Luahan Hati Seorang Guru yang Berada di Pusaran Konflik “ Bismillah Aku Menentukan Pilihan”


TendaBesar.Com - Opini - Saya  Ririn, salah seorang guru di SMPIT At Taufiq Bogor. Sebuah tempat yang  menurut saya  sangat nyaman, bukan hanya untuk urusan dunia, tapi tak kalah penting adalah untuk urusan akhirat. 

Lingkungan yang  bersih, fasilitas yang nyaman, juga penghuni yang ramah, sehingga layaklah tempat ini saya sebut sebagai rumah kedua-ku.

Ujian datang memaksa kami untuk memilih. Pada awalnya saya putuskan untuk tidak ikut memilih. Saya ingin tetap berada di tengah, berusaha untuk menarik semuanya kembali ke tengah. Tak ingin ada namanya perpecahan. Yang saya inginkan adalah mereka islah. Berjuang di tanah wakaf yang diakui negara. 

Tapi setelah sekian lama berada di tengah, akhirnya saya harus menepi. Meminta petunjuk kepada Allah agar diberi kecondongan hati. Sebuah pilihan yang amat berat,  tapi bismillah! Dengan qudrat dan irodah Allah, Akhirnya saya memutuskan untuk tetap Tsiqoh dengan ustd. Sayarif dan Majlis Umana, tetap tsiqoh dengan ustd. Ujang Wahyudin kepala sekolah saya, dimana beliau telah menjadi pemimpin saya sejak pertama bergabung di barisan ini. 

Semangat beliau, pemahaman agamanya, tauladan, dan tentu tak kalah penting  adalah sikap beliau yang  selalu terbuka dalam komunikasi, dan mau menerima segala kritikan dari bawahannya membuat saya semakin yakin bahwa pilihan ini yang terbaik buat saya. 

Demikian juga sosok Ustd. Qomarudin Al Hafidz, guru kami. Orang yang lurus, tidak pernah ambisi dengan jabatan. Ditempatkan dimanapun beliau tidak pernah mengeluh, selalu tersenyum dan memberikan berbagai motivasi untuk terus memberikan pelayan terbaik bagi anak didik, beliau telah merapat ke Yatib dan saya yakin beliau memilih bukan sekedar memilih, tapi semua atas pertimbangan yang matang, dan tentunya mengikuti kata hati dan petunjuk Allah. 

Saya  mengikuti jejak beliau sebagai bentuk ihtiram kepada guru yang telah mengajarkan kepada kami ilmu yang sangat berharga. Bukankah selama ini kita selalu mendengungkan tentang "adab sebelum ilmu?” Maka menurut saya salah satu yang paling penting adalah adab terhadap guru. 

Selain dari sosok mereka bertiga, semua sahabat terdekat saya, mereka merapat kesini (Yatib). Adakah alasan bagi saya untuk meninggalkan mereka? Mereka yang dari awal SMP ini di bangun, berjuang bersama, sehingga akhirnya SMP ini terkenal, maju dan bergengsi. Layakkah saya  meninggalkan mereka? tentu tidak. Kalaupun nanti, akhirnya kami harus pergi dari sekolah ini, insaya a Allah hati ini akan jauh lebih tenang karena bisa tetap bersama mereka. 

Selama saya memposisikan diri berada di tengah, saya sering bahkan bisa dikatakan selalu ikut pengurus FGAT untuk silahturahim kepada kedua belah pihak. Tujuan kami awalnya cuma satu, ingin mereka islah. Dan tak bisa di pungkiri hati ini sangat sedih, karena pihak sana tak ingin bertemu bilamana di pihak sini ada si A dan si B.  Banyak argumen yang  disampaikan, mungkin karena mereka sudah merasa di atas angin, mereka tetap tidak mau duduk bersama, menyelesaikan konflik yang ada. 

Inilah salah satu pertimbangan kuat, akhirnya saya menentukan bergabung ke Yatib, karena saya menilai mereka yang di sana enggan untuk bermusayawarah. Bahkan seperti ada keangkuhan karena di pihak sini tidak mampu berbuat apa-apa.

Semakin sedih hati ini, ketika kami mendapatkan informasi bahwa pihak sana memutus jaringan internet dan instalasi air ke gedung rektorat yang notabene menjadi kantor pemimpin kami. Mengapa cara-cara tidak beradab dan cara-cara tidak manusiawi seperti ini dipertontonkan oleh mereka, padahal tagihan listrik dan internet masih tetap dibayar oleh kami yang terzolimi.  

Bukankah instalasi air itu merupakan wakaf yang wakifnya berharap semakin banyak yang mendapatkan manfaat justru mereka semakin senang dan bahagia karena semakin banyak pahala baginya?

Ya Allah tidakkah kalian berpikir bahwa di sana banyak perempuan yang shalatnya tidak ke masjid dan membutuhkan air untuk hanya sekedar berwudhu’ mereka kesusahan. Terbuat dari apa hati kalian padahal kalian juga orang-orang paham agama?

Tidak tahu harus berkata apa lagi dengan kondisi ini, tapi cara-cara tidak manusiawi itu makin menguatkan hati ini, untuk tetap ada di sini (di Yatib). 

Salut sama kalian pemimpinku yang tetap bersabar, tetap propesionel dalam pelayanan meskipun gerak dan akses kalian dibatasi. Semakin haru dan berkali-kali air mata ini menetes, meskipun internet dan instalasi air kalian diputus, tapi kalian masih melakukan maintenance AC dan lainnya, padahal menginjakkan kaki sekalipun ke gedung tersebut kalian tidak boleh. Alasan sederhana kalian adalah mereka yang di sana saudara kita, Ya Allah selembut itu hati kalian?

Saya hanya berdo’a semoga mereka yang telah memersulit juga hidupnya dipersulit oleh Allah. Semoga semua permasalahan ini segera selesai, agar  kami bisa kembali mengajar seperti semula, dalam kondisi yang nyaman, aman dan tentunya tetap bersama semua rekan-rekan. 

Ya Allah..lembutkan hati-hati kami, tetapkan kami dalam kesabaran dan tetapkan kami dalam kebenaran. Amiiin..


Bogor, 27 September 2021
Ririn Mujahidah

Lebih baru Lebih lama

Iklan

Iklan

Formulir Kontak