TendaBesar.Com - Jakarta - Masyarakat masih ingat apa yang disampaikan oleh Trimedya Panjaitan anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan pada Raker Komisi III DPR RI dengan Kemenkumham, tentang Surat Keputusan pengesahan suatu organisasi, yayasan, perkumpulan atau badan hukum lainnya, yang juga menimpa ORARI, pernyataannya direspon oleh kalangan milenial yang tergabung dalam Koalisi Gerakan Jihad Berantas Korupsi, dengan melakukan investigasi, hasilnya adanya temuan dugaan tindak pidana gratifikasi dengan modus operandi praktek jual-beli penerbitan Surat Keputusan tersebut.
“Awalnya kami sangat tidak menyangka sama sekali, adanya praktek jual-beli Surat Keputusan Pengesahan suatu organisasi khususnya yang sedang bersengketa, namun karena kami banyak menerima laporan maupun pengaduan dari masyarakat tentang masalah tersebut, maka kami tidak bisa mendiamkan hal tersebut terus terjadi, karena mendiamkan suatu penzaliman ataupun kezaliman itu dosa,” ungkap Patria Kosim (26) juru bicara Koalisi Gerakan Jihad Berantas Korupsi saat di hubungi awak media, Jumat, 11 Februari 2022 di Jakarta.
Menurut Patria dari hasil penelusurannya bersama tim, ternyata ditemukan dugaan modus operandi yang sangat rapi, terselubung dan masif untuk menerbitkan surat pengesahan bagi organisasi yang sedang mengalami sengketa, misalnya sengketa dualisme kepemimpinan atau kepengurusan.
Rupanya ini merupakan peluang untuk terjadinya dugaan praktek jual-beli tersebut, dengan cara menerbitkan Surat Keputusan pengesahan ke salah satu kepemimpinan/ kepengurusan dari organisasi yang bersengketa tersebut, tentunya diduga dengan harga imbalan yang disepakati, sehingga apabila surat keputusan pengesahan tersebut sudah diterbitkan, maka kepengurusan tersebut dianggap sah, dan dianggap tidak ada sengketa.
Dugaan praktek seperti ini banyak terjadi misalnya pada Yayasan Pendidikan Al Ma'ruf Jakarta, Yayasan At-Taufiq dengan Yayasan Al-Irsyad kota Bogor, dan juga diduga dialami oleh ORARI, yakni dengan adanya Surat Keputusan Menteri KUMHAM RI No. AHU-0000173.AH.01.08. Th. 2022, untuk kepengurusan ORARI Pusat hasil Munas XI ORARI Lanjutan di Bengkulu yang melanggar AD/ART ORARI, yang saat ini juga sedang dalam sengketa hukum dengan adanya gugatan terhadap kepengurusan tersebut di Pengadilan Negeri Denpasar, dan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
“Ya, mestinya sesuai apa yang di katakan oleh Bang Trimedya Panjaitan saat raker komisi III DPR RI dengan Kemenkumham pekan lalu, bahwa Surat Keputusan Pengesahan bagi organisasi yang sedang bersengketa/ atau terdapat gugatan di pengadilan, ya, jangan dikeluarkan oleh pihak Kemenkumham, sebelum adanya keputusan hukum yang tetap dari lembaga peradilan yang mengadili perkara tersebut, tapi nyatanya pihak kemenkumham justru menerbitkan Surat Pengesahan perubahan kepengurusan kepada pihak yang sedang digugat, seperti yang dialami ORARI,” lanjut Patria.
Hal senada disampaikan Fatimah Shanza dari Barisan Muslimat Cegah Korupsi, yang juga tergabung dalam Koalisi Gerakan Jihad Berantas Korupsi.
Di tempat terpisah ia menyampaikan kepada awak media, Jumat, 11/2/2022, bahwa sesungguhnya apa yang terjadi pada dugaan praktek jual-beli surat pengesahan organisasi yang sedang bersengketa tersebut, juga dapat menjawab pertanyaan bernada kecurigaan dari Trimedya Panjaitan anggota Komisi III DPR RI dari PDI-Perjuangan mengenai dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri KUMHAM RI No. AHU-0000173.AH.01.08. Th. 2022, untuk kepengurusan ORARI Pusat hasil Munas XI ORARI Lanjutan di Bengkulu yang melanggar AD/ART ORARI dan saat ini sedang dalam sengketa hukum.
Fatimah juga mengatakan bahwa saat rapat kerja dengan Kemenkumham, minggu lalu, permasalahan konflik di internal ORARI, dan soal ORARI tersebut, Trimedya Panjaitan sudah menghubungi Dirjen AHU agar tidak mengeluarkan surat keputusan Pengesahan Kepengurusan ORARI Pusat, sebelum ada keputusan hukum yang tetap dari Lembaga Peradilan, bahkan Bang Trimedya Panjaitan sampai mengatakan adanya kekuatan luar biasa untuk mempengaruhi Surat Keputusan tersebut.
“Ya, Insyaallah, semoga saja pengaduan kami ke KPK, dapat membongkar bukan kekuatan luar biasa yang mempengaruh terbitnya Surat Keputusan Pengesahan perubahan kepengurusan tersebut, melainkan adanya dugaan praktek jual-beli Surat Keputusan Pengesahan organisasi atau yayasan atau perkumpulan yang memanfaatkan kelemahan pengawasan sistem online yang diterapkan oleh Kemenkumham, dan juga diduga memanfaatkan keberadaan notaris yang diduga rentan mengabaikan etika profesinya demi kepentingan kliennya seperti yang terjadi di internal ORARI, atau juga terjadi pada organisasi lainnya, karena itu kami mendesak agar KPK dapat segera membongkar dugaan kejahatan jual-beli tersebut, jika tidak segera di bongkar, rakyat yang menjadi korbannya, maka jangan salah kan kalau nantinya rakyat yang akan gugat KPK dan juga akan gugat Kemenkumham atas dugaan tindak pidana praktek jual-beli Surat Keputusan Pengesahan Organisasi tersebut," pungkas Fatimah.
(slm/tb)