TendaBesar.Com - Jakarta - Era digitalisasi, selain memudahkan pekerjaan dan pemenuhan kebutuhan, juga tidak luput dari bahaya yang mengancam. Hal yang cukup rawan terjadi pada era digitalisai adalah bocornya dokumen pribadi (dopri) yang bisa terjadi pada siapa saja.
Pakar Keamanan Siber Pratama Persadha mengatakan bahwa terdapat tiga penyebab utama terjadinya kebocoran data antara lain, yaitu bocornya data karena diretasan, kemudian bocornya data karena human eror atau tindakan orang dalam dan terakhir karena adanya kesalahan dalam sistem informasi tersebut.
Oleh karena itu kata Pratama, terjadinya kebocoran data tidak selalu disebabkan oleh serangan siber atau oleh para peretas, melainkan terjadi juga karena human error atau system informasi itu sendiri.
Pratama menyebut jikapun kebocoran data itu dilakukan oleh peretas, tidak lantas langsung diketahui identitas penyerangnya karena itu akan tergantung pada kemapuan si peretas.
"Namun bila serangan oleh para peretas, itupun tidak langsung bisa diidentifikasi para penyerangnya. Ini juga terkait sejauh mana kemampuan dari si peretas," tutur Pratama.
Pratama menyebut terkait dugaan bocornya 3,2 miliar data PeduliLindungi yang dilakukan Bjorka. Ia berpendapat agar diberlakukan pada Pasal 46 UU PDP ayat 1 dan 2, yang isinya bahwa dalam hal terjadi kegagalan perlindungan data pribadi maka pengendali data pribadi wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis, paling lambat 3 x 24 jam.
"Pemberitahuan itu disampaikan kepada subyek data pribadi dan Lembaga Pelaksana Pelindungan Data Pribadi (LPPDP). Pemberitahuan minimal harus memuat data pribadi yang terungkap, kapan dan bagaimana data pribadi terungkap, dan upaya penanganan dan pemulihan atas terungkapnya oleh pengendali data pribadi," kata Pratama.
Sebelumnya diketahui bahwa hacker Bjorka menyebut bahwa dirinya telah meretas 3,2 miliar data pengguna PeduliLindungi. Data tersebut ia jual seharga USD 100 ribu atau sekitar Rp 1,5 miliar. Transaksinya pun menggunakan bitcoin.
Untuk membuktikan klaimnya Bjorka tak tanggung-tanggung memberikan contoh data retasannya milik Menkominfo Johnny G. Plate, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, dan Deddy Corbuzier.
Namun demikian Pratama tidak berani memastikan bahwa data-data yang diklaim Bjorka itu data asli semua dan data terbaru. Menurutnya, soal sumber data itu belum jelas. Satu-satunya yang dapat mengonfirmasi keabsahan data yang dibocorkan Bjorka adalah instansi terkait.
"Sampai saat ini sumber datanya masih belum jelas, Namun soal asli atau tidaknya data ini hanya instansi yang terlibat dalam pembuatan aplikasi pedulilindungi yaitu Kominfo, Kementrian BUMN, Kemenkes dan Telkom," tutup Pratama.
(saf/tb)