TendaBesar.Com - Jakarta - Polemik BPJS tak kunjung usai. Sebelumnya santer diberitakan dana BPJS surplus dan ada wacana digunakan untuk inprastruktur, namun akhirnya dibantah pemerintah.
Tak lama berselang, justru mencuat BPJS tersangkut kasus nunggak pembayaran di ratusan rumah sakit dan hingga kini tunggakan tersebut belum usai.
Salah satu rumah sakit yang mengaku memiliki piutang BPJS kepada pemerintah adalah rumah sakit Muhammadiyah.
Dalam pengakuannya Muhammadiyah mengatakan: "pemerintah menunggak pembayaran BPJS sebesar 1.2 trilyun ke rumah sakit Muhammadiyah".
Hal itu disampaikan mantan ketua umum Muhammadiyah, Din Syamsudin pada acara milad ke 61, Unipersitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dan Launching Count Down Menuju Muktamar di Solo Jawa Tengah Pada Sabtu, (28/12/2019)
Ini baru pengakuan dari rumah sakit Muhammadiyah. Belum dari pengakuan rumah sakit yang lain dan kemungkinan jumlahnya jauh lebih besar.
Usai Menaikkan iuran BPJS kesehatan di tengah kondisi masyarakat yang makin kesulitan karena terdampak covid-19, dengan Perpres Nomor 64 Tahun 2020, kini pemerintah kembali mewacanakan iuran BPJS dilakukan peninjauan secara berkala untuk penyesuaian iuran.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Febio Kacaribu menyampaikan, bahwa kenaikan iuran BPJS itu masih lebih rendah dibandingkan dengan perhitungan aktuaria.
"Kenaikan iuran ini masih jauh dari perhitungan aktuaria, harusnya untuk kelas I iuran yang pantas Rp 286 ribu, Kelas II, Rp 184 ribu", ujar Febio dalam video conference, Jumat, (29/5/2020)
Fabio juga menyampaikan bahwa besaran iuran BPJS mestinya dilakukan review secara berkala sebab sejak 2016 iuran tarif BPJS belum pernah mengalami penyesuaian.
"Besaran tarif BPJS perlu di-review secara berkala sebab praktiknya, iuran JKN terakhir naik tahun 2016", tegas Fabio.
Sebelumnya Rizal Ramli mantan menteri prekonomian mengusulkan kepada pemerintah, bahwa untuk mengatasi defisit anggaran BPJS tidak perlu menaikan iuran. Cukup dengan membatalkan program kartu prakerja abal-abal dan alihkan dananya untuk menutupi defisit BPJS selesai.
"Pak Jokowi sebenarnya mempunyai pilihan mudah, batalkan saja program prakerja Rp 20 trilyun termasuk storan abal-abal dan KKN provider online Rp 5,5 trilyun, gunakan untuk menyelesaikan BPJS kesehatan sehingga tarif tidak perlu naik, gitu aja ribet. tweet Rizal di akun twitternya Jumat, (15/5/2020).
Terkesan pemerintah melihat penyelesaian persoalan akarnya pada uang, sehingga apa saja masalahnya ukuran penyelesaiannya adalah duit. Padahal masih banyak cara lain yang bisa dilakukan jika pemerintah mau lebih kreatif.
Jika pemerintah tidak ingin disibukkan oleh persoalan BPJS, hal kreatif yang sangat mudah dilakukan adalah bubarkan BPJS, kembalikan penangannya kepada masing-masing lembaga atau perseorangan, itu bakal jauh lebih efektif. Pemerintah hanya butuh menyiapkan instrumen monitoring dan evaluasi untuk memastikan program tersebut berjalan dengan baik.
Hal itu disampaikan oleh Shobri, M.E.I., salah seorang praktisi pendidikan di Bogor. Alumi Megister Ekonomi Islam tersebut mengatakan "Penanganan BPJS akan lebih efektif jika diserahkan kepada lembaga atau perseorangan. Untk lembaga sifatnya wajib, tapi perseorangan sifatnya pilihan. Yang perlu disiapkan oleh pemerintah adalah instrumen monitoring untuk memastikan program tersebut berjalan dengan baik", ujarnya saat dihubungi tendabesar. Sabtu, (30/5/2020)
"Bayangkan satu sekolah atau perusahaan misalnya memiliki pegawai sejumlah 200 orang, kemudian perusahaan tersebut mengalokasikan dananya 42.000 per orang tiap bulan. Maka dana tabarru' sekolah tersbut terkumpul 8.400.000,- itu jika mengambil kelas III iuran BPJS. Dalam 12 bulan dana yang terkumpul 100.800.000. Jika standar iuran yang diambil kelas 1 maka dana yang akan terkumpul selama satu tahun adalah 360.000.000. Dana tersebut bisa digunakan sewaktu waktu, tanpa proses yang ribet, tanpa syarat berbelit belit sebagai mana yang terjadi di BPJS saat ini, dan dijamin tidak akan ada tunggakan kepada rumah sakit", sambung Shobri.
Apakah pemerintah mau tetap pada track yang saat ini dilakukan dalam menyelesaikan persoalan BPJS dan akan terus menimbulkan masalah yang tak kunjung usai dan malah semakin membesar atau serahkan kepada masing-masing perusahaan dengan pengawasan yang ketat. Kita tunggu gebrakan berikutnya. (af/tendabesar)