Sama-Sama Langgar Fhysical Distancing, Tapi Perlakuannya Berbeda "Demokrasi Terancam"


TendaBesar.Com - Jakarta - Banyak  masyarakat yang bertanya dan menyayangkan tentang keputusan pemerintah, yang kembali menangkap Habib Bahar Bin Smith dengan alasan melanggar ketentuan asimilasi.

Habib Bahar bin Smith kembali ditangkap setelah dianggap melanggar syarat dan ketentuan asimilasi yakni pasal 136 permenkumham tahun 2018.

Pasal itu terdiri dari 2 ayat dimana ayat kedua merupakan penjelasan dari hal-hal yang dapat menimbulkan pencabutan asimilasi dari seorang narapidana.

Inilah bunyi pasal yang 136 tersebut selengkapnya:

Ayat 1, Direktur Jendral atas nama menteri dapat mencabut keputusan Asimilasi yang ditetapkan terhadap narapidana dan anak.
Ayat 2, Pencabutan keputusan sbagaimana dimaksud pada ayat 1, dilakukan jika narapidana dan anak;

a. Melakukan pelanggaran tata tertib di dalam lapas dan dicatat dalam buku register F,
b. Tidak melakukan program asimilasi sebagaimana mestinya,
c. Melakukan pelanggaran hukum
d. Terindikasi melakukan pengulangan tidakan pidana
e. Menimbulkan keresahan dalam masyarakat
f. Pulang ke rumah atau tempat lain yang merupakan tempat tinggal keluarga atau saudara
g. Bepergian ke tempat lain yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan asimilasi, dan atau menerima kunjungan keluarga di tempat asimilasi.

Raynhard Silitonga Dirjen pemasyarakatan mengatakan bahwa Habib bahar melakukan pelanggaran ketentuan asimilasi sebagaimana diatur pada pasal 136 permenkumham nomor 3 tahun 2018.

"Yang bersangkutan telah melanggar ketentuan khusus asimilasi, sebagaimana diatur dalam pasal 136 ayat 2 kata Reinhard, Selasa, (19/5/2020)

Dugaan pelanggaran yang dilakukan adalah aturan Pembatasan Sosial Distancing (PSBB) karena telah melakukan pengumpulan masa, dan pasal 136 Permenkumham Nomor 3 2018, ayat 2 poin (e) yakni melakukan kegiatan yang dapat meresahkan masyarakat. 

Diketahui bahwa Habib Bahar melakukan ceramah di pondok pesantrennya pada Sabtu, 16 Mei 2020, terjadi pengumpulan masa, tidak menjaga fhysical distancing dan isi ceramahnya dianggap dapat meresahkan masyarakat.

"Ceramahnya yang beredar berupa video viral dapat meninmbulkan keresahan di masyarakat" ujar Reynhard.

Di sisi lain netizen membandingkan perlakuan yang didapatkan oleh tokoh agama dalam hal ini tokoh agama islam dengan perlalukan yang didapatkan oleh para pejabat dalam kasus yang sama. yakni sama-sama mengumpulkan masa

Jika ulama melanggar physical distancing, maka ulamanya dijebloskan ke penjara, tapi jika pejabat melakukan hal yang sama, maka mereka bukan masuk penjara tapi masuk istana.

Hal itu disampaikan oleh akun @pejuangrindu24 dalam akun tweternya. 

"Enak banget yang membuat konser secara terbuka tidak dianggap melanggar PSBB karena pro pemerintah, tapi giliran Habib Bahar yang kerumuan masanya datang sendiri tanpa diiklankan, malah dianggap melanggar PSBB, #PSBBbelumDilonggarkan#IndonesiaTerserah", Twetnya.



Sebelumnya Fadli Zon juga mengkritik keras Habib Bahar kembali ditangkap. Ia menyayangkan Kapolri membiarkan HB ditangkap di pesantrennya tengah malamm dan menganggap bahwa perlakuan yang dilakukan terhadap HB adalah perbuatan diskriminatif.

"Pak Kapolri, Kenapa Habib Bahar diperlakukan diskriminatif?, Hukum kini benar benar menjadi alat kekuasaan, apalagi ditangkap di tengah malam, di bulan suci Ramadhan, di pesantrennya, apa negeri ini masih bisa disebut demokrasi, tulis Fadli di akun tweternya, Selasa (19/5/2020)

Dari penelusuran "tendabesar" ceramah HB yang dianggap meresahkan masyarakat oleh Dirjen Pemasyarakatan tersebut, ternyata masih datar-datar saja. Memang ada penekanan pada penggalan ceramah tersebut dimana sang Habib mengkritik prilaku pejabat. 

"Jika dulu para pahlawan mengorbankan harata dan nyawanya demi rakyat, tapi saat ini pejabat korbankan rakyat demi mereka", kata Habib Bahar pada ceramah tersebut. 

Kritik itu masih normal-normal saja, dan mestinya itu menjadi evaluasi pemerintah dimana mereka telah membuat kebijakan yang seringkali dianggap tidak berpihak dan bahkan makin menyengsarakan rakyat.

Selama pemerintah alergi dengan kritikan, maka kehidupan demokrasi di negeri ini tidak akan berjalan dengan baik. Selalu akan ada politik balas dendam. Siapa yang berkuasa dia akan berbuat hal yang sama pada lawan politik atau oposisinya. Demokrasi kita terancam. (ah/tendabesar)

Lebih baru Lebih lama

Iklan

Iklan

Formulir Kontak