Nasib 2 Orang Siswa Diduga Korban Pilkades, Ini Sih Keterlaluan!

ilustrasi, iswa-siswi sedang bersiap mengikuti apel bendera.spiritnews.co.id

TendaBesar.Com - Jakarta - Dua orang siswa di Tapanuli Utara (Taput) mengalami trauma diduga karena mendpatkan perlakuan kurang manusiawi dari oknum kepala sekolah. Dua siswa tersebut yakni R (12) dan W (10), yang merupakan siswa kelas VI dan IV SDN 173377, Desa Batu Arimo, Kecamatan Parmonangan, Taput, Sumut.

Kedua siswa tersebut diduga menjadi korban perhelatan politik yakni Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) yang dilaksanakan serentak di 200 Desa se-Taput. R dan W dipaksa turun kelas, ditenggarai  karena orang tua mereka tidak memilih suami sang kepala sekolah di Pilkades yang bakal diselenggarakan. 

"R dan W mengalami intimidasi hingga dipaksa turun kelas diduga hanya karena kedua orangtuanya tidak ingin memilih suami sang Kepala Sekolah di Pilkades mendatang. Tadinya R sudah duduk di bangku kelas VI harus rela duduk di kelas II, demikian juga W dari kelas IV ke kelas II," papar Direktur LBH Sekolah Jakarta, Roder Nababan, Kamis (11/11/2021).

Bahkan Roder mengatakan bahwa kedua siswa tersebut tak hanya diturunkan kelasnya, melainkan mereka juga sering mendapat ancaman dan intimidasi dari oknum kepala sekolah tersebut dengan ancaman  pindah sekolah.

"Kebetulan, selain sebagai Kasek SDN 173377, si oknum juga menjadi pelaksana tugas Kepala Desa Batu Arimo. Yah, mungkin dia kesal saat mengetahui jika suaminya yang nyalon jadi Kepala Desa tidak didukung orangtua muridnya," tambah Roder kepada awak media.

Untuk memastikan kabar tersebut benar atau tidak, awak media mencoba mengklarifikasi kepada Kepala Dinas Pendidikan Taput, Bontor Hutasoit.

Info yang didapatkan dari kepala dinas tidak sama dengan apa yang disampaikan oleh Roder. Kepala Dinas Pendidikan Taput, Bontor mengatakan bahwa dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Taput  ia mengatakan oknum kepala sekolah itu membantah dirinya menurunkan kelas dua orang siswa itu karena masalah pilkades melainkan karena keduanya belum lancer membaca.

"Dalam keterangannya, Kasek SDN 173377 membantah hal itu, kedua anak tersebut didudukkan di bangku kelas II adalah karena kedua siswa belum fasih dalam membaca. Itu jawabannya," jelas Bontor.

Bontor juga mengatakan bahwa seorang kepala sekolah tidak lantas mampu melakukan tindakan tersebut, menurunkan kelas siswa apalagi menurun kelas peserta didik dari kelas VI menjadi kelas II atau dari kelas IV menjadi kelas II.

"Kalau dapodiknya itu tetap, kelas VI dan kelas IV. Namun, karena tidak lancar membaca, keduanya diajari di kelas II," tukas Bontor.

Lebih baru Lebih lama

Iklan

Iklan

Formulir Kontak