KGMLP Desak Ombudsman Batalkan Dua SK Kepengurusan ORARI Pusat Versi Munasjut Bengkulu! Ini Alasannya!


TendaBesar.Com - Jakarta - Fenomena praktek oligarki dengan modus operandi melalui cara-cara yang mengarah pada terjadinya mal-administrasi terhadap keputusan bagi eksistensi suatu organisasi, dewasa ini sering dialami berbagai organisasi masyarakat, organisasi politik dan organisasi lainnya. 

Salah satu organisasi yang diduga kuat mengalami mal-administrasi dialami oleh Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI). Organisasi ORARI diduga menjadi korban praktek oligarki dan praktek kolusi oleh penyelenggara negara yakni Menteri Komunikasi & Informasi RI,  Jhonny G Plate  dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly . 

Indikasi praktek oligarki itu terjadi pada proses terbitnya SK Menkominfo no.575 tahun 2021 Tentang Pengukuhan Kepengurusan Pusat Organisasi Amatir Radio Indonesia periode 2021-2026 Hasil Munas XI ORARI Lanjutan di Bengkulu yang melanggar AD/ART ORARI dan SK  Menteri KUMHAM RI No. AHU-0000173.AH.01.08. Th. 2022 tentang pengesahan Kepengurusan Pusat ORARI. 

Demikian disampaikan Anwar Suadi Koordinator Garda Milenial Nasional Demokrat saat dihubungi pers, usai menyerahkan petisi ke Ombudsman Republik Indonesia, Rabu, 2/3/2022 di kawasan Kuningan Jakarta Selatan.

“Bagi kami siapapun, yang menjadi korban praktek oligarki, kolusi & bahkan dugaan mal-administrasi oleh penyelenggara negara, maka kami bela, dan kami bongkar, nah, kebetulan hal ini dialami oleh ORARI, karena itu kami sampaikan petisi ke Ombudsman Republik Indonesia hari ini (Rabu, 2/3/2022, red),” ucap Anwar yang juga tergabung dalam Koalisi Gerakan Milenial Lintas Parpol.

Menurut Anwar dari hasil penelusuran tim investigasi yang dibentuk oleh Koalisi Gerakan Lintas Parpol, telah ditemukan dugaan praktek kolusi kasus tersebut. Donny Imam Priambodo ketua umum ORARI terpilih hasil Munas XI ORARI lanjutan di Bengkulu itu adalah seorang kader Partai NasDem bahkan sebagai salah satu ketua DPP Partai Nasdem. Donny Imam Priambodo juga duduk sebagai salah seorang staf ahli di Kementerian Komunikasi & Informasi RI. Sementara itu Jhonny G Plate, Menteri Komunikasi & Informasi RI adalah Sekjen DPP Partai NasDem, 

Menurut Anwar terjadinya dugaan mal-administrasi di latarbelakangi oleh adanya sikap dari Jhonny G Plate selaku Menkominfo  yang telah mengeluarkan surat keputusan no.575 tahun 2021 secara sepihak yang menafikan peran dan fungsinya sebagai ex-officio Pembina ORARI Pusat sesuai Pasal 12 ayat (2.b.) Anggaran Dasar ORARI, sehingga sikap dan kebijakannya tersebut telah melanggar Asaz-azas umum Pemerintahan yang baik dan azas penyelenggaraan pemerintah yang bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. 

Kata Anwar, mestinya Jhonny G Plate sebagai Menkominfo dan sekaligus ex-officio Pembina ORARI, bersikap netral & menghormati AD/ART ORARI sebagai dasar mengeluarkan surat keputusan.

“Ya, penerbitan surat keputusan Menkominfo no.575 tahun 2021 tersebut, menimbulkan akibat hukum yang merugikan keberlangsungan eksistensi ORARI, dan ini yang dirugikan bukan hanya keluarga besar anggota ORARI melainkan juga kepentingan bangsa dan negara dalam hal pelayanan di bidang komunikasi, kami sebagai kader milineal Partai Nasdem sangat prihatin terhadap keterlibatan kader Partai Nasdem dalam masalah ini, insyaallah dalam waktu dekat ini, kami melaporkan ini ke Ketua Umum DPP Partai Nasdem,” beber Anwar.

Sementara itu, di tempat terpisah, Abdullah Fernandes koordinator Gerakan Banteng Milenial Anti Korupsi, saat dihubungi awak media, Rabu, 2/3/2022 di Jakarta, mengatakan bahwa dirinya bersama rekan-rekan kader milineal lintas parpol telah mengirim petisi ke Ombudsman Republik Indonesia, atas temuan mereka terkait adanya praktek oligarki, prilaku mal-administrasi atau perbuatan melawan hukum dan etika dalam proses administrasi pelayanan publik. 

Mal-administrasi terjadi di berbagai hal antara lain penyimpangan prosedur, penyalahgunaan wewenang, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum, tindakan diskriminatif dan dugaan kolusi oleh penyelenggara negara. 

Dugaan mal-administrasi tidak hanya terjadi pada proses terbitnya surat keputusan Menkominfo no.575 tahun 2021, melainkan juga diduga terjadi pada proses keluarnya SK Menteri KUMHAM RI No. AHU-0000173.AH.01.08. Th. 2022 tentang pengesahan Kepengurusan Pusat ORARI tersebut. 

Terkait dengan adanya dugaan mal-administrasi pada SK Menteri KUMHAM RI No. AHU-0000173.AH.01.08. Th. 2022 itu disebabkan keputusan tersebut telah mengabaikan adanya gugatan PMH ( Perbuatan Melawan Hukum) atas penyelenggaraan Munas XI ORARI Lanjutan di Bengkulu yang melanggar AD/ART ORARI ke Pengadilan Negeri Denpasar Bali oleh ORARI Pusat periode 2016-2021.

Mestinya, sambung Abdullah Fernandes, Yasony Laoly sebagai Kader PDI-Perjuangan, pakar hukum dan juga pejabat negara, tidak hanya percaya begitu saja dengan Dirjen AHU, kemudian langsung tanda tangani surat keputusan tersebut, melainkan terlebih dahulu mencermati prosesnya, dan bahkan seharusnya memperhatikan legitimasi maupun legal standing dari kepengurusan ORARI Pusat hasil Munas XI ORARI Lanjutan yang melanggar AD/ART ORARI. 

Jika kepengurusan tersebut tidak ada legal standing dan tidak legitimate, maka Surat Keputusan Pengesahan tersebut, tidak layak diterbitkan oleh Dirjen AHU dan juga tidak layak ditandatangani oleh Menkumham RI.

“Karena adanya dugaan mal-administrasi, maka kami menyampaikan mendesak dan sangat berharap Ombudsman Republik Indonesia, agar mengeluarkan rekomendasi Pembatalan surat keputusan Menkominfo no.575 tahun 2021 & SK Menteri KUMHAM RI No. AHU-0000173.AH.01.08. Th. 2022, hal ini penting sekali untuk menyelamatkan ORARI sebagai asset bangsa Indonesia dan juga sekaligus sebagai cadangan nasional dibidang Komunikasi dari praktek oligarki, kolusi dan mal-administrasi,” pungkas Fernandes.

(ts/tb)
Lebih baru Lebih lama

Iklan

Iklan

Formulir Kontak