Pemerintah Gunakan Buzcer Untuk Sosialisasi Kebijakan Publik, Pengamat Itu Mubazir



TendaBesar.Com - Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) membongkar serta menyayangkan pemerintah menggunakan buzzer-influencer (Buzcer) untuk mensosialisasikan kebijakan-kebijakannya kepada rakyat.

Sosok Buzcer digunakan pemerintah untuk menyosialisasikan beragam kebijakannya kepada rakyat pengguna media sosial (medsos). 

ICW menemukan bahwa pemerintah menggelontorkan dana yang cukup pantastis untuk menggaji para Buzcer tersebut. Tercatat pemerintah menggunakan dana sebesar Rp 90,45 miliar untuk menggaji mereka. 

Anggaran itu sangat besar tentunya bila dibandingkan dengan alokasi dana pengembangan penelitian keilmuan di negeri khatulistiwa ini.

Diketahui ternyata pemerintah telah menggunakan Buzcer untuk mensosialisasikan berbagai kebijakannya sejak tahun 2017.

Peneliti ICW Egi Primayogha mengungkapkan bahwa lembaganya telah mengumpulkan data pengadaan program dan jasa di 34 kementerian, lembaga, kejaksaan dan Polri dari 14 hingga 18 Agustus 2020 melalui situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

Dari penelusuran tersebut ICW menemukan data anggaran yang digelontorkan pemerintah untuk pengadaan program dan jasa melalui aktivitas digital termasuk bagi Buzcer dengan total pantastis Rp 19,2 triliun.

Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menyampaikan keritik pedas terhadap pelibatan Buzcer oleh pemerintah. Trubus mengatakan bahwa pelibatan Buzcer itu menandakan pemerintah lemah dalam perencanaan.

Trubus menilai bahwa pelibatan Buzcer dengan anggaran yang luar biasa pantastis tersebut sangat tidak efektif, sebab masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui kebijakan-kebijakan pemerintah terkhusus mereka yang tidak menggunakan media sosial.

Di sisi lain para Buzcer juga dinilai tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk mensosialisasikan kebijakan pemerintah. Maka tidak jarang akhirnya informasinya justru menyesatkan.

"Influencer banyak yang tidak memahami kebijakan itu sendiri, jadi banyak yang tidak memahami kemudian malah informasinya menyesatkan dan tentunya pemborosan anggaran. Tidak efektif juga untuk menginformasikan atau melakukan sosialisasi terkait kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Itu masalahnya," ujar Trubus, Jumat (21/8/2020).

Trubus menyampaikan jika dilihat dari cost and benefit justru penggunaan Buzcer merugikan negara, Sebab pemerintah tidak memiliki alat ukur apakah kebijakan itu tersampaikan atau tidak. 

"Kalau benefitnya penggunaan influencer itu cuma dapat menarik minat, daya tarik masyarakat. Misalnya influencernya artis. Dengan mendatangkan artis kan maunya pemerintah itu menarik minat. Kemudian masyarakat nanti akan berbondong-bondong dan jadi paham dengan kebijakan. Justru yang terjadi malah warga nanti jadi menonton artisnya. Melihat pakaiannya, penampilannya, seksinya, tampannya, bukan persoalan kebijakannya. Padahal yang seharusnya disampaikan kebijakannya", beber Trubus

Trubus mengingatkan pemerintah bahwa penggunakan Buzcer atau artis itu sangat tidak tepat bahkan cendrung mubazir. Bahkan terubus menduga penggunaan Buzcer itu hanya untuk bagi-bagi kue proyek. Sebab yang lebih tepat dalam mensosialisasikan kebijakan itu ialah menggunakan perangkat Rt, RW, Tokoh agama, tokoh masyarakat dan para akademisi.

"Jadi kalau kebijakan, ini memang membutuhkan orang-orang yang punya kapasitas di situ, misalnya RT, RW, Lurah, kemudian tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh kemasyarakatan, kemudian akademisi, mahasiswa. Itu karena tentu akan lebih menguntungkan itu daripada menggunakan influencer-influencer artis," tutur Trubus

Berbeda dengan Trubus, pengamat media sosial Eddy Yansen, mengatakan bahwa Buzcer dapat membantu pemerintah mempromosikan segala kebijakannya melalui akun media sosial yang digunakan masyarakat.

Eddy mengatakan bahwa kini Buzcer menjadi 'media massa baru' di era digital. Eddy menganggap bahwa sangat wajar apabila pemerintah menggandeng Buzcer dalam mempromosikan program atau kebijakannya

"Menurut saya wajar guna mensosialisasikan kebijakan untuk menjangkau orang sebanyak-banyaknya, dengan memanfaatkan semua media yang dikonsumsi masyarakat," kata Eddy

Eddy Mengatakan pemanfaatan Buzcer bukan berarti pemerintah belum lihai menggunakan tehnologi, justru ini menunjukkan bahwa pemerintah lihai melihat celah positif disaat Buzcer bisa memasarkan kebijakan pemerintah melalui akun media sosial dengan gayanya yang menyedot perhatian masyarakat.

"Dalam hal ini berarti sebagai memanfaatkan media mereka beserta jasa ide-ide kreatif mereka dalam mengkomunikasikan ke pengikut mereka atau penonton mereka dengan bahasa, gaya komunikasi yang khas yang dimilik oleh masing-masing Buzcer", tutup Eddy. (fhj/tendabesar)

Lebih baru Lebih lama

Iklan

Iklan

Formulir Kontak