Kisah Motivasi "Sahabat Surat Miskin" Part - 6


Oleh : Elbar

"Inikah Sebagian Dari Kebahagiaan Itu?"



TendaBesar.Com - KISAH - Ya hari itu begitu cerah dan indah, kicauan burung terdengar bersahutan bak nyanyian syahdu yang menyejukkan. Matahari pagi pun tersyenyum menyapa bumi dengan ramahnya, di balik gunung itu ia nampak begitu indah dan menawan. Para petani sudah mulai berlalu lalang dengan membawa  berbagai peralatannya. mereka siap melakukan aktivitas kesehariannya.  sama halnya para orang tua juga sibuk menyiapkan segala perlengkapan anaknya yang akan memulai aktivitas perdana dalam belajarnya. 

Mahmud dan para santri di pesantren juga tidak kalah sigapnya, sejak taklim subuh selesai dilaksanakan iapun  memulai aktivitasnya dengan mandi bergantian. Setelah segala  perlengkapan dirasa siap, ia-pun bergegas berjalan menuju sekolah yang selama ini dia idamkan.

Jarak antara pondok pesantren dengan sekolah hanya satu kilo merer, cukup dilalui dengan jalan kaki  menyusuri tepi sawah yang hijau dan menyejukkan. Tepatnya pukul 07.30 upacara bendera sudah mulai dilaksanakan, dada Mahmud berdebar dan bergemuruh, ia masih belum percaya apakah ini nyata atau sebatas mimpi, ia menatap setiap wajah yang masih asing di matanya.
  
“Ya Allah benarkan ini semua, benarkah ini bukan mimpi?

“Ya Allah akhirnya Engkau meridhaiku,  kini aku sudah memulai tahapan kedua tingkat sekolahku, kini aku telah bersama dengan anak-anak berada yang juga sama-sama melanjutkan sekolahnya ke tingkat lanjutan pertama ini”

“Ya Allah hamba senang dan  terharu, oh  ibuu!, Mahmud  sudah mulai sekolah, ayaah aku sudah mulai belajar”

Mahmud larut dalam lamunannya sampai-sampai ketika komandan upacara menyiapkan barisan,  ia gelagap karena kagetnya. 
“Alhamdulillah, Terimakasih ya Allah inikah sebagian dari kebahagiaan itu?

Pukul 08.00 semua siswa masuk kelas masing-masing, karena murid tidak terlalu banyak, hanya satu kelas dan juga ruang  kelas yang terbatas, maka siswa-siswi pun ditempatkan pada satu ruangan sesuai kelas masing-masing  baik kelas 7, 8 atupun kelas 9, hanya dibedakan tempat duduknya dengan sekat hijab meja dan kursi. akhwat di sebelah kanan dan ikhwan di sebelah kiri. 

Mahmud tergolong orang yang tidak banyak bermain, ia lebih baik membaca buku ketimbang berbicara atau bermain yang tiada guna. Di kelas itu dia mengenal teman-temannya yang baru antara lain: Muhammad Kholid siswa yang senantiasa periang, Habibullah anak yang sangat cepat memahami pelajaran, Ahmad Hanafi siswa yang memiliki postur tubuh cukup besar, Maisaroh, siswi yang  bongsor namun enerjik, Hameeda Bilqies si primadona kelas, Nur’aini siswi yang kalem, manis dan lembut,  Miskah siswi yang  super supel dalam bergaul. 

Di samping itu Mahmud juga berkenalan dengan kakak kelasnya baik dari kelas  delapan ataupun kelas sembilan, ada kak Ja’far siswa kelas delapan yang berpostur se-mampai dan berkulit sawo matang manis, kak Ma’isyah kelas delapan yang otaknya cukup brilian, kak  Jaelani siswa kelas sembilan yang tinggi, gagah, cerdas namun agak pendiam alias tawadhu’ serta teman lainnya yang memiliki karakter unik yang melekat pada diri mereka masing-masing.

Demikianlah hari-hari Mahmud, ia lalui dengan penuh keceriaan, kebahagiaan dan kesungguhan. Mahmud ingin menunjukkan pada orang lain bahwa anak semiskin apapun tidak tertutup jalannya untuk bisa bersekolah, meraih cita-cita dan impian. Mahmud ingin menghilangkan stigma masyarakat yang senantiasa mengatakan bahwa  anaknya tidak bisa bersekolah karena tidak ada biaya. Mahmud tidak ingin menyia-nyiakan kesempatannya bisa bersekolah dengan menargetkan dirinya menjadi salah satu juara kelas nantinya. 

Hampir setiap waktu bermainnya ia gunakan untuk membaca buku atau mengulangi pelajaran yang telah didapatkan bahkan tidak jarang ia langsung mengerjakan PR di perpustakaan. satu hal yang membuat Mahmud ber-prinsip belajar dan belajar adalah mengingat ayahnya yang lelah, berpeluh dan berkeringat bahkan ayahnya sampai menggadaikan rasa malunya (dalam tanda kutif) demi sebuah surat  miskin dari  kantor Desa dan Kecamatan.  

Hari itu ada tiga mata pelajaran yaitu Matimatika, Bahasa Indonesia dan Imlak (dekte menulis arab) semua pelajaran diselesaikan dengan baik olehnya termasuk imlak yang merupakan pelajaran baru dan asing bagi siswa yang tidak pernah ikut Diniyyah.  

“Ya Allah bukakanlah kecerdasan hamba dalam menerima setiap pelajaran dan jadikan hamba anak yang senantiasa pandai bersyukur atas ni’mat yang telah engkau berikan pada hamba amien.”

to be continue..

Lebih baru Lebih lama

Iklan

Iklan

Formulir Kontak