TendaBesar.Com - Jakarta - Aksi demonstrasi rakyat meminta RUU HIP dibatalkan akhirnya pecah pada Rabu, 24 Juni 2020 siang.
Ratusan ribu masyarakat memenuhi depan gedung DPR-MPR menuntut agar pembahasan RUU tersebut tidak dilanjutkan alias dibatalkan.
Kemarahan ratusan ribu rakyat yang ikut tumpah ruah menyuarakan aspirasinya berujung pada pembakaran bendera partai PDI Perjuangan yang dianggap menjadi biang kerok pancasila dikerdilkan.
Sejak awal rakyat khususnya para pecinta NKRI dan Pancasila, melihat bahwa PDIP menjadi partai yang memberikan ruang dan membuka pintu lebar-lebar kepada eks PKI untuk terlibat politik di negeri Indonesia.
Khususnya umat islam yang enam tahun terakhir ini merasa termarjinalkan di negerinya, negeri nenek moyangnya, merasakan bahwa PKI semakin diberi ruang untuk bergerak bebas meskipun gerakan itu terlarang di negeri ibu pertiwi.
Para tokoh perjuangan dan tokoh-tokoh Islam banyak yang dibungkam, dikriminalisasi, sementara eks PKI seolah diberikan keleluasaan untuk berbuat sesukanya.
Bahkan tokoh PKI yang menulis buku "aku bangga menjadi anak PKI" juga tidak mendapatkan teguran, apalagi hukuman sebagaimana para tokoh penentang PKI yang tidak sedikit masuk ke jeruji besi.
Dibahasnya RUU HIP oleh DPR dan disetujui oleh hampir seluruh fraksi kecuali PKS dan demokrat menjustifikasi bahwa kekuasaan yang notabene di bawah kendali PDIP sedang mengusahakan agar PKI boleh kembali berkiprah secara legal di tanah Indonesia.
Maka wajar jika rakyat yang ikut dalam aksi menolak RUU HIP marah dengan PDIP dan kemarahan itu ditunjukan dengan pembakaran bendera partai tersebut. Meskipun semestinya peserta aksi tidak harus melakukan itu semua.
Namun atas insiden tersebut politsi PDIP yang kini duduk sebagai menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia, TJahjo Kumolo baper.
TJahjo meminta agar kader-kader PDIP bergerak dan meminta kepolisian se Indonesia untuk mengusut tuntas aksi pembakaran tersebut.
"Menyikapi pembakaran bendera PDIP pada aksi di depan DPR tersebut, pengurus ranting, DPC, DPD dan Fraksi wajib mendatangi Polres dan Polda se Indonesia untuk mengusut dan menangkap serta memperoses hukum pembakar bendera partai", kata Tjahjo geram, Kamis, (25/6/2020)
Barangkali apa yang dilakukan oleh TJahjo adalah bentuk kekesalannya kepada oknum peserta aksi yang menurutnya telah melakukan aksi tindakan tidak terpuji.
Namun demikian TJahjo juga perlu bijak, dalam alam demokrasi hal-hal seperti itu sangat mungkin terjadi. Jangankan bendera partai, bendera NKRI-pun dibakar pada saat kerusuhan di papua beberapa bulan lalu.
Memaafkan akan jauh lebih menentramkan. Jangan menggunakan kekuasaan untuk melakukan balas dendam. Itulah yang lebih elok dilakukan oleh seorang apalagi seorang pejabat terhormat, bukan malah memprovokasi dengan menuntut penangkapan. (ah/tendabesar)