TendaBesar.Com - Jakarta - Pertempuran antara Ukraina dan Rusia terjadi karena Rusia dengan terang-terangan membantu pemberontak Donetsk dan Lugansk memisahkan diri dari Ukraina.
Dikabarkan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin bahkan telah memerintahkan tentara ke dua wilayah pemberontak Ukraina yang didukung negaranya, melakukan penyerangan meski dalihnya "penjaga perdamaian".
Putin melakukan hal tersebut pasca mengakui kemerdekaan kedua wilayah itu dari Ukraina, Senin (21/2/2022) waktu setepat.
Serang Rusia kali ini merupakan "serangan" kedua Rusia setelah mencaplok Krimea dari Ukraina pada tahun 2014.
Ledakan dahsyat dilaporkan terjadi di ibu kota Ukraina Kyiv, Kamis (24/2/2022) waktu setempat.
Hal itu dilaporkan oleh dua media besar dunia yakni CNBC International dan CNN International.
CNN di Kharkiv, melaporkan bahwa mereka mendengar aliran ledakan keras yang terus-menerus. Kharkiv adalah kota terbesar kedua di Ukraina yang terletak di timur laut negara itu.
Ledakan dahsyat itu terjadi beberapa menit setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer di Ukraina demi membela separatis di timur negeri itu.
Bahkan Putin telah mengakui bahwa kedua wilayah itu yakni Donetsk dan Lugansk telah merdeka dari Ukraina Senin (13/2/2022).
"Saya telah membuat keputusan operasi militer," kata Putin dalam pernyataan mengejutkan di televisi sesaat sebelum pukul 6.00 pagi waktu setempat.
Sebelumnya, AS sudah memberikan peringatan kepada Rusia, namun Rusia bersikukuh dan mengatakan sudah final akan menyerang Ukraina secara penuh dalam hitungan jam.
"Semua yang telah kami lihat selama 24 hingga 48 jam terakhir membuat Rusia memberikan sentuhan akhir untuk menempatkan pasukannya di seluruh Ukraina," kata Menteri Luar Negeri Rusia Antony Blinken, Rabu, (13/2/2022) waktu setempat.
Ukrainapun memberlakukan status darurat nasional pada malam hari mulai Rabu (23/2/2022). Hal itu dikeluarkan parlemen sebagai tanggapan ancaman invasi Rusia, yang disebut oleh Barat sudah dimulai.
Ukraina juga telah mengeluarkan peringatan kepada warganya yang ada di Rusia untuk segera meninggalkan Negara itu. Demikian Moskow telah mengevakuasi kedutaan besarnya dari kota Kyiv.
Presiden AS Joe Biden telah meluncurkan sejumlah sanksi untuk ekonomi Rusia, yang memotong pemerintah Putin dari keuangan Barat atas tindakan Rusia yang dia sebut sebagai nelakukan invasi ke Negara Ukraina.
Sementara itu situasi di perbatasan Ukraina-pun semakin tegang. Kementerian Pertahanan Ukraina mengatakan wilayahnya sudah ditembaki 80 kali oleh wilayah pro Rusia, mulas Selasa malam.
Wilayah perbatasan tersebut adalah Shchastya yang merupakan kota garis depan dalam peperangan karena dekat dengan Donetsk dan Lugansk.
"Kota Shchastya mengalami beberapa penembakan terberat," tegas kementerian, Rabu (23/2/2022).
Dari penuturan warga sekitar, seperti dilansir AFP, tembakan mortir dan senjata lainnya makin intens terjadi di Shchastya Ukraina. Ledakan yang memekakkan telinga mulai mengguncang dinding dan memicu alarm mobil.
Listrik, pemanas, dan air telah mati di kota itu. Sementara warga karena takut mereka bersembunyi di ruang bawah tanah (bungker).
"Aku punya satu permintaan: agar mereka menyelesaikan ini dan kita bisa melupakan kesalahpahaman ini," kata Valentina Shmatkova seorang warga, mengingat bagaimana perang pecah 2014 dan 2016 dan membuatnya harus tinggal lama di bunker.
Pemerintah Ukraina mengultimatum semua warganya yang ada di Rusia untuk segera hengkang dari Negara itu. Ukraina juga memperingatkan agar seluruh warganya tidak berkunjung ke negara tersebut. Peringatan itu dirilis oleh Ukraina di tengah peningkatan ketegangan di perbatasan Ukraina dan Rusia.
"Kementerian Luar Negeri merekomendasikan semua warga Ukraina menahan diri untuk melakukan kunjungan apapun ke Federasi Rusia, dan bagi mereka yang berada di negara itu agar segera meninggalkan wilayah tersebut," sebut pernyataan resmi Kemenlu Ukraina.
Kemenlu Ukraina menambahkan bahwa "peningkatan agresi Rusia terhadap Ukraina" membuat Negara itu tidak dapat memberikan bantuan konsuler kepada warganya di Rusia
Menghadapi Agresi Rusia yang makin brutal, Ukraina mulai merekrut warganya dari usia 18-60 tahun sebagai anggota pasukan cadangan menyusul dekrit yang dikeluarkan Presiden Volodymyr Zelensky.
Atas dekret itu sejumlah pakar memperkirakan ada sekitar 900.000 orang yang kini menjadi anggota pasukan cadangan militer Ukraina.
Militer Ukraina menyatakan periode dinas maksimum mencapai satu tahun dan orang-orang yang punya keahlian, seperti montir, akan ditempatkan ke unit-unit khusus.