Peran Negara dan Perguruan Tinggi dalam Optimalisasi Pengelolaan Aset Wakaf Di Indonesia.


Oleh: Dr. Muhammad Findi, M.E.
Dosen Ekonomi Politik FEM IPB University  dan Institut Agama Islam Tazkia  


TendaBesar.Com - Opini - Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah yang hingga saat ini perekonomian nasional Indonesia masih bergerak di tengah pandemik Covid-19, meskipun belum dalam keadaan normal seperti sediakala. 

Salahsatu pilar perekonomian umat muslim di seluruh belahan dunia adalah aset harta wakaf, disamping pilar perekonomian umat muslim yang lainnya seperti harta yang bersumber dari zakat, infak, dan shadaqah. Pengelolaan aset Wakaf adalah amal ibadah yang memiliki nilai pahala yang besar di hadapan Allah, dimana manfaat dari  setiap harta wakaf yang dikelola tersebut diperuntukan bagi kebaikan umat muslim yang membutuhkan dan kesejahteraan umum. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman! rukulah, sujudlah, sembahlah Tuhanmu, dan berbuatlah kebaikan, supaya kamu beruntung.” (QS. Al Hajj 22:77)

Pengelolaan aset harta wakaf di Indonesia saat ini masih terbatas dan belum optimal, dikarenakan terbatasnya kemampuan kaum muslimin di tanah air dan juga minimnya kesadaran serta informasi tentang manfaat mewakafkan harta yang dimiliki oleh setiap kaum muslimin, yang bernilai pahala besar di hadapan Allah subhanahu wata’ala. 

Maka, dengan demikian peran negara dan para ulama, termasuk perguruan tinggi, menjadi sangat besar dalam upaya mensyiarkan  amal ibadah wakaf di tanah air, sehingga perekonomian umat Islam dan masyarakat secara umum di Indonesia menjadi kuat dan sejahtera.

Definisi dan Syari’at Pengelolaan Aset Wakaf

Menurut Sayyid Sabiq dalam Hafidhuddin (2003) wakaf diartikan sebagai menahan harta dan mengambil manfaatnya untuk digunakan di jalan Allah. Abu Bakar Jabil al Jazzairi menambahkan pengertian menahan itu berarti tidak boleh diwariskan, tidak boleh dijual, dan tidak boleh dihibahkan. 

Bagi orang yang berwakaf (wakif) terhalang untuk memanfaatkannya untuk kepentingan dirinya dan wajib mendermakan hasilnya sesuai dengan tujuan wakaf yaitu kemaslahatan bagi orang yang berhak menerimanya. 

Dalam kompilasi hukum Islam pasal 215 jo pasal 1 (1) PP Nomor 28 Tahun 1997:

”wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang ataunbadan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan ibadah dan kepentingan umum lainnya”

Dari keterangan definisi dan pengertian berdasarkan peraturan pemerintah tersebut, maka terdapat hal-hal yang penting untuk dipahami bersama bagi kaum muslimin yang berhubungan dengan pengelolaan aset wakaf, yakni:

1. Orang yang berwakaf (wakif) yaitu pemilik harta benda yang diwakafkan.
2. Harta yang diwakafkan (maukuf bihi).
3. Tujuan wakaf atau pihak yang berhak menerima manfaat wakaf (maukuf 'alayhi).
4. Pernyataan menyerahkan harta yang diwakafkan oleh wakif  dinamakan  shighat atau ikrar wakaf.
5. Pihak yang menjadi pengelola harta wakaf (Nadzir)


Manfaat dan Hikmah Wakaf Bagi Masyarakat

Manfaat dan hikmah wakaf yang utama adalah peningkatan  kemaslahatan umat Islam serta terciptanya kemakmuran masyarakat umum di wilayah yang mendiaminya. Harta yang diwakafkan akan sangat besar manfaatnya jika dikelola dengan amanah dan penuh ikhlas, terkhusus akan sangat bermanfaat bagi wakif yang telah menyerahkan hartanya di jalan Allah.

Setidaknya terdapat dua manfaat dan hikmah yang besar dari aktifitas pengelolaan wakaf  yaitu: Pertama, amal ibadah wakaf memiliki peran yang penting dalam penguatan sendi-sendi ekonomi, sosial, politik  dan kebudayaan Islam, sehingga umat Islam menjadi kuat, sejahtera dan berkontribusi terhadap pembangunan nasional.

Kedua, amal ibadah wakaf menunjukkan kepedulian seorang wakif atas tanggung jawab sosial yang bernilai pahala di hadapan Allah, yang pahalanya akan terus mengalir meskipun orang yang mewakafkan hartanya tersebut telah meninggal.

Seorang wakif sesungguhnya merupakan orang yang berhasil menunjukkan keimanannya kepada Allah yang sempurna, karena dia telah iklhas menyerah harta yang paling dia cintai.

Sebagaimana Allah berfirman:

”Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui.” (QS. Ali 'Imran 3:92)

Di sisi lain, manfaat harta yang telah diwakafkan oleh wakif kepada maukuf ’alayhi akan semakin memperkokoh ukhuwah Islamiah, dan akan tercipta pemerataan kesejahteraan bagi masyarakat umum. Kondisi ideal seperti ini sudah barang tentu menjadi harapan dari peradaban kehidupan manusia di dunia yang singkat ini. Manusia sebagai makhluk Allah sesungguhnya secara fitrah menyukai dan senang dengan kebaikan dan saling tolong- menolong. Sebaliknya secara fitrah, manusia membenci kesombongan.

”Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah segala amal perbuatannya, kecuali tiga perkara, sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang shalih.” (HR. Muslim)

Penguatan Kelembagaan Wakaf

Dalam upaya terciptanya pemahaman dan semangat  berwakaf bagi umat Islam di Indonesia, maka peran lembaga regulator wakaf di tanah air yakni Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang beranggotakan para ahli fikih Islam dan akademisi yang berkompeten di bidangnya sangat strategis dalam mensosialisasikan wakaf sebagai wahana untuk kebangkitan ekonomi dan sosial masyarakat di tanah air.

Lahirnya Undang-undang No 41 Tahun 2004 tentang Wakaf membawa semangat baru pengelolaan harta atau wakaf di Indonesia. Kemudian pada tahun berikutnya,  Negara melalui Presiden pada tahun 2007 mengeluarkan Kepres Nomor 75 Tahun 2007 tentang Badan wakaf Indonesia.

Kehadiran dua regulasi strategis di atas  yaitu undang-undang tentang wakaf dan eksistensi kelembagaan BWI ysng independen, diharapkan membawa profesionalisme Para Nadzir (pengelola aset wakaf) semakin maju, amanah dan profesional. Penguatan dan sosialisasi wakaf di Indonesia sudah sejalan dengan pembentukan perwakilan BWI di level kabupaten/kota.

Karena kehadiran BWI bukan untuk mengambil alih leran Nadzir atau bukan pula untuk melemahkan peran Nadzir. Tetapi kehadiran BWI adalah bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme dan kreativitas para Nadzir di lapangan dalam memberdayakan aset wakaf, baik wakaf uang maupun bukan uang seoerti tanah dan bangunan yang wakif amanahkan kepada Nadzir.

Namun, berdasarkan data yang ada yang disampaikan BWI sendiri, dari potensi wakaf uang di Indonesia per tahun yang diprediksi sebesar Rp 77 triliyun, tetapi yang terealisasikan hanya Rp 185 miliyar. Suatu perbandingan angka yang menyolok antara potensi dan realisasi. Padahal, seandainya angka realisasi wakaf uang terkumpul 10 persennya saja yakni Rp 7,7 triliyun, maka pelbagai sarana publik seperti, masjid, sekolah, kampus, pesantren, rumah sakit, pasar infrastruktur jalan, jembatan, pelabuhan, bandara irigasi, bahkan sarana dan prasarana telekomunikasi akan banyak yang dibangun.

Oleh karena itu dari realitas yang ada, setidaknya terdapat 4 (empat) aspek yang perlu untuk dioptimalkan oleh negara yakni BWI  dan Kementerian Agama yang mengurusi wakaf:

Pertama, optimalisasi BWI Pusat dan di darah, terutama perwakilan BWI Kabupaten/Kota untuk gencar mengkampanyekan sadar wakaf kepada masyarakat di setiap pelosok di daerah, dengan meyakinkan masyarakat bahwa aset wakaf  yang terkumpul ditujukan  untuk kepentingan dakwah agama, dan kesejahteraan dan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. 

Kedua, peningkatan anggaran operasional BWI Pusat dan kabupaten/kota secara signifikan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya insani pengelola aset wakaf atsu Nadzir di daerah sebagai tulang punggung keberhasilan optimalisasi aset zakat yang dimonitor oleh BWI.

Ketiga,  BWI dan Kementerian Agama perlu berkoordinasi di lapangan ketija sosialisasi optimalisasi pengumpulan aset wakaf, baik wakaf uang ataupun tanah, dan aset tidak bergerak lainnya. Koordinasi antara kedua lembaga regulator ini penting untuk menghindari tumpang tindih kebijakan, yang bisa menghambat realisasi optimalisasi pengumpulan aset wakaf secara nasional.

Keempat, BWI hendaknya bekerjasama dan merangkul perguruan tinggi dalam melakukan kajian dan evaluasi kinerja wakaf secara reguler, termasuk sosialisasi menunjuk perguruan tinggi dan instansi pemerintahan dan swasta  sebagai nadzir. Dengan demikian diharapkan jumlah wakif dapat meningkat secara signifikan, dan berujung pada peningkatan aset wakaf, serta pelayanan publik yang bersumber dari dana wakaf.

Demikian, semoga bermanfaat. 
Billahi taufik wal hidayah,  wasallamu ’alaykum warahmatullah
Lebih baru Lebih lama

Iklan

Iklan

Formulir Kontak