Kisah Motivasi "Sahabat Surat Miskin" Part - 8


Oleh : Elbar

"Senyum Kesungguhan"


TendaBesar.Com - Kisah - Pagi itu langit  agak mendung, sinar mata hari yang biasanya tersenyum sumringah terhalang awan yang kian tebal. Ya  hari itu sebagian besar santri akan dijemput pulkam oleh orang tuanya, maklum dua minggu ke depan liburan panjang sehabis ujian akhir semester kenaikan kelas.
  
Meskipun hasil ujian belum dipublikasikan ke siswa, namun siswa sudah diliburkan karena teradisi sekolah Tsanawiyah,   raport siswa dibagikan pada saat siswa memasuki tahun ajaran baru kenaikan kelas yang biasanya dibarengkan dengan pertemuan management, dewan guru dan orang tua wali santri. 

Meskipun rintik hujan sudah mulai menyapa bumi, namun antusias para orang tua yang menjemput anaknya tetap semangat sebab telah bertahun mereka meninggalkan kampung halaman dan momen liburan itu menjadi kesempatan bagi para santri untuk menampilkan hasil  belajarnya selama ini ke masyarakat.

Biasanya santri yang pulkan diberi kepercayaan oleh masyarakat untk mengisi pengajian kampung mereka masing-masing, karena santri dianggap orang yang mampu memberikan  pencerahan kepada masyarakatnya.

Satu demi satu santri-pun pamit kepada Papuk Tuan Guru, dengan wajah sumringah berhias bahagia, mereka melambaikan tangan saat meninggalkan pondok pesantren, tak lupa Papuk Tuan Guru menitipkan pesan agar para santri memberikan contoh yang baik kepada masyarakat di daerahnya. Soepratman Ghazi, Sunaseh Ghobi, Habibulloh, Muzakkir Syauqie  dan semua santri baik kelas VII,VIII dan kelas IX kecuali para pengurus pondok mengambil bagian dalam mudik tersebut.

Lain halnya dengan Mahmud… dia mengambil langkah yang berbeda dari kebanyakan temannya, ia tidak pulang kampung sebelum dirinya benar-benar menguasai banyak pelajaran kitab kuning, dan waktu liburan adalah kesempatan baginya untuk banyak bertanya pada para ustaz pengurus pondok yang tidak pulang kampung. Papuk tuan panggilan masyhur untuk para istri Tuan Guru di Lombok bertanya kepada Mahmud alasan kenapa santri satu ini tidak pulang kampung

“Mud kamu endak pulang..? tanya beliau…

“endak puk tuan jawab Mahmud singkat..,

“kenapa kamu endak pulang tanya puk tuan kental dengan logat lomboknya…”

“ingin memperbanyak belajar puk tuan… jawab Mahmud…” 

“Subhanallah, semoga kamu jadi anak yang sukses ya…? lanjut papuk tuan”.

Sebenarnya Mahmud  ingin sekali pulang kampung, tapi ia tidak ingin orang tuanya merasa terbebani, seragam yang sejak awal ia masuk pondok sudah robek, kerah baju pramuka sudah mulai lusuh, jahitannya lepas dan bolong-bolong, demikian juga celananya sudah mulai berwarna keputih-putihan saking sudah kucelnya. Ya Allah gumamnya saat sedang mencuci pakaiannya. Seragam biru-putihnya juga sudah mulai sobek, kancingnya sudah berguguran, telah berkali-kali ia menambalnya namun ya namanya juga seragam sudah lusuh tetap saja sobek lagi-sobek lagi. 

Di saat ia sedang membaca Al qur’an di masjid pondok, ustaz Turmuzi berbincang serius dengan ustaz Akmaludin mengenai renovasi salah satu ruang kelas MI, Mahmud sepintas mendengar ustaz Akmal sapaan akrab ustaz Akmaludin membutuhkan kenek atau pelayan tukang, namun selebihnya Mahmud tidak tau apa maksud dan tujuan keduanya berbicara serius. Pembicaraan mereka terhenti dikarenakan azan zuhur dikumandangkan. Semua pengurus pondok melakukan sholat zuhur berjama’ah yang langsung di imami oleh bapak tuan guru, seusai sholat zuhur Mahmud bersalaman dengan bapak tuan guru, ustaz turmuzi, ustaz akmal dan lainnya, dengan basa basi ustaz akmal bertanya kepada Mahmud… 

“Mahmud kamu gak pulang? tanya beliau…”

“Alhamdulillah gak ustaz…pengen memaksimalkan hari libur dengan banyak belajar…”

Emm kalau pagi sampai sore kamu ada kegiatan…”

“ya paling baca Al Qur’an dan baca kitab ustaz…”

Ooo.. begitu kata ustaz Akmaludin  sambil manggut-manggut...sepertinya ada sebuah rencana yang ingin beliau utarakan…” 
“kalau saya tawarkan pekerjaan sama kamu, apa kamu berminat  bekerja..?”

“tapi memang pekerjaannya cukup berat, siapa tau kamu tertarik untuk nambah uang jajan…lanjut beliau…”

“insya Allah ustaz, kebetulan saya ingin sekali membeli seragam karena seragam sudah lusuh semua, jawab Mahmud tanpa berfikir panjang…”

“tapi pekerjaannya jadi kenek di proyek renovasi kelas MI lanjut ustaz Akmal mempertegas…”

“insya Allah ustaz saya siap jawab Mahmud meyakinkan…”

“tugas kamu membuat adukan dan melayani tukang...kembali ustaz Akmal merinci…”

“ya insya Allah ustaz saya biasa jadi kenek kata Mahmud kembali meyakinkan…”

“Al hamdulillah…kalau begitu besok jam 07.00 kamu sudah mulai bisa bekerja ucap ustaz Akmal…oya satu hal lagi.. gaji kamu perhari Rp. 2.500,- dan perkiraan selesainya 2 minggu atau 14 hari, apa kamu siap kata ustaz Akmal kembali bertanya…”
“Insya Allah ustaz jawab Mahmud…”

Esok paginya jam 06.30 Mahmud sudah berangkat ke lokasi, tepat pukul 07.00, ia dan tukang yang mengerjakan proyek itu sudah berjibaku dengan pasir, semen dan kayu. Pekerjaan kasar seperti kenek memang pekerjaan yang sangat menguras tenaga, keringat sudah pasti bercucuran, lelah sudah pasti dirasakan, meskipun kini  tangan sudah mulai kasar dan bengkak tapi Mahmud tetap bertahan dan tersenyum dalam kelelahan. Baginya bekerja apa saja asalkan halal dan mampu membeli seragam adalah sebuah karunia yang tak ternilai harganya..terbayangkan olehnya bahwa setelah proyek itu selesai ia akan mendapatkan gaji dan gaji itulah yang akan digunakan untuk membeli seragam, ia tersenyum dalam lamunannya di saat-saat istirahat menunggu tukang selesai menghabiskan satu gayung pelesterannya.

Satu minggu telah berlalu, kini pengerjaan proyek telah memasuki minggu ke 2, namun  kemungkinan besar proyek ini akan melewati batas waktu yang telah ditargetkan, karena ternya banyak perubahan dari sate pland awalnya. Mahmud tidak peduli apakah proyek itu selesai tepat waktu ataupun tidak, yang ia butuhkan sederhana dia ingin memiliki seragam yang baru tanpa harus merepotkan ayah dan ibu-nya tercinta. 

Dia ingin seperti temannya yang lain yang kadang setiap selesai ujian caturwulan, senantiasa berganti baju, baju baru tentunya. ya meskipun itu merupakan angan-angan kosong yang jauh dari kenyataan. itulah tekad yang selalu tertanam dalam harap-nya. Namun hingga memasuki hari pertama minggu ke-3 proyek itu masih dalam tahap finishing, sementara hari pertama adalah pengumuman kenaikan kelas dan penobatan  peringkat siswa terbaik.

Hari ke-2 sebelum masuk sekolah semua santri telah kembali dari kampung halamannya. Sudah barang tentu berbagai macam cerita pengalaman menarik mereka disampaikan kepada teman-temannya. Mahmud hanya menjadi pendengar setia atas pengalaman unik dan membahagiakan yang didongengkan oleh teman-temannya itu. Ya demikianlah kisah mereka dengan berbagai versi yang memperkaya pengetahuan satu sama lain tentang adat kebiasaan kampung masing-masing mereka. Subhanallah….

Hari pertama yang dinanti itupun tiba. Gemuruh dada dan detak jantung para siswa makin berdebar, mereka menyimpan dua pertannyaan yang mendasar, apakah mereka lulus, naik kelas dan bahagia atau sebaliknya tidak lulus dan siap menanggung malu. Namun tidak begitu bagi Mahmud…disaat temannya bersiap untuk masuk sekolah dengan menggunakan baju seragam mereka, ia sendiri  menggunakan baju lusuh yang telah berlumuran dengan acian pasir dan semen. 

Ia berangkat lebih pagi untuk menyelesaikan tanggung jawabnya yang masih tersisa. Hari pertama masuk kelas tidak bisa dilakoninya dikarenakan proyek pembangunan ruang kelas tersebut belum selesai. Banyak temannya yang keharanan dan bertanya-tanya namun demikian ada juga yang kagum dan salut dengan kegigihannya itu.

“Mud..selama liburan ini antum kerja proyek..? tanya Soepratman Ghazi keheranan…”

“ya jawab Mahmud sambil berlalu menuju lokasi” 

Soepratman Ghazi mengerutkan dahi sebagai tanda simpatinya kepada Mahmud yang melangkah dengan pasti serta penuh kesungguhan itu…Allahu Akbar…! "mudahkan teman hamba ya Allah", do’anya

Sesampainya di tempat pekerjaannya, Mahmud-pun mulai berjibaku dengan pasir, semen, batu  krikil dan lainnya. Hameeda Bilqies si primadona kelas yang tidak sengaja menyaksikan Mahmud yang bekerja sebagai kuli bangunan itu terenyuh dan tersentuh dengan kesungguhan peria tersebut.

“Subhanallah gumamnya sambil berlalu dan langusng menuju kelasnya”.

Memang sudah setahun ia mengenal pemuda pendiam yang tidak banyak bermain itu, namun hingga saat ini dia tidak mengetahui apa yang terjadi sehingga siswa ini rela bekerja sebagai kuli bangunan, pasti ada sesuatu di balik cerita hidupnya.

“ya Allah…pemuda itu benar-benar berbeda, dia tidak malu apalagi sungkan, meskipun dia seorang pelajar namun dia mau bekerja sambil belajar demi memenuhi kebutuhannya…ya Allah berikan kemudahan pada Mahmud agar dia tabah menjalani hidupnya”. 

Demikian do’a Hameeda Bilqies dalam lamunannya, namun demikian dia juga tidak tau persis apa yang sedang dialami Mahmud.
Lonceng pagi tanda masuk kelas berbunyi, seluruh siswa baik  kelas VII, VIII dan kelas IX berlomba menuju ruang kelas masing-masing. Hari  itu agenda sekolah hanya pengumuman kenaikan kelas dan penobatan peringkat kelas. Ustaz Anto wali kelas siswa kelas VII masuk dan membawa berkas hasil ujian kenaikan kelas siswa.

“Assalamu’alaikum sapa beliau kepada siswanya…”

“walaikumsalam warohmatullah..siswa serentak menjawab”

“bagaimana kabar kalian pagi ini?

“Alhamdulillah baik…kembali siswa menyahut serentak” 

“Baik hari ini adalah hari bahagia bagi kalian yang dinyatakan lulus dan naik kelas, juga hari bersabar bagi kalian yang ditunda kenaikan kelasnya dikarenakan beberapa hal” 

“Namun sebelumnya saya mau meng-absent kehadiran kalian terlebih dahulu” 

Lalu ustaz mungil itu mulai memanggil satu persatu seluruh siswanya, pada saat Mahmud dipanggil tidak ada kata hadir yang yang terucap, ustaz Anto kembali mengulangi panggilannya sambil menengadahkan kepalanya…namun tetap tidak ada jawaban, beliau lalu menanyakan keberadaan Mahmud  pada siswa yang lain…

“kemana teman kalian Mahmud? 

Soepratman Ghazi teman duduk Mahmud dalam satu meja mewakili teman yang lain menjawab, "Mahmud kerja proyek ustaz, soalnya semua pakaian seragamnya sudah bolong dan sobek, dia melakukan itu semua karena tidak ingin menyusahkan orang tuanya, makanya dia bekerja kuli bangunan" papar Soepratman Ghazi menjelaskan.

“Subhanallah"...komentar ustaz Anto sambil manggut-manggut”. Sementara temannya yang lain terperangah dan terharu… 

“Di mana kerjanya… apakah bisa beliau izin sebentar untuk mengikuti pengumuman kenaikan kelas ini..? Kembali ustaz Anto bertanya… 

“gak tau ustaz, giliran Sunaseh Ghobi  yang nyeletuk.. tapi kerjanya di Madrasah Ibtidaiyah (MI) ustaz, lagi ada kelas yang direnovasi..Sunaaseh kembali nyerocos..

“Ooo gitu sahut ustaz Anto sembari mengerutkan dahi” 

“Coba bisa dipanggilkan sebentar, siapa tau Dia diizinkan...”

“ya ustaz… insya Allah bisa” 

Habibulloh sepontan langsung melompat dan keluar berlari menuju Madrasah Ibtidaiyah, sekitar 5 menit kemudian Habibulloh dan Mahmud muncul di ruang kelas, Mahmud memberi salam..

“Assalamu’alaikum…sambil membungkukkan badan ala jepang sebagai penghormatan…”

wa’alaikum salam…jawab semua temannya” 

Tak karuan bajunya yang lusuh dilumuri percikan acian menjadi pemandangan yang mengharukan bagi semua temannya. Belum lagi Hameeda Bilqies yang terus menatap sosok yang dikaguminya itu tanpa berkedip. Mahmud  menunduk, tersipu menahan malu..
“Mud, kenapa kamu kerja kuli bangunan..? tanya ustaz Anto..”

“anu ustaz anu…”

Mahmud gugup dan suaranya tertahan…

“anu saya mau beli baju seragam ustaz jawabnya..”

“memang seragam kamu kenapa..? kembali ustaz Anto bertanya…

“sudah rusak semua ustaz, sudah bolong dan sobek ustaz..”

“kenapa kamu tidak memberitahukan orang tuamu…”

“anu ustaz… saya kasian sama mereka, karena untuk menghidupi keluarga sehari-hari saja mereka kesusahan, saya tidak ingin membebani mereka, saya tidak tega jika mereka bersedih dan tertekan”.

“Subhanallah sungguh mulia perangaimu naak..semoga kamu sukses dalam hidupmu” 

“Amiin teman-temannya serentak mengaminkan do'a ustaz Anto..”

Sementara itu tidak sedikit teman sekelasnya yang terlihat menyeka air matanya mendengar penuturan Mahmud tersebut, tak terkecuali Hameeda Bilqies.

Selesai diintrogasi, Mahmud dipersilahkan duduk di bangku untuk mengikuti pengumuman dan penobatan peringkat kelas.
Momen yang ditunggu-tunggu itu tiba, pengumuman kenaikan kelas dan penobatan peringkat kelas.

“Alhamdulillah kelas VII dinyatakan naik kelas semuanya…kata ustaz Anto membuka pengumuman…”

Untuk peringkat lima besar diraih oleh mereka yang memiliki kesungguhan dan kecemerlangan dan saya berharap kalian semua memiliki semangat belajar yang tinggi. Bagi yang masuk 5 besar hendaklah tidak menjadikan posisi peringkatnya menjadi sombong dan takabbur. Demikian juga yang tidak masuk 5 besar hendaklah bersabar dan terus berjuang. Inilah mereka yang hari ini dinobatkan sebagai siswa berprestasi 5 besar antara lain:

“Peringkat ke-5 dinobatkan kepada ananda Maisarah”

 “Peringkat ke-4 diraih oleh ananda Muhammad Khalid”

“Peringkat ke-3 disandang  oleh ananda Soepratman Ghazi” 

“Peringkat ke-2 disematkan kepada ananda Habibullah” 

“Dan peringkat pertama dianugrahkan kepada ananda Mahmud..”

Sekoyong semua mata tertuju padanya, diiringi ucapan selamat dari teman-temannya. Mahmud menundukkan wajahnya tersipu melihat penampilannya yang kucel, and dekil of the kummel, serta berbau pasir dan debu. terimakasih ya Allah gumamnya...

to be continue...

Lebih baru Lebih lama

Iklan

Iklan

Formulir Kontak