru Lebih lama

Iklan

Iklan

Formulir Kontak