Kisah Motivasi "Sahabat Surat Miskin" Part - 12


Oleh: Elbar
"Mercusuar Yang Redup"


TendaBesar.Com - KISAH - Azan berkumandang menandakan waktu subuh telah tiba, panggilan untuk melaksanakan shalat subuh berjama’ah bagi laki-laki telah hadir menyapa setiap telinga. Penantian Mahmud berjumpa fajar-pun akhirnya tiba. Ia bersegera menuju masjid pesantren untuk melakukan shalat berjama’ah bersama santri lainnya. Bapak tuan guru Haji Ahmad Hanafi bertindak sebagai imam. Selesai shalat berjama’ah, setiap santri kembali pada kesibukan masing-masing, maklum setiap hari ahad  pesantren tidak ada kajian. Diantara para santri; ada yang menambah hafalan Al Qur’an, ada yang memuroja’ah pelajaran fikih, ada  yang menghafal I’irob nahwu dan lain-lain.

Mahmud sendiri sibuk membuat persiapan seputar ilmu faraidh beserta dalilnya baik dalam Al Qur’an maupun hadits. Berbagai macam contoh ahli waris dia tulis guna mengantisifasi kalau-kalau ada pertanyaan seperti itu  dari si perimadona sekolah. Tak terasa jam telah menunujkkan pukul 07.00 pagi, Mahmud berhenti sejenak membuat contoh ahli waris dan bergegas menyelesaikan tugas hari minggunya yakni mencuci pakaiannya. Maklum di pondok pesantren semua santri dituntut mandiri, semua kebutuhannya harus dikerjakan sendiri dari mencuci, menyetrika, memasak, membersihkan kamar dan menyapu halaman.

Semua pekerjaan itu diselesaikan dengan penuh kesungguhan oleh Mahmud, ia juga senantiasa melihat jam yang melingkar di tangannya, sebab jam 08.30 ia harus sudah berada di rumah Hameeda Bilqies untuk belajar bersama. 

Tepat pukul 08.00 semua kegiatan pribadinya selesai ia kerjakan. Dia bergegas ke masjid dan melaksanakan shalat dhuha’. Seusai shalat dhuha Mahmud  bergegas berangkat, namun ia khawatir siapa yang akan ia ajak untuk belajar bersama di rumah si primadona sekolah itu. Soepratman Ghazi, Habibullah dan Sunaseh Ghobi   lagi pulkam alias pulang kampung. Oo..  Mahmud baru kefikiran kalau di pondok masih ada kak Muzakkir Syauqie  siswa yang berasal dari Dayen Gunung itu tidak sedang pulkam. Kebetulan kak Muzakkir Syauqie  juga adalah salah seorang santri yang cukup cerdas di pesantren. Mahmud melangkah ke kamar kak Muzakkir Syauqie 

“Assalamu’alaikum Mahmud  membuka silaturrohimnya…”

“Wa’alaikumsalam…ee ada tamu agung ni kata kak Muzakkir Syauqie  merendah,  masuk akhi tumben pagi-pagi maen, gak pulkam? kata beliau ceplas-ceplos…”

Enggak jawab Mahmud singkat” 

“Lagi ngapain akhi… Mahmud tanya balik  sembari menyaksikan  banyak kitab yang berserakan…”

“ini lagi membuka kitab Al Umm karangan imam Syafi’i, lagi mencari jawaban pertanyaan… apakah kakak ipar itu batal bila bersentuhan tangan atau kulit dengan adik iparnya perempuannya… bukankah adik ipar tersebut termasuk orang yang haram dinikahi..”
  
“Wah ini sih pertanyaan langitan kata Mahmud…seraya duduk mengamati Muzakkir Syauqie  yang sibuk merapikan kitab-kitabnya” 
“Udah selesai lanjut Mahmud mencoba meyakinkan apakah dia berkesempatan mengajak Muzakkir Syauqie  belajar bersama atau tidak”

“Alhamdulillah jawab Muzakkir Syauqie  singkat. ada yang bisa aku bantu buat antum? Muzakkir Syauqie  balik bertanya…”

“Naah itu dia ni, aku kesini bermaksud ngajak antum jalan-jalan sambut  Mahmud…”

“Wah asyik ni..ceplos Muzakkir Syauqie …”

“ya ini juga kalau antum ada waktu lanjut Mahmud”

“Kemana…Muzakkir Syauqie  penasaran…”

“Aku diminta Hameeda Bilqies belajar bareng di rumahnya, beliau minta dibimbing ilmu faraidh, Mahmud menjelaskan dengan singkat” 

“Emm Hameeda Bilqies siprimadona sekolah itu…walah-walah…ini baru kejutan…sambut Muzakkir Syauqie  bersemangat, jam berapa antum mau kesana?” Muzakkir Syauqie  masih nyerocos..

“Sekarang.. soalnya jam 08.30 rencana diskusi kita sudah mulai..”

“Ooo begitu.. tapi maaf akhi kayaknya aku…bahasa tubuh Muzakkir Syauqie   mengisyaratkan  tidak bisa menemani Mahmud..”

Sementara Mahmud sudah khawatir siapa lagi ikhwan yang akan dia ajak jika Muzakkir Syauqie  tidak bisa menemani…

“Maaf akhi kayaknya aku tidak keberatan menemani antum kata Muzakkir Syauqie  sambil tersenyum, aku liat antum seperti orang yang sedang berbunga-bunga…apakah gerangan yang terjadi…adakah antum sedang..emm jangan-jangan antum sedang jatuh cinta ni ama Dina Lorenza eh maaf Hameeda Bilqies maksud ane, Muzakkir Syauqie  meledek…”

“Enggak lah kata Mahmud buru-buru menimpali cuman mau belajar bareng aja kok, mana mungkin primadona sekolah itu suka ama anak kere kayak kita akhi..kata Mahmud..sekali lagi hanya mau belajar bareng aja..”

“Mau belajar bareng atau ketemu bareng…oya hati-hati lo dengan ucapan… biasa awalnya tidak cinta eeeh malah cinta beneran bahkan ampe merangkak lo.. Muzakkir Syauqie  meledek lagi…”

“udah dulu ya akhi, kita gak usah ngomongin masalah love dulu,  aku khawatir entar aku bener jatuh tersungkur..eh maksudku..aku benar jatuh hati ama Dina Lorenza…kan antum tau islam ngelarang orang making love..ketus Mahmud…”

“ya..ya canda doang..lanjut Muzakkir Syauqie. Tunggu bentar aku ganti baju dulu… Muzakkir Syauqie  berlalu ke lemari pakaiannya”
  
Tepat pukul 08.00, keduanya beranjak dari pesantren dengan kaki tegak dan tegap. Muzakkir Syauqie  sahabat Mahmud yang periang itu dengan meyakinkan melangkah seolah tidak ada beban, berbeda dengan Mahmud…debaran jantungnya makin kencang seolah dia baru saja selesai dari lari marathon 100 kilo meter. Ia berusaha menenangkan diri dengan beristighfar kepada Allah…ya Allah tenangkanlah hamba gumamnya dalam hati…mereka terus melangkah menyelusuri jalan yang belum beraspal itu sembari menghindari kerikil-kerikil yang bisa saja membuat mereka terpeleset.

Tepat pukul 08.25 mereka sudah sampai di rumah Hameeda Bilqies…rumah sang perimadona sekolah itu.

“Assalamualaikum…Mahmud mengucap salam sebagai tanda kedatangannya demikian juga Muzakkir Syauqie …”

“wa’alaikum salam, terdengar jawaban dengan suara khas Hameeda Bilqies dari dalam rumah yang besar dan cukup mewah itu” 
Hameeda Bilqies keluar dan membuka pintu ditemani teman setianya si bongsor Maisaroh… seketika pandangan mereka pun beradu dan kembali Mahmud terpaku dengan kecantikan Hameeda Bilqies…

“Masya Allah…gumam Mahmud sembari secepatnya menundukkan pandangan…” 

“Ee akhi Mahmud… ayo masuk... Hameeda Bilqies  siparas ayu itu mempersilahkan keduanya masuk”

Mahmud seolah  tidak percaya apa benar ia sedang berada di rumah si perimadona sekolah yang tidak sembarang orang bisa datang ke rumah itu…ia berfikir dalam hatinya kalau dirinya bukanlah orang istimewa di hadapan orang banyak namun ia diterima dengan baik oleh Hameeda Bilqies dan keluarganya yang sudahlah cantik parasnya, terlebih kaya pula status sosialnya…

“Ya Allah…terimakasih atas segala ni’mat yang Engkau berikan syukurnya dalam hati” 

“Silahkan duduk.. Hameeda Bilqies kembali mempersilahkan mereka duduk sembari pamit izin ke belakang…”

tak lama seorang perempuan setengah baya muncul dari dalam rumah…

“Ee ada temannya Idah di sini..” 

Ternyata Hameeda Bilqies di rumahnya biasa dipanggil idah oleh keluarganya…

“ya bu.. Mahmud menjawab sambil memperkenalkan diri, saya Mahmud  dan ini teman saya Muzakkir Syauqie” 

Tak lupa Mahmud menyalami dan sembari mencium tangan orang tua setengah baya itu sebagai penghormatan menurut adat Lombok. 
Pada  saat Mahmud, Muzakkir Syauqie  dan ibu-nya Hameeda Bilqies terlibat obrolan hangat, Hameeda Bilqies muncul dengan membawa orange jus dan makanan cemilan, sementara Maisaroh sibuk mempersiapkan papan white board dan lainnya untuk perlengkapan diskusi. 

“Ini kak Muzakkir Syauqie bukaan? Hameeda Bilqies melempar pertanyaan kepada Muzakkir Syauqie ..

“Ya … Muzakkir Syauqie  menjawab singkat…, mohon maaf aku tamu tak diundang, aku dipaksa akhi Mahmud  ikut ke sini…”
“gak apa-apa kak…justru saya senang kak Muzakkir Syauqie mau bertamu ke rumah kami sahut Hameeda Bilqies menghargai”

Mahmud menyambung…aku sengaja ajak beliau karena kakak kita ini lebih jago pada masalah Ilmu Faraidh, semoga bisa lebih membantu…celetuknya panjang lebar…”

“Aaah jangan merendah begitu setau aku akhi Mahmud-lah si-raja ilmu faraidh di pondok kami…sambut Muzakkir Syauqie  merendah…”

“Alhamdulillah sekali lagi saya sangat bahagia kedatangan tamu istimewa…lanjut Hameeda Bilqies menengahi…ooya silahkan diminum dulu..sembari tersenyum ramah dengan wajah berbunga Hameeda Bilqies mempersilahkan keduanya mencicipi minuman…”

“terimakasih ukhti…jawab Muzakkir..sembari melirik Mahmud”

Setelah merasakan segarnya orange jus dalam gelas cantik tersebut, para peserta memulai diskusi mereka. Hameeda Bilqies minta agar ia dibimbing bagaimana tips cepat memahami pelajaran yang super sulit itu.
  
Mahmud mempersilahkan Muzakkir Syauqie memberikan terik-terik cepat memahami ilmu faraidh, namun Muzakkir Syauqie  menolak dengan alasan dia cukup menemani saja, Mahmud lah yang lebih tau trik-trik jitu dalam memahami ilmu yang satu ini, sebab selama ini ia menganggap Mahmud sangat cepat menyerap dan menguasai ilmu tersebut sehingga di pondok banyak kakak seniornya yang mengaguminya termasuk Muzakkir Syauqie. 

“Antum aja akhi..insya Allah ilmu antum lebih luas dari ana kata Muzakkir Syauqie  memberikan semangat”

Sembari tersipu Mahmud mulai mengambil Spidol snowman wite board dan mulai dengan membuat sebuah lagu…

Belajar ilmu waris janganlah engkau tegang  cukuplah memulai dengan menghafal Al Qur’an. Surah 4, Annisa ayat 11 dalilnya Janganlah engaku lupa untuk selama-lamanya (dengan nada tim nasyid SWARNA)

Setelah itu Mahmud memulai dengan penjelasan  siapa saja yang berhak mendapatkan warisan. Dengan cekatan bagaikan guru yang telah propesional di bidangnya Mahmud mulai menuliskan di papan waite board dengan tulisan gaya mind mapping, ia mulai menjelaskan: 

“Pertama ahli waris itu bernama Ashhabul furudh yaitu ahli waris yang telah ditentukan bagiannya sesuai petunjuk Al Qur’an yakni  terbagi dalam 6 kategori antara lain: 1/2, 1/4,  1/8, 2/3, 1/3 dan 1/6. Adapun yang tergabung dalam ashabul furudh ini ada 12 orang, 4 orang dari kalangan laki-laki, mereka adalah Ayah, Kakek yang sah dari ayah dan seterusnya ke atas, kemudian saudara laki-laki se-ibu dan suami si mayit. Kemudian delapan (8) orang dari kalangan wanita, mereka adalah istri si mayit, anak perempuan, saudara perempuan kandung, saudara perempuan se-ayah, saudara perempuan se- ibu, cucu perempuan dari anak laki-laki, dan terakhir nenek yang sah dari ayah maupun ibu..” 

“Sampai di sini ada pertanyaan.. tanya Mahmud seperti layaknya guru yang sedang bertanya pada muridnya”

Hameeda Bilqies yang menyaksikan gaya Mahmud yang piawai memainkan alat tulis di papan white board itu terkesima dengan amat sangat. Ia merasa Mahmud seolah lebih mengerti cara menyampaikan materi dari yang mengajar selama ini, ia makin kagum bercampur bahagia, harapannya kembali muncul pada sosok pemuda yang bersahaja ini.

“oh betapa cerdasnya orang ini gumamnya.. kemudian ia tenggelam dalam lamunannya, andai saja sosok ini bisa selalu dekat dan senantiasa punya waktu untuk membimbingnya dalam setiap materi pelajaran, mungkin ia tidak akan mengalami ketinggalan pemahaman..Ya Allah.. Ridhailah kami do’anya…”

“Maaf ukhti apa ada pertanyaan..kembali Mahmud mempertegas pertanyaannya…”

Hameeda Bilqies terkejut sembari bangun dari lamunannya

“Emm.. Alhamdulillah gak ada akhi, cukup jelas jawabnya makin terkesima…”

“Ok kalau gitu kita siap lanjutkan..?”

“insya Allah jawab Hameeda Bilqies”
  
“Kalau Maisaroh gimana..?

“insya Allah cukup mengerti dan bisa lanjut jawab maisaroh”

Sementara Muzakkir Syauqie  yang diam-diam mengamati gaya Mahmud menyampaikan materi juga ta’ajjub dengan sosok sahabatnya yang satu ini.

“Subhanallah luar biasa pujinya dalam hati”

“selanjutnya ahli waris kedua namanya Ashobah yaitu: Ahli waris yang mendapatkan bagian sisa setelah semua ashabul furudh mendapatkan bagiannya, ahli waris ashobah ini terbagi menjadi 3 bagian antara lain : pertama, namanya ashobah binafsihi, mereka adalah anak laki-laki yang tidak akan pernah terhalang mendapatkan waris. Kemudian  ayah si mayit dengan syarat apabila tidak ada anak  laki-laki sebagai ahli waris, kemudian saudara laki-laki kandung si mayit apabila tidak ada anak atau ayah si mayit menjadi ahli waris dan terakhir adalah paman si mayit, apabila tidak ada ahli waris seperti anak, ayah, atau saudara kandung dari si mayit. Sampai di sini bagaimana? sembari tersenyum tipis Mahmud mencoba menguji kepahaman peserta diskusi…”

“Alhamdulillah cukup paham jawab Hameeda Bilqies dengan  senyum penuh arti” 

“Sementara Maisaroh hanya menganggukan kepala tanda mengerti dan menguasai” 

Demikianlah belajar bersama itu berlangsung dengan semangat perjuangan seolah esok hari pertempuran akan dilaksanakan. 
Mahmud menjelaskan secara detail kapan para ahli waris mendapatkan 1/2, 1/4, 1/8, 1/3, 2/3 dan 1/6, kemudian ia juga menjelaskan bagaimana menentukan asal masalah dan cara menyelesaikannya, saking asyiknya diskusi itu, ditambah gaya penyampaian  Mahmud yang lugas dan mudah dipahami, tak terasa waktu zuhur-pun tiba.

Diskusi itu dipending sementara untuk sholat zuhur. Mahmud dan Muzakkir Syauqie  bergegas ke masjid untuk sholat  berjama’ah. Selesai melaksanakan sholat, Mahmud berdo’a dengan khusuk semoga apa yang telah dia sampaikannya  mudah dipahami oleh teman-temannya itu. 

Pada saat kembali dari masjid Muzakkir Syauqie  memberikan apresiasi kepada Mahmud dengan ucapan :
“Mud antum luar biasa, benar-benar mudah dan tepat, terus terang aku iri sama antum..! demikian Muzakkir Syauqie  memberikan penghargaan…”

“Aah jangan gitu akhi antumlah yang lebih baik dariku, aku hanya menyampaikan sebagaimana cara aku belajar aja...”
Sungguh betapa waktu itu berlalu begitu cepat, diskusi yang dimulai sejak pukul 08.30 pagi itu tak terasa telah berjalan hingga pukul 05.00 sore. Hameeda Bilqies mengalami perkembangan pesat dari berbagai macam contoh soal yang Mahmud uji, hanya beberapa ahli waris yang belum dikuasainya.

Hameeda Bilqies merasa sangat bersyukur karena memiliki teman sebaik dan secerdas Mahmud. Namun ada satu hal yang membuat dia masih penasaran apakah Mahmud merasakan getaran yang dia rasakan, sudah cukup lama perasaan itu dia pendam, namun belum juga ia bisa meredam, bahkan setelah diskusi dia semakin merasakan kekuatan cinta itu.

“Ya Allah apa yang harus hamba lakukan… keluhnya dia sebentar lagi mau pergi…” surat yang telah ditulis tadi malam ia simpan dalam saku roknya, beberapa kali ia mencoba untuk mencari kesempatan agar bisa menyampaikan apa isi hatinya namun rasa malu-pun hadir secara bersamaan. Ya Robb..hamba bingung gumamnya.. 

Mahmud dan Muzakkir Syauqie  pamit undur diri untuk kembali ke pondok, di saat kaki mereka hampir keluar dari batas  pintu, Hameeda Bilqies  berucap dengan suara parau…

“Akhi terimakasih atas bantuan antum, semoga Allah membalas dengan kemudahan dalam segala urusan antum. Mohon antum terima ini sebagai kenang-kenangan dariku”

Mahmud tersenyum tanda penghargaan… 

“Terimakasih ukhti semoga silaturrohim kita tidak selesai hanya di sini…harapnya”

“Insya Allah akhi saya juga  berharap demikian, jangan bosan jika saya undang kembali untuk belajar bersama di rumah ini..ucap Hameeda Bilqies penuh harap…”

“insya Allah kata Mahmud” 

Tak lama mereka pun  bergegas meninggalkan rumah mewah itu. Hameeda Bilqies yang mengantar sampai gerbang tidak melewati sedikitpun kecuali  senantiasa memperhatikan Mahmud yang semakin jauh berlalu dari hadapannya. 

Di  kala Mahmud  hampir ditelan tikungan ia sempat menoleh kebelakang dan ia melihat Hameeda Bilqies masih memperhatikannya, layaknya remaja yang sedang jatuh cinta iapun tertawan hingga membuat debaran jantungnya makin membesar… “ya Allah tenangkan hamba” gumamnya..

to be continue..


Lebih baru Lebih lama

Iklan

Iklan

Formulir Kontak